.
.
"Bagaimana keadaannya, dokter?" Tanya Cahir khawatir. Dia melihat ke arah Lithera yang masih terbaring lemah, dan belum sadarkan diri.
"Di lihat dari kondisinya, dia hanya mengalami kelelahan. Tapi melihat bagaimana dia mengalami kesakitan di kepalanya, sepertinya dia mulai kembali membuka ingatan yang pernah hilang sebelumnya." Jelas dokter.
"Ingatan yang hilang?"
"Seseorang yang hilang ingatan bukan berarti dia kehilangannya. Maksudnya adalah seseorang yang memiliki ingatan menyakitkan, biasanya memilih untuk melupakannya. Dia tidak ingin lagi melihat ingatan-ingatan itu, atau ingatan yang sangat berharga, yang sangat ingin dia jaga agar dia tidak pernah melupakannya. Hamba tidak tahu, alasan mana yang membuatnya melakukan hal itu, tapi jelas, kalau gadis ini perlahan-lahan kembali mengingat sesuatu yang sudah sangat lama ingin dia lupakan, atau terlupakan."
Cahir terdiam, dia menatap wajah Lithera yang masih terlihat pucat.
"Dia akan segera sadar Yang Mulia. Jangan khawatir. Dia hanya kelelahan dan sepertinya dia juga tidak makan dengan benar." jelas dokter Lukas.
Dokter itu melihat Lithera yang memiliki warna rambut yang sama persis seperti Duke Cahir Neutswand. Warna rambut itu tidak di miliki oleh siapapun selain dirinya dan keturunannya. Dan dia a juga tahu kalau Cahir sudah mencari putrinya selama ini.
"Yang Mulia... Hamba bukan ingin mengatakan sesuatu yang bisa di katakan kurang ajar atau semacamnya. Hamba hanya ingin membalas kebaikan Yang Mulia..." dokter itu tampak ragu-ragu.
"Hamba tahu jika Yang Mulia sangat ingin menemukan putri Yang Mulia. Dan mungkin juga benar kalau gadis ini adalah putri putri anda yang hilang... Tapi..."
"jangan katakan apapun lagi, kalau kamu masih ingin tetap hidup!" ancam Cahir, "aku sedang tidak ingin mendengar apapun dari siapapun!"
"Ampuni hamba Yang Mulia... Hamba hanya ingin membantu..."
"Apa yang sebenarnya kamu ingin katakan?!"
Cahir Neutswand menatap tajam.
"Jika Yang Mulia tidak keberatan, hamba ingin melakukan tes garis keturunan antara Yang Mulia dengan gadis ini. Walaupun hamba Yakin kalau dia adalah putri Yang Mulia yang hilang. Tapi memastikannya tetap harus di lakukan. Ampuni hamba Yang Mulia. Hamba tidak pernah bermaksud apapun." Dokter itu berlutut di hadapan Cahir setelah mengatakan semua itu.
"Bagaimana kamu melakukan tes garis keturunan?"
"Setiap dokter memiliki kekuatan dan caranya sendiri. Dan hamba yakin, jika hamba bisa melakukannya dengan ilmu sihir yang hamba miliki. Dan itu tidak memerlukan waktu yang lama."
"Lakukan saja! Itu akan semakin meyakinkan mu." Ujar Max seraya membersihkan darah di wajahnya. Dia meletakkan pedangnya yang berlumuran darah diatas meja.
Dia mengikuti Duke Cahir Neutswand, begitu dia menyelesaikan pekerjaannya.
"Aku juga ingin tahu apa dia benar-benar putri kakek atau bukan." tambah Max.
"Tapi..." Cahir tampak ragu
"Jangan khawatir. Aku yakin dia adalah putri kakek." Max mendekati Lithera yang masih belum sadarkan diri.
"Di balik telinganya, ada sebuah bekas luka..." Max menunjukkannya pada Cahir, "kakek pasti masih ingat saat dulu di pesta ulang tahun ku, dia tergores saat dia sedang berjalan-jalan di taman bunga istana."
Max mengingat dengan sangat jelas, saat itu karena seseorang mendorong Lithera, hingga dia terjatuh dan belakang telinganya tergores pecahan gelas kaca. Dan bekas itu masih ada sampai sekarang ini.
"Dia benar-benar putriku..." Cahir tidak sanggup menahan air matanya, "akhirnya aku benar-benar bisa menemukannya." Cahir menggenggam tangan Lithera, dia terus sesenggukan di sebelahnya.
Merasakan kerinduannya, kebahagiannya saat kembali bertemu dengan putrinya yang sudah dia cari selama sepuluh tahun terakhir.
"Untuk itulah jangan khawatir. Lakukan saja tes garis keturunan, agar semua semakin meyakinkan!" Ujar max, "dan jangan khawatir, dokter Lukas ini bisa di percaya, jika dia berani mengkhianati mu, aku sendiri yang akan membunuhnya!"
Lukas tersenyum sembari gemetaran, "Yang Mulia putra mahkota, hamba tidak akan pernah berani melakukan itu. Terlebih lagi Yang Mulia Duke Cahir Neutswand adalah penyelamat hamba. Hamba di sini karena hamba sangat ingin membalas kebaikannya pada hamba..."
"Maka lakukan semuanya sekarang!" Max menatap tajam padanya.
"Baiklah Yang Mulia, hamba hanya perlu mengambil sedikit darah dari gadis ini. Dan sedikit darah dari Yang Mulia Duke Cahir Neutswand."
"Lakukan secepatnya!" Perintah Cahir.
Dengan perlahan-lahan, Lukas mengambil setetes darah Lithera, dan Cahir Neutswand. Setelah itu pamit untuk mulai melakukan penelitiannya.
"Bagaimana para bajingan itu?!" Cahir mengepalkan tangannya dengan kuat. Mengingat orang-orang yang begitu ingin membunuh Lithera membuat darahnya seperti mendidih.
"Aku membunuh semuanya. Hanya menyisakan satu orang seperti yang kakek minta." Jawab Max seraya melepaskan sarung tangan berwarna hitam yang dia pakai, "Cyril membawanya ke penjara bawah tanah. Kakek bisa melakukan segalanya padanya saat kita keluar dari sini."
"Lalu, dimana anak-anak?"
"Ronn membawanya ke rumahnya untuk sementara. Mereka sangat keras kepala!"
"Kamu jauh lebih keras kepala dari mereka!" Jawab Cahir. Dia menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Aku tidak sekeras mereka! Dan aku tidak pernah menangis seperti mereka!"
"Ha!" Cahir tersenyum menyeringai, "aku sendiri yang membesarkan mu! Aku ingat dengan sangat jelas, bagaimana kamu terus menangis merengek padaku! Hanya karena kamu ingin memiliki Boneka beruang! Sepertinya kamu lupa?"
"Ayolah! Itu tidak lucu!" Max memanyunkan bibirnya kesal.
"Lupakan itu semua! Kita perlu berbicara serius tentang Lithera."
Tatapan Cahir menggelap.
"Apa yang ingin kakek ketahui?"
"Dari apa yang terjadi pada Lithera... Semuanya bukan berasal dari 'kebetulan' belaka! Semua orang sepertinya sangat ingin membunuhnya!"
Craaackk!
Cahir meremas kuat sandaran kursi kayu, hingga hancur berantakan.
Lagi-lagi dia tidak bisa menahan kemarahannya, setiap kali dia mengingat orang-orang yang menyerangnya tadi.
"Entahlah... Aku hanya merasa semua itu akan terjadi padanya."
"Apa maksudmu?!"
"Kakek... Ada banyak telinga di istana. Sedikit kata yang keluar dari mulut ku, bisa langsung sampai ke orang-orang di luaran sana. Aku tidak bisa memastikan siapa orang-orang itu. Karena aku memiliki banyak musuh!"
"Kamu hanya memiliki satu musuh!"
Mendengar itu Max tertawa geli.
"Seharusnya kakek sudah bisa menebaknya sendiri, kan?"
"Jangan main-main!"
"Aku tidak bermain-main, kakek. Aku hanya mencoba untuk membuka pemikiran kakek ke arah yang lebih luas..." Jawab Max dengan santainya seraya meluruskan kakinya ke atas meja, "segala kemungkinan bisa menjadi alasan yang sebenarnya. Kita hanya perlu memastikan itu, dan menjadi waspada! Bahkan dengan orang-orang yang kita anggap teman ataupun keluarga sekalipun."
Cahir terdiam.
Dia memikirkan tentang segala hal yang membuat orang-orang sampai menculik Lithera dan bahkan ingin membunuhnya.
"Menurut kakek, siapa yang akan paling di untungkan jika Lithera mati?"
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments