NovelToon NovelToon

Aku Seorang Ibu?

Mama?

.

.

"Apakah aku akan mati seperti ini?" Ucap seorang gadis muda yang tengah terbaring di aspal jalanan. Dia memegangi perutnya yang mengeluarkan banyak darah. Hingga warna merah darahnya membasahi tangannya.

Nafasnya mulai terdengar lemah, pandangan matanya pun mulai terlihat sayu.

Tidak ada satupun orang di sekitarnya. Semuanya terlihat gelap dan sunyi.

Dia tersenyum pasrah dengan begitu lemah, "sepertinya aku akan benar-benar mati di sini tanpa seorangpun yang menemani ku. Dan dengan mengenaskan seperti ini... nasibku benar-benar buruk." Dia menarik nafasnya yang terasa semakin berat dan perlahan memejamkan matanya.

"Aku hanya ingin hidup dengan keluarga yang hangat. Dan yang pasti mereka akan selalu menyayangiku.... Setidaknya seharusnya aku memiliki satu orang yang akan selalu bersamaku"

Langit malam yang terasa semakin gelap tanpa adanya satu bintang pun di sana, dan angin malam yang terasa begitu dingin hingga terasa menusuk sampai ke tulang. Di tambah dengan tetes air hujan yang mulai turun membasahi apapun yang ada di bawahnya. Hingga warna merah dari tubuhnya mulai menyebar terbawa air hujan.

Nafas gadis muda itu mulai terasa semakin lemah dan berat. Dia juga terlihat sangat kesulitan untuk membuka matanya, seolah-olah matanya sudah tidak mau mendengar keinginannya. Dia membayangkan hidupnya yang terasa begitu singkat. Dia bernama Wulandari.

Gadis muda itu baru berusia 17 tahun. Hari ini bahkan hari ulang tahunnya. Dia hidup sendiri setelah kedua orang tuanya bercerai di usianya yang saat itu baru 7 tahunan.

Awalnya ibunya membawanya bersamanya, namun setelah ibunya menikah lagi, dia meninggalkannya sendirian untuk hidup dengan suami barunya. Dia hidup menyedihkan di panti asuhan.

Dengan berbagai kesulitan dia sampai di titik dia mulai bisa menikmati keindahan hidupnya setelan beberapa bulan yang lalu dia mendapatkan pekerjaan yang layak di salah satu perusahaan besar di kotanya. Walaupun dia hanya bekerja sebagai cleaning service di sana. Mengingat dia hanya memiliki ijazah SMP. Walaupun begitu dia tidak menyerah tentang pendidikannya. Dia terus melanjutkan sekolahnya setelah dia selesai melakukan pekerjaannya. Untungnya banyak cara yang bisa di lakukan untuk bisa mendapatkan pendidikan yang setara, meskipun dia harus bekerja lebih keras dari yang lainnya.

Namun kejadian tidak terduga terjadi saat dia pulang dari tempat kerjanya. Dimana saat dia sedang berjalan kaki untuk menuju ke tempat tinggalnya, seseorang dengan tiba-tiba menyerangnya dengan pisau yang tanpa aba-aba menusuk perutnya. Setelah itu orang itu membawa kabur tas punggungnya, dan meninggalkannya begitu saja di sana.

"Aku seharusnya akan memulai masa mudaku dengan indah...." Ucapnya dengan suara yang lemah.

Wulandari mulai kehilangan kesadarannya, karena rasa sakit di perutnya yang terasa menggerogotinya di setiap tarikan nafasnya. Air matanya terus mengalir membasahi wajahnya yang terlihat semakin pucat.

Dengan suara yang lemah dan bahkan sama sekali hampir tidak terdengar dia berkata, "Padahal aku selalu berusaha menjadi orang baik. Tapi kenapa kamu melakukan ini padaku Tuhan... Jika aku diberikan hidup kembali, biarkan aku hidup dalam keluarga yang baik dan menyayangi ku..."

Matanya terpejam rapat setelah dia mengatakan semuanya itu. Nafasnya pun tidak lagi terdengar. Dan tubuhnya kini tidak lagi bergerak. Sementara air hujan terus membasahi tubuhnya yang makin lama semakin dingin.

Suasana di tempat itupun semakin mencekam dengan kegelapan yang seakan-akan menelannya.

.

.

'klantaaang!'

Suara dentang keras terdengar memenuhi gendang telinganya. Dia terbangun dengan keterkejutannya.

"Mama!" Wulandari terkejut saat tiba-tiba dua orang anak berlari kearahnya dan segera memeluknya dengan erat. Mereka bahkan terus menangis tersedu-sedu.

"Apa yang dia katakan? Walaupun terdengar aneh tapi sepertinya aku tahu maksudnya. Dia mengatakan 'mama' tadi kan?" Gumam Wulandari.

"Mama!" Anak laki-laki itu terus memanggilnya dengan sebutan itu.

"Mama?" Gumam Wulandari dengan berbagai macam pertanyaan di kepalanya.

"Mama, apa mama baik-baik saja?" Tanya anak laki-laki sembari mengusap air matanya.

"Apa mama masih sakit?" Tanya anak perempuan yang juga mengusap air matanya.

Mereka berdua masih sangat kecil. Mereka berdua berusia sekitar lima atau enam tahunan.

'siapa anak-anak ini? Kenapa mereka memanggilku 'mama'?' Wulandari memegangi kepalanya yang terasa sakit.

'Dan kenapa aku sepertinya sangat terbiasa dengan bahasa mereka yang sangat aneh. Aku sama sekali tidak kesulitan untuk mengartikannya. Dan sepertinya apa yang aku keluarkan dari mulutku juga berbunyi sama seperti bahasa mereka. Wulandari masih kebingungan dengan semua itu. Namun dia tidak begitu memikirkannya.

"Mama kenapa? Apa masih sangat sakit?" Tanya anak perempuan dengan ekspresi wajah khawatir.

Wulandari juga melihat anak laki-laki di hadapannya yang terlihat khawatir dan sepertinya sangat ketakutan.

"Aku hanya merasa sedikit sakit kepala." Jawab Wulandari seraya tersenyum kecil. Dia tidak mau membuat anak-anak kecil di hadapannya ketakutan seperti itu. Walaupun dia tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini di hadapannya.

Wulandari terbelalak saat dia menyadari sesuatu yang aneh di hadapannya. Dia menggerakkan tangannya menyentuh rambut anak perempuan itu, "apa ini? Kenapa rambutmu berwarna biru?" Ucapnya dengan nada yang bergetar. Matanya kembali terbelalak saat dia juga menyadari kalau rambut anak laki-laki itu juga berwarna biru, sama seperti anak perempuan itu.

"Mama kenapa? Apa rambut ku tidak bagus?" Tanya anak laki-laki dengan begitu polos, "mama bilang mama sangat menyukainya..." Anak laki-laki itu mengerucutkan bibirnya.

"Hah! Matamu... Mata kalian juga biru?" Ucapnya begitu terkejut.

Wulandari mencoba mengucek matanya, dia yakin ada yang salah dengan penglihatannya. Namun, walaupun berkali-kali dia melakukannya, tetap saja dia melihat warna rambut dan warna mata anak itu berwarna biru.

"Astaga... Dunia macam apa ini? Kenapa anak-anak kecil sudah memakai pewarna rambut, mereka bahkan memakai softlens berwarna. Sepertinya hanya aku yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman." Wulandari menjambak rambutnya dengan keras.

Wulandari kembali terbelalak saat melihat rambut panjangnya yang ternyata berwarna pirang.

"Pirang? Blonde?"

"Waaah... Apa yang sebenarnya terjadi padaku?!" Wulandari terus melihat ke arah rambut panjangnya yang berwarna pirang dan bersinar keemasan saat terkena sinar matahari dari celah jendela yang terbuka. Dia juga melihat ke arah telapak tangannya yang berbeda dari telapak tangannya yang biasanya.

"Aah!"jeritnya membuat kedua anak kecil di depannya terkejut dan panik

"Mama... Apa mama sakit lagi?" Tanya anak perempuan dengan ekspresi wajah yang kembali khawatir.

Wulandari melihat ke sekelilingnya. Dia melihat cermin retak yang ada di dekatnya. Dia segera berlari ke sana dan segera melihat bayangan dirinya yang ada di sana.

"Aaaah!" Wulandari menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya, "siapa ini?! Siapa aku?!" Ucapnya dengan sangat terkejut. Bagaimana dia tidak terkejut saat dia melihat bayangan orang lain di sana, dan bukan dirinya sendiri.

Seorang wanita yang cantik dengan rambut panjang berwarna pirang. Di tambah dengan matanya yang berwarna merah seperti permata ruby yang begitu jernih dan indah seperti kilauan berlian. Kulitnya yang putih terlihat pucat, walaupun begitu, dia bisa melihat kecantikan wanita muda di bayangan cermin itu adalah wanita yang sangat cantik.

"Ini bukan aku, ini bukan tubuhku... Lalu, di mana aku? Siapa aku?" Wulandari melihat ke arah dua anak kecil yang terus menatapnya dengan ekspresi khawatir dan kebingungan, "dan siapa anak-anak itu? Apa dia anak wanita ini?"

"Haaaaa..." Wulandari merasakan lemah di kakinya, dia terduduk lemas di lantai seraya menyandarkan tubuhnya di dinding dingin di dekatnya.

"Mama... Apa mama baik-baik saja?" Tanya anak perempuan itu seraya bergerak memeluknya, diikuti oleh anak laki-laki yang juga segera memeluknya.

"Ha ha ha...." Wulandari tertawa pasrah. Dia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk mengatakan apapun lagi.

"Sialan! Sepertinya aku mati dan jiwa ku masuk ke tubuh wanita ini." Ucapnya dengan pasrah. Dia tidak peduli dengan ekspresi khawatir dari anak-anak yang masih terus memeluknya dengan erat.

"Parahnya adalah... Sepertinya aku sudah memiliki dua anak!" Desahnya pasrah.

"Tuhan, apa kamu sedang bercanda dengan ku? Bagaimana bisa kamu membuat ku menjadi seorang ibu dengan dua anak?! Aku bahkan masih bisa di bilang remaja! Aku memang mengatakan kalau aku ingin keluarga yang menyayangi ku... Tapi bukan seperti ini juga kali! Mengurus hidup ku sendiri saja aku tidak bisa, bagaimana aku harus mengurus dua anak ini... Aaargh sial!" Desahnya lagi dengan pasrah.

'Aku bahkan tidak memiliki kekuatan untuk sekedar menjerit... Untuk menangispun sepertinya aku tidak bisa melakukannya...'

'Aah!! Fvck you!!! Jeritnya dalam hatinya.

.

.

situasi macam apa ini?!

.

.

Setelah mengistirahatkan tubuhnya beberapa saat, Lithera mulai memiliki sedikit tenaga. Setidaknya untuk menanyakan sesuatu pada dua anak kecil yang terus khawatir padanya. Dia masih berbaring di tempat tidurnya. Dia terus melihat ke arah langit-langit rumah itu tanpa tahu harus melakukan apa.

"Jadi, siapa aku?" Tanya Wulandari.

"Mama adalah mamaku, mama kami." Jawab anak perempuan dengan begitu polos.

Hufh...

Wulandari menghela nafasnya pasrah.

"Apa kalian tahu siapa namaku?" Tanya Wulandari lagi, Wulandari menggaruk kepalanya dengan tersenyum kaku, "sepertinya sesuatu memukul kepala ku. Aku tidak bisa mengingat sesuatu." ucapnya kacau.

"Nama mama? Bukankah seharusnya mama bernama Lithera." Jawab anak perempuan yang masih terlihat begitu polos tanpa curiga sedikitpun.

'dia bahkan tidak tahu kalau ibunya yang asli sudah mati. Poor child...'

"Lithera?" Wulandari segera bangun dan menatap ke arah anak perempuan yang terus duduk di tepi tempat tidurnya.

"Lalu, siapa namamu? Nama kalian?" Tanya Wulandari lagi

"Aku Ashley. Dan ini Vion." Jawab anak perempuan yang memperkenalkan dirinya bernama Ashley.

Wulandari melihat dua anak manis yang terus menemaninya sejak tadi. Dia memegangi kepalanya yang terasa kembali berdenyut sakit.

'Ah... Sepertinya aku benar-benar sudah mati, dan jiwa ku masuk ke tubuh wanita bernama 'Lithera' ini, dan 'Lithera' ini wanita yang sudah memiliki dua anak.' Ucapnya dalam hatinya.

'entah aku ini beruntung atau apa... Aku bahkan tidak tahu harus bagaimana...' Wulandari kembali mendesah pasrah.

"Lalu... Dimana suamiku? Maksudnya... Dimana ayah kalian berdua?" Tanya Wulandari lagi.

Ashley dan Vion terdiam. Mereka hanya terus menatap satu sama lainnya.

"Kalian tidak memiliki ayah? Aku tidak memiliki suami?" Gumam Wulandari.

"Mama bilang ayah meninggal saat kami masih bayi." Jawab Ashley.

"Haaa..." Wulandari menghela nafasnya pasrah.

'bukan hanya menjadikan aku seorang ibu dari dua anak kecil... Tapi juga menjadikan ku janda... Bukankah ini sudah sangat keterlaluan!' Wulandari hanya bisa berteriak-teriak dalam benaknya mengutuki nasibnya saat ini.

"Argh!" Lithera menjambak rambutnya dengan kasar dan frustasi.

"Apa mama baik-baik saja?" Tanya Vion yang mulai kembali menangis.

Wulandari menghela nafasnya, dia segera memeluk Vion dengan hangat.

"Jangan menangis. Aku hanya... Sedikit... Frusta...." Lithera menghentikan kata-katanya, dia memaksakan senyumnya pada dua anak manis yang sangat khawatir padanya saat ini.

"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir." Lithera tersenyum lebar seraya menatap hangat dua anak mungil di hadapannya.

Dia tahu persis bagaimana kehidupannya tanpa ada orang tua bersamanya. Bahkan mungkin neraka jauh lebih baik daripada kehidupannya. Untuk itulah dia tidak ingin membuat khawatir anak-anak malang itu.

"Aku... Ekhemm!" Wulandari mencoba untuk mencairkan suasana, dia merasa kesulitan untuk menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'mama' untuk kedua anak kecil di pelukannya itu.

"Mama tidak apa-apa." Ucapnya dengan kaku.

"Hanya saja, mama sedikit sakit kepala." Tambahnya seraya mengusap lembut kepala Vion dan Ashley, "maaf sudah membuat kalian khawatir." Wulandari tersenyum lebar pada dua anak manis yang kini entah bagaimana menjadi anaknya.

"Apa mama sekarang baik-baik saja?" Tanya Vion yang masih terlihat sangat khawatir.

"Memangnya apa yang terjadi pada ku kemarin-kemarin?" tanya Wulandari. Dia ingin tahu bagaimana Lithera asli meninggal.

'Tidak mungkin dia juga di bunuh, kan?'

"Mama tiba-tiba tidak sadarkan diri beberapa hari yang lalu... Mungkin satu, dua, tiga..." Vion menghitung jari-jari mungilnya, "tiga hari... Mama tidak sadarkan diri selama tiga hari." Jelasnya dengan senyum bangga. Karena dia bisa menghitung jumlah hari dimana Wulandari atau Lithera tidak sadarkan diri.

"Jadi, Lithera mati saat itu. Syukurlah bukan dibunuh." Gumamnya.

Dia melihat ke arah Ashley yang terus menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa di ketahui apa maksudnya.

Wulandari tersenyum lebar seraya mengelus rambutnya dengan lembut, "mama sudah tidak apa-apa lagi. Mama hanya kehilangan sedikit ingatan mama sejenak tadi. Sekarang mama sudah jauh lebih baik." Ucapnya dengan lembut. Dia tidak ingin melihat ekspresi seperti itu di wajah anak mungil yang sepertinya sangat ketakutan untuk kehilangannya.

"Kami sangat ketakutan saat mama tiba-tiba tidak sadarkan diri." Ashley memeluk Wulandari dengan erat, dia kini terisak di pelukannya.

"Tidak apa-apa Ashley. Entah seperti apa Lithera, sekarang ini aku adalah mama kalian berdua. Akh akan berusaha semampu ku untuk menjaga dan merawat kalian berdua dengan penuh cinta. Entah kehidupan apa yang akan terjadi di depan kita nantinya, aku tidak akan pernah melepaskan tangan kalian berdua. Kalian adalah anak-anak Lithera, karena aku adalah Lithera saat ini, aku akan menjadi ibu terbaik di dunia, walaupun aku belum pernah melakukannya sebelumnya. Kalian bisa percaya padaku, bukan?"Wulandari tersenyum lebar. Dia terus mengusap lembut kepala Vion dan Ashley.

Dia yakin Vion dan Ashley tidak akan mengetahui apa yang dia katakan barusan. Mengingat mereka adalah anak-anak kecil.

"Mulai hari ini aku akan hidup sebagai Lithera, sebagai ibu kalian. Percaya padaku, kalau aku akan membuat kalian menjadi anak-anak paling bahagia di dunia ini." Ucapnya dengan penuh semangat.

"Sepertinya aku akan terjebak selamanya di sini, jadi akan jauh lebih baik kalau aku menerima semuanya dengan lapang dada. Akh tidak mau menjadi cepat tua karena kekonyolan takdir ku ini... Mulai sekarang tidak ada lagi Wulandari, yang ada hanyalah Lithera!" Gumamnya lagi

"Jadi, ini rumah kita?" melihat ke sekelilingnya. Dia baru menyadari kalau tempat tinggalnya sangat sederhana atau bahkan bisa di bilang sangat bobrok untuk di sebut sebagai rumah.

Dia juga melihat potongan ubi jalar berwarna ungu yang sudah entah beberapa hari ada di sana. Karena lalat buah sudah beterbangan di sekelilingnya.

"Haaaa... Sepertinya Tuhan benar-benar suka bercanda denganku..." Desahnya pasrah.

Lithera beranjak dari posisinya. Dia menuntun Ashley dan Vion untuk keluar dari rumah mereka.dia ingin melihat seperti apa kehidupan di tempat barunya.

Lithera membuka pintu rumahnya yang seakan-akan roboh ketika dia menariknya dengan kekuatan penuh. Namun dia tidak memperdulikannya. Dia membuka pintunya, membuat cahaya matahari yang begitu menyilaukan mengenai matanya.

Lithera melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu, dia melihat ke sekelilingnya, dimana dia hanya melihat pepohonan besar yang seolah-olah menjadi tetangganya selama ini.

"Haaa... Tidakkah ini keterlaluan?! Bukan hanya aku menjadi janda dengan dua anak! Kamu juga membuat ku hidup dengan payah di rumah yang akan roboh hanya dengan satu sentuhan! Dan kini kamu juga membuat ku hidup bertetangga dengan pepohonan besar?! Astaga! Benar-benar sialan!" Teriak Lithera dengan muak. Dia tidak peduli dengan ekspresi wajah Ashley dan Vion yang kebingungan. Saat ini dia hanya ingin melontarkan segala macam kekesalannya.

Lithera masih mencoba mengatur nafasnya yang memburu setelah meneriakkan semua kekesalannya tadi. Dia melihat ke sekelilingnya, dimana dia berada di tengah-tengah sebuah hutan tanpa ada satu orangpun selain dirinya dan kedua anaknya.

"Grrrrhhhh..."

Lithera terkejut saat mendengar suara binatang buas yang sepertinya sedang bergerak mendekat kearahnya.

"Apa itu?" Dia melihat ke arah Ashley dan Vion yang justru tampak biasa saja seolah-olah itu bukan apa-apa.

"Sepertinya ada harimau lagi." Jawab Vion dengan polosnya.

"Lagi?" Lithera masih tidak percaya pada apa yang di dengarnya.

Dia semakin tidak mengerti setelah melihat Ashley yang terburu-buru masuk ke dalam rumah, setelah beberapa saat keluar lagi dengan pedang panjang di tangannya.

"Mama... Ini." Ucapnya seraya menyerahkan pedang panjang itu kepadanya seolah-olah itu ada sebuah kebiasaannya.

"Pedang? Apa yang harus aku lakukan dengan ini?" Lithera menatap wajah kedua anaknya yang justru tampak senang dan bersemangat.

'bukankah mereka aneh? Anak-anak kecil sepertinya akan ketakutan setengah mati saat mendengar auman harimau... Tapi mereka justru sangat senang dan bersemangat?'

"Kita akan makan daging malam ini , iya kan ma?"

"Ayo mama! Kalahkan harimau itu" Tambah Ashley yang semakin bersemangat.

"Ha ha ha.... Bukankah kalian terlalu menilai ku dengan sangat tinggi." Lithera tertawa pasrah seraya mengambil pedang panjang dari tangan Ashley, "kalian bahkan menyerahkan nyawa kalian pada gadis yang baru pertama kalinya memegang pedang..." lagi-lagi Lithera menghela nafasnya dengan pasrah.

"Sepertinya bukan hanya aku hidup susah sebagai janda dengan dua anak. Tapi aku juga hidup berdampingan dengan pepohonan besar dan binatang buas. Dan lagi, sepertinya aku sangat terbiasa menghadapi harimau dengan pedang ini untuk di jadikan sebagai makan malam kami."

Lithera mengangkat pedangnya bersiap-siap, saat dia melihat harimau yang sangat besar berjalan dengan sombongnya ke arahnya, "entah siapa yang akan menjadi makanan di sini... Tapi yang jelas sepertinya aku yang akan menjadi makan malamnya nanti." Lithera tersenyum pasrah pada Ashley dan Vion yang justru tampak begitu bersemangat.

"Aah sialan!" Kesal Lithera.

"Ah! Situasi macam apa ini?!" Teriaknya keras.

.

.

kalian tidak akan mengerti walaupun aku menjelaskannya.

.

.

Malam itu mereka benar-benar makan daging harimau. Entah bagaimana Lithera bisa mengalahkan harimau itu dengan pedangnya. Walaupun ukuran tubuh harimau itu bisa di bilang berkali-kali lipat lebih besar dari ukuran tubuhnya.

Pagi harinya Lithera sudah merasa jauh lebih baik. Walaupun dia masih berada di tubuh barunya, dia mulai bisa menerimanya.

"Ini lebih baik daripada mati, kan?" Ucapnya seraya berjalan ke arah cermin

"Siapa sebenarnya 'Lithera' ini?" Wulandari memandangi wajahnya dari cermin retak yang tergantung di dinding kamarnya. Dia mengingat bagaimana dia bisa bergerak dengan cepat menghindari serangan harimau dan juga bisa menggerakkan pedangnya begitu akurat untuk menyayat harimau besar itu dengan sangat mudah.

"Apa aku semacam pendekar? Atau semacamnya? Mungkin aku memiliki kekuatan super seperti Spiderman dan kawan-kawannya..." Gumamnya seraya terus menatap wajahnya di cermin.

"Waaah, tidak heran dia hidup di tengah hutan seperti ini tanpa rasa takut. Itu karena dia tidak perlu khawatir, mengingat dia sangat kuat untuk bisa melindungi dirinya dan anak-anaknya." Lithera duduk di tepi tempat tidurnya. Dia masih tidak percaya dia hidup di antah berantah, di tempat yang sama sekali tidak dia ketahui. Bukan hanya itu, dia bahkan tidak bisa bertanya pada siapapun.

"Sepertinya aku harus keluar dari hutan ini untuk mengetahui dimana aku berada saat ini. Mungkin saja akh bisa kembali ke tempat di mana 'Wulandari' tinggal."

"Aku bahkan sama sekali tidak memiliki uang... Bagaimana Lithera bisa hidup seperti ini! Bukankah keterlaluan sekali untuk tidak berjuang mati-matian mencari uang! Sialan! Bisa-bisanya dia hidup santai dengan hanya makan daging harimau setiap hari! Tidakkah kamu seharusnya berjuang keras untuk membeli rumah di kota besar?! Setidaknya pikirkan untuk membeli pakaian bagus! Aku bahkan harus menyikat banyak toilet untuk bisa makan! Tega-teganya dia tidak memiliki uang sepeserpun! Itu kejahatan!!!" Lithera menghela nafasnya kesal setelah puas mengeluarkan kekesalannya.

"Waaah! Aku masih belum terbiasa dengan warna rambut ini dan mata ini, begitu juga dengan warna rambut biru milih Ashley dan Vion." Lithera mengusap rambutnya seraya terus memperhatikannya, "bagaimana warna rambut kami berwarna-warni seperti ini. Apa Lithera termasuk dalam suku tertentu di tempat ini?"

"Dan pakaian ini... Pakaian macam apa ini?" Lithera melihat ke tubuhnya sendiri. Di mana dia memakai pakaian yang sangat sederhana namun berlapis-lapis, "ini bukan seperti pakaian jaman dulu ataupun pakaian adat dari manapun. Ini seperti pakaian yang di pakai oleh orang biasa di sebuah kerajaan yang ada di manhua yang sering aku lihat di salah satu situs terkenal. Ini juga bisa di bilang mirip dengan pakaian yang di pakai pelayan di kerajaan Inggris jaman dulu." Lithera menghembuskan nafasnya dengan kasar, "sepertinya aku terlalu banyak pikiran! Aku bahkan berfikir aku adalah commoner" Desahnya pasrah.

"Mama..." Lithera tersentak saat mendengar suara Ashley memanggilnya.

"Iya Ashley, apa kamu butuh sesuatu?" Tanya Lithera dengan senyuman lebarnya.

Ashley mungkin terlihat seperti anak kecil pada umumnya. Tapi sebenarnya dia berfikir jauh lebih dewasa dari yang terlihat.

"Makanan sudah siap, ma." Jawabnya, "ayo kita makan bersama. Vion sudah menunggu di luar." Ashley menarik tangan Lithera agar segera mengikutinya.

Sesampainya di sana, Lithera melihat Vion yang sedang membakar daging harimau sisa semalam di luar rumah. Lithera juga melihat Ashley yang sedang menjemur potongan daging harimau untuk di keringkan.

"Sepertinya kita tidak perlu khawatir kelaparan untuk beberapa hari kedepan." Ucapnya seraya duduk di sebelah Vion. Kemudian mengambil potongan daging yang sudah matang, dan dengan cepat memasukkan ke dalam mulutnya.

"Mmmm... Sangat enak!" Walaupun hanya di bakar begitu saja, rasanya cukup enak di lidahnya, "ayo! Ashley, kamu juga harus makan." Lithera tersenyum lebar pada Ashley yang segera datang mendekatinya.

Mereka bertiga makan bersama dengan bahagia tanpa memikirkan apapun.

Setelah selesai, Lithera bersiap untuk pergi berkeliling hutan, dia ingin tahu apa yang bisa dia temukan di sana. Mungkin saja dia bertemu dengan seseorang yang bisa dia ajak bicara.

"Aku harap aku tidak bertemu dengan harimau atau semacamnya..." Ucapnya seraya mengambil pedang panjangnya untuk di bawanya. Dia harus berjaga-jaga kalau-kalau nantinya dia bertemu dengan harimau atau hewan buas lainnya dalam perjalanannya.

"Mama pergi berburu lagi? Kita masih punya banyak makanan, bukan?" Tanya Ashley saat melihat Lithera bersiap-siap.

"Mmm... Aku hanya ingin berkeliling. Siapa tahu aku dapat sesuatu yang berguna." Jawab Lithera, "kalian berdua harus tetap di rumah. Jangan keluar dari rumah sampai aku kembali. Kalian mengerti?" Ashley dan Vion menganggukkan kepala mereka.

"Mama, bawakan buah delima yang ada di tepi sungai. Sepertinya sudah banyak yang matang." Pinta Vion dengan begitu menggemaskan.

"Sungai?" Lithera mengernyitkan keningnya. Dia sama sekali tidak tahu apa ada sungai di tempat itu atau tidak. Dia juga tidak tahu di posisi mana sungai itu berada.

"Ah... Tentu saja!" Jawabnya dengan cepat. Walaupun dia tidak tahu di mana sungai itu berada. Tapi dia yakin, kalau dia bisa menemukannya.

"Mama berangkat sekarang. Kalian ingat baik-baik ucapan ku tadi, jangan keluar dari rumah. Mengerti?"

"Mengerti ma..." Jawab Ashley dan Vion secara bersamaan.

"Anak pintar!" Lithera menjatuhkan ciuman di pipi Ashley dan Vion secara bergantian. Setelah itu dia melambaikan tangannya pada mereka berdua sebelum dia keluar dari rumahnya.

"Jadi, dimana sungai itu berada?" Tanya Lithera pada dirinya sendiri. Dia mencoba untuk mendengarkan suara aliran air sungai, agar dia bisa mencari tahu dimana posisi sungai itu berada.

"Jika aku mengikuti arah aliran air sungai... Mungkin saja aku akan menemukan pemukiman nantinya..." Ucapnya seraya terus berjalan ke arah yang bahkan tidak dia ketahui.

Lithera tersenyum lebar saat matanya melihat air jernih yang mengalir tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Waaah... Benar-benar ada sungai di dekat sini." Ucapnya senang. Dia juga melihat pohon delima yang sudah masak begitu banyak, "Vion dan Ashley akan sangat senang saat aku membawa pulang buah yang sangat banyak ini." Lithera segera berjalan mendekati pohon delima. Namun belum juga sampai di sana, dia terkejut saat melihat di bawah pohon delima ada seseorang yang sedang terduduk dengan banyak luka di tubuhnya.

"Gosh! Dia mengejutkanku!" Mendengar suara Lithera pria dengan banyak luka itu juga terkejut. Dia dengan cepat mengarahkan belatinya ke arah Lithera. Seakan-akan mengerti adanya bahaya, tangan Lithera juga bergerak dengan cepat mengarahkan pedangnya ke arah pria itu.

"Sepertinya kamu yang akan mati terlebih dulu, tuan!" Ucap Lithera dengan senyuman puasnya.

Lithera melihat wajah pria yang penuh luka, dia hampir tidak bisa melihat wajahnya karena darah hampir menutupi seluruhnya. Hanya rambutnya yang berwarna merah menyala yang bisa di lihat, dan tatapan matanya yang merah darah pekat terlihat begitu dingin dan tajam ke arahnya. Lithera bisa melihat dengan sangat jelas, betapa mengerikannya tatapan itu. Namun sepertinya tubuh Lithera sama sekali tidak bereaksi. Seolah-olah dia sudah sangat terbiasa menghadapi tatapan mematikan seperti itu.

Lithera kembali fokus pada rambut merah menyala yang di miliki pria di depannya.

'sepertinya tempat ini memang di huni oleh orang-orang dengan rambut berwarna-warni.'

"Hei rambut merah! Aku tidak peduli siapa kamu. Aku hanya ingin mengambil buah dari pohon ini, tapi kamu justru mengarahkan belatimu padaku, aku tidak bisa menerimanya." Ucap Lithera seraya mengarahkan pedangnya ke arah di mana buah delima matang berada.

Begitu juga dengan pria terluka itu, dia juga mengikuti arah pedang panjang Lithera yang mengarah ke atas pohon delima.

"Pomegranate." Lithera tersenyum lebar sembari mengambil salah satu buah delima dengan pedangnya.

Swosssshhh

Lithera terkejut saat tiba-tiba dia merasakan seseorang yang menghampirinya dan menyerangnya dengan sangat cepat, namun entah bagaimana Lithera dengan cepat bisa menanganinya. Dengan cepat tangannya bergerak untuk menahan serangan pedang yang datang entah dari mana.

Lithera terkejut dengan kemampuannya sendiri, "sepertinya Lithera memang bukan manusia biasa" gumamnya.

Lithera terkejut saat melihat di hadapannya, ada dua pria dan satu wanita. Dimana dua pria itu tengah mengarahkan pedangnya padanya dan berhasil dia tangkis, dan seorang wanita yang entah sedang melakukan apa untuk menyerangnya.

"Apa mereka musuh Lithera?" Tanya Lithera dalam hatinya, "tapi sepertinya bukan. Lithera bahkan hidup jauh dari manusia lain, kenapa dia harus memiliki musuh? Binatang buas sudah cukup menjadi musuhnya kenapa dia harus bermusuhan dengan manusia juga?!" Lithera menghembuskan nafasnya dengan frustasi.

"Waaah... Ini benar-benar membuat frustasi. Bukankah ini berlebihan, ini bahkan baru kedua kakinya aku memegang pedang. Tapi aku sudah harus menghadapi hal semacam ini? Bukankah kalian terlalu menilai tinggi tentang ku!" Teriak Lithera kesal.

"Apa yang wanita gila ini katakan?!" Desis pria berambut orange.

"Wanita gila?! " Lithera menyibakkan rambutnya ke belakang dengan tangannya, "dasar kepala jeruk Mandarin! Beraninya mengatakan aku wanita gila! Melihat kepala mu saja sudah membuat ku kehilangan akal, da sekarang kamu menyebutku dengan sebutan itu. Padahal aku sedang berusaha sekuat tenaga ku untuk menahan diri agar tetap 'sehat'. Hhaa!" Lithera menghembuskan nafasnya dengan kasar, "bukankah kamu sudah sangat keterlaluan!"

Mendengar itu orang-orang yang ada di sana terdiam sesaat dengan ekspresi wajah kebingungan mereka. Namun setelahnya kepala orange kembali mengangkat pedangnya dan mengarahkannya pada Lithera.

"Omong kosong apa yang kamu bicarakan!!!" Teriaknya marah.

Lithera hanya menghela nafasnya dengan pasrah.

"Kalian tidak akan pernah mengerti walaupun aku menjelaskannya. Kalian terlalu bodoh untuk itu." Jawabnya dengan santai dan pasrah.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!