ADELINE
Memakan waktu sekitar satu bulan untuk Adeline menyusun strategi yang panjang dan rumit hanya untuk mencuri satu batang lilin dari ruangan yang dijaga ketat oleh prajurit. Lilin bukan sembarang lilin yang dicuri oleh Adeline. Lilin itu adalah lilin ajaib yang dilengkapi dengan kertas mantra untuk masuk ke dalam ruangan terlarang.
Berulang kali rencananya gagal karena kurang tepat waktu pelaksanaan pencuriannya sehingga sering kali ketahuan oleh prajurit yang berjaga di sekitar ruangan itu. Tapi Adeline tidak pernah menyerah untuk bisa masuk ke sana.
Hingga tiga hari lalu, Adeline berhasil membawa kabur tiga batang lilin sekaligus untuk berjaga-jaga takut satu lilin saja tidak cukup.
Dan akhirnya hari ini, strategi yang terakhir yaitu untuk masuk ke ruangan terlarang berhasil Adeline laksanakan. Adeline berhasil masuk ke dalam ruangan itu tanpa ketahuan oleh prajurit.
Bruk!
Pintu ruangan itu tertutup rapat kembali setelah Adeline masuk dengan tiga lilin, satu kotak korek kayu, dan satu mangkuk kayu di tangannya.
Kini Adeline berlutut di depan batu bata tebal tiga lapis yang tersusun rapi membentuk lingkaran besar dengan bunga-bunga segar yang berada di sekitarnya dan dua tiang tempat api di depannya. Adeline memperhatikan dengan lamat bangunan itu dari ujung kiri ke ujung kanan.
"Wow!" Kagumnya melihat bangunan cantik namun mematikan itu.
Mengingat waktu yang dipunya tidak lama sebelum ada yang mengetahui keberadaannya, Adeline cepat-cepat membakar sumbu lilin dengan api yang sudah menyala di korek kayu ke empat. Setetes lilin yang mencair menjadi penegak lilin di dalam mangkuk.
Mangkuk dengan sebatang lilin yang menyala di angkat hingga batas dada. Adeline termenung ketika melihat api pada lilin itu menyala dengan terang dan tenang. Ingatannya berputar pada kenangan semasa hidupnya di kerajaan Elston yang dibangun oleh nenek moyangnya.
"Aku harus pergi! Tapi Ratu? Aku tidak sanggup untuk meninggalkannya. Tapi Ratu memaksa aku untuk menikah dengan laki-laki yang tidak aku cinta. Tapi bagaimana Ratu jika tidak ada aku? Tapi Ratu tidak perduli dengan perasaan aku. Tapi... Tapi... Tapi..."
Terlalu banyak tapi dalam hati nya. Kini air mata Adeline berjatuhan dengan deras. Setengah hatinya memaksa untuk pergi, tapi setengah hatinya berat untuk meninggalkan dan mengubah semuanya.
Adeline menarik napas panjang, membenamkan matanya sejenak, lalu kembali mendongak.
Dengan perasaan sedikit lega, Adeline mulai membacakan mantranya. "Wahai pintu ajaib, terbukalah untukku, aku akan pergi ke dunia lain dengan meninggalkan raga ku di dunia ini."
Seperti pertunjukan sihir yang sering kali Adeline lihat di ruangan neneknya, asap berwarna hitam dan putih bermunculan entah dari mana asalnya menutupi bangunan batu bata itu. Adeline jelas panik, hatinya ragu ini akan berhasil atau gagal. Tapi Adeline tetap mengeratkan tangannya untuk memegang mangkuk dengan lilin yang apinya masih berkobar namun saat ini berkobar dengan tidak tenang seperti ada angin kencang yang meniup nya.
Semakin banyak asap yang bermunculan namun kini lebih dominan putih warnanya. Adeline takut. Konsekuensi yang harus didapatkannya sangat berat jika yang dilakukannya sekarang tidak berhasil. Namun Adeline berani menerima konsekuensinya jika ini gagal, karena Adeline sudah memikirkan resiko itu dari jauh jauh hari.
"Siapa di dalam sana? Sedang apa kamu di dalam sana?"
Dug!
Dug!
Dug!
Ketakutan Adeline semakin meningkat ketika prajurit berteriak dan memukul pintu ruangan itu. Fokus Adeline sekarang terbagi menjadi dua.
"Wahai pintu ajaib, terbukalah untukku, aku akan pergi ke dunia lain dengan meninggalkan raga ku di dunia ini." Adeline membacakan mantra itu sekali lagi dengan suara bergetar. Air mata nya dibiarkan menggenang di pelupuk mata nya.
Berhasil!
Asap putih tadi kini menghilang dan memperlihatkan cahaya putih melingkar sesuai dengan bentuk bangunan tadi.
Adeline bernapas lega. Mangkuk dengan lilin yang apinya sudah mati diturunkan secara perlahan.
"Terbukalah, terbukalah, pintu ruangan ajaib." Suara yang Adeline sangat kenal yaitu suara Raja atau sang ayah menggelegar di luar sana.
Pintu ruangan itu perlahan terbuka. Adeline langsung berdiri dengan tangan yang meraih sekotak korek api. Adelin langsung melangkahkan kakinya dengan cepat menuju pintu ajaib bercahaya putih yang sudah dibacakan mantra tadi.
"Adeline!" Ratu Ameera atau sang ibu berteriak.
Sial.
Ada Raja dan Ratu dari keluarga Adeline juga Raja dan Ratu dari kerajaan Hilmar beserta beberapa prajurit, serta laki-laki yang Adeline sangat hindari yaitu Kagendra Maduswara yang berdiri di belakang Raja Hilmar dengan tatapan tajamnya.
Raja kelima Elston yang berdiri paling depan meluruskan tangannya ke samping sebagai tanda berhenti untuk beberapa orang yang ada di belakangnya.
Jika dilihat dari sudut ruangan, posisi mereka seperti prajurit yang akan berperang 1 VS 10. Adeline masih berdiri dengan kaki kirinya hampir menyentuh cahaya putih yang masih bersinar. Sedangkan yang lainnya berhenti di dekat pintu ruangan itu jauh dari Adeline.
"Jangan kamu coba-coba untuk masuk ke sana, Adeline!" Raja Elston melarang putrinya dengan posisi yang berdiri jauh dari cahaya putih itu. "Kamu tahu kan apa akibatnya jika kamu masuk ke sana?"
Adeline tersenyum. "Saya tahu yang mulia. Sebab dari itu saya melakukan semua ini."
"Untuk apa kamu melakukan ini? Kamu penasaran? Kamu ingin tahu bagaimana bentuknya setelah dibacakan mantra?" tanya Ratu Ameera.
"Tidak. Aku tidak penasaran karena aku sudah tahu, Ratu."
"Lalu untuk apa kamu di sana sekarang, Adeline?"
"Untuk apalagi? Untuk pergi ke dunia lain. Aku ingin pergi ke sana."
Ratu Ameera menampakkan wajah cemas nya. Hatinya sangat sakit seperti tertusuk pedang sakti. "Sudah gila kamu, Adeline!"
"Benar. Sepertinya aku begitu. Aku gila? Benar, sepertinya aku sudah gila sekarang. Aku gila."
Semua orang di belakang Raja dan Ratu Elston saling berpandangan namun mereka tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Mereka bingung ada apa sebenarnya dengan Adeline.
"Sebaiknya sekarang kamu menjauh dari sana, Adeline. Itu bahaya. Itu bukan mainan untuk kamu."
"Benar. Karena ini mainan untuk yang mulia. Yang menurutnya berkhianat akan dikirimkan ke sana tanpa didengarkan dahulu alasan dan permohonan ampun mereka. Termasuk Sambara, laki-laki polos yang tidak terlalu mengerti tentang perasaan itu malah dikirimkan ke sana hanya karena... dia mencintai aku." Air mata Adeline mengalir di pipi halusnya. Adeline teringat kembali pada Sambara, laki-laki baik yang tidak sengaja jatuh hati kepada wanita yang berbeda kasta dengannya.
"Jangan kamu bahas tentang laki-laki itu lagi dihadapan saya!" Raja Elston menaikkan nada suaranya.
"Lupakan tentang dia, Adeline. Lihat laki-laki ini." Ratu Ameera menarik dengan pelan lengan Kagendra. "Dia lebih mencintai kamu."
"Bukan dia yang aku mau. Aku hanya mencintai Sambara."
"Berani kamu menyebut namanya sekali lagi, saya akan menarik paksa kamu dari sana dan membawa kamu ke ruang hukuman."
"Tidak perlu yang mulia. Saya akan membawa jiwa saya ke ruang hukuman saya sendiri," ucap Adeline dengan penuh percaya diri membuat orang-orang yang ada jauh di depannya cemas.
"Sudah berulang kali aku memohon untuk dibebaskan dalam menentukan apapun termasuk pasangan hidupku, namun kalian tetap dengan keputusan kalian. Maaf aku tidak bisa. Maaf aku akan menyerah, aku mengaku kalah dan salah. Mungkin dosa akan menyertaiku di dunia ini. Terimakasih untuk semua yang telah kalian berikan kepada aku. Izinkan aku untuk menemukan kebebasan dan izinkan aku menemukan cinta ku yang hilang."
"Aku menyayangimu Raja dan Ratu. Terimakasih." Kedua tangannya ditumpuk di atas perut, lalu Adeline sedikit membungkukkan badannya sebagai salam penghormatan terakhir kepada kedua orang tuanya.
Adeline melangkahkan kedua kakinya masuk ke dalam cahaya putih. Asap putih kembali menyelimuti bangunan berbentuk lingkaran itu. Tidak lagi kelihatan wujud Adeline yang bernyawa membuat Ratu Ameera menjerit meneriakkan nama putri kesayangannya dengan air mata yang mengalir deras. Yang lainnya tentu juga meneteskan air matanya atas kepergian Adeline.
Sedangkan di balik asap putih, di tengah bangunan lingkaran, tubuh Adeline perlahan melemas hingga dalam hitungan beberapa detik saja raga itu jatuh dengan jiwa nya yang hilang.
Kini Adeline berpindah dunia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
IndraAsya
👣👣👣
2023-12-02
0
yumin kwan
sebuket bunga utk Adeline. baru Nemu nih....semoga sampai tamat di sini ya.
2023-11-16
1
tsuraya kenko
woww... awal yg keren.
lanjut thor
2023-11-09
1