Suami Kontrak Yang Kucinta
Kediaman keluarga Atmaja, ruang bersantai keluarga.
"Ayah tidak mau tahu, bulan depan kamu harus sudah menikah. Titik!" Suara bariton mengisi ruangan, dengan mata nanar dan jari telunjuk yang tegak lurus.
"Bulan depan?" Seorang gadis tiga puluhan tahun hampir tersedak napasnya sendiri saat pria enam puluhan tahun, mendesaknya untuk segera menikah.
"Ayah jangan memaksaku seperti ini. Ayah kira mencari suami semudah membeli ikan di pasar, yang bisa kita pilih di tempat? Tentunya aku harus melihat calon suamiku ini dari Bibit, Bebet dan Bobot, seperti yang Ayah selalu katakan padaku."
"Tentu saja itu benar, kamu harus mencari calon suami yang jelas dari segi pendidikannya, keluarganya dan pekerjaannya. Ayah mengatakan itu agar kamu mendapatkan suami yang terbaik. Jangan seperti berandalan di luaran sana atau pengangguran yang akan hanya menghabiskan semua harta keluarga!"
@@@@$$$
"Aku tahu itu, tapi ..."
"Tapi, apa? Ayah sudah mengenalkan banyak pria padamu. Mulai dari anak Mentri, Pejabat Tinggi Pemerintah, sampai pengusaha muda sudah Ayah kenalkan padamu, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang kamu pilih. Sebenarnya pria seperti apa yang kamu inginkan, sehingga kamu bertahan sampai di usia ini?"
"Semua pria itu sama saja, Ayah. Sama-sama hanya bisa menyakiti hati wanita! Mereka datang dengan kata-kata yang manis dan setelahnya mereka pergi dengan meninggalkan luka. Cover mereka boleh saja bagus. Akan tetapi, isinya busuk. Pria hanya bisa meninggalkan luka tanpa tahu cara untuk menyembuhkannya!"
Niken Angelista Atmaja, terpaksa meninggikan suaranya di depan sang Ayah. Bahkan matanya membulat sempurna saat Bambang Adi Atmaja terus memaksanya untuk menikah. Bagi Niken, pria di luaran sana sama saja. Dari luar mereka tampak sempurna, tetapi hati mereka sangat busuk.
Niken sendiri tidak dapat menyembunyikan kekesalannya karena setiap hari selalu ditanya kapan nikah? Sedangkan Bambang Adi Atmaja hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar, merasa pusing karena setiap hari harus saja berdebat seperti ini.
"Pokoknya, Ayah tidak mau tahu. Bulan depan kamu harus menikah. Jika kamu tidak ingin menikah juga, maka jangan salahkan Ayah kalau perusahaan AP Grup jatuh ke tangan Cristie. Ini sudah menjadi keputusan Ayah dan kamu tidak akan bisa mengubahnya."
Mata Niken semakin melebar saat nama Cristie disebut, "Aku keberatan. Aku menolak keputusan Ayah ini! Apa-apaan ini, anak manja seperti dia dijadikan pewaris AP Grup. Apa Ayah ingin seluruh karyawan kita tidak mendapat gaji karena pemimpin mereka manja dan tidak kompeten?" Dia mengangkat tangannya merasa bahwa keputusan ayahnya diambil secara sepihak tanpa ada perundingan bersama.
Niken mengenal sangat baik siapa itu Cristie dan menurutnya Cristie tidak cukup pantas untuk mengelolah AP Grup. Maka dari itu dia protes akan keputusan sang Ayah.
"Kalau begitu, cepat cari suami dan menikah! Jika memang kamu tidak ingin perusahaan AP Grup jatuh ke tangan Cristie."
Bambang Adi Atmaja, terus mengelah napas dari waktu ke waktu. Di usianya yang tidak lagi muda membuatnya cepat merasa lelah, ditambah harus menghadapi keras kepala sang putri tercinta membuat kepalanya kerap dilanda sakit yang luar biasa. Dia menjatuhkan diri ke sofa, seraya mengatur pernapasan agar emosi tidak kian memuncak.
Niken beringsut dari tempat duduknya, "Baik, kalau ini yang Ayah mau. Aku akan menikah, bukan bulan depan. Akan tetapi, Minggu ini aku akan menikah. Aku sendiri yang akan memilih priaku dan Ayah tidak boleh menolak keputusanku ini. Titik!"
Setelah berkata demikian, Niken pun menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja dan dia meraih tas branded miliknya yang ada di sofa. Dengan langkah yang tergesa-gesa, dia meninggalkan ruangan dengan perasaan kesal, marah dan lain-lainnya.
"Setiap hari memerintahkanku untuk menikah. Kalau begitu, kenapa dia saja yang seharusnya menikah? Memang Ayah kira mencari suami itu mudah?" gerutunya selama berjalan menuju pintu dan semua yang dikatakannya dapat didengar jelas oleh Bambang.
"Dasar anak itu, sungguh keras kepala," umpatnya kesal, seraya menatap wanita yang baru saja datang ke ruangan tersebut, "Dia sangat keras kepala, sudah tentu ini gara-gara sifatmu yang keras. Sifat keras kepalamu itu menurun langsung pada anak itu, sehingga dia berani menentang keputusanku," tuduhnya pada wanita yang usianya tidak lagi muda itu, tetapi tetap terlihat awet muda.
"Apa katamu?" bentaknya dengan mata membulat sempurna. Ia yang baru tiba di sana tidak terima akan perkataan yang Bambang lontarkan, sehingga ia meletakkan cangkir berisikan teh itu dengan kasar dan hampir tumpah.
Bambang Adi Atmaja menatap manik cantik dari wanita yang telah dinikahinya selama tiga puluh tahun tersebut, "Aku mengatakan, kalau sifat Niken menurut dari sifat ibunya yang keras kepala, yaitu kamu!" tunjuknya tanpa ragu.
Wanita, bernama lengkap Rosmita Citra Atmaja yang biasa akrab disapa Mama Mita itu berdengus kesal, saat sang suami mengarahkan tuduhan padanya yang sebenarnya tidak tahu menahu akar permasalahan tersebut?
@@@#$$
Mita pun menjatuhkan dirinya pada sofa, dia terus menatap Bambang dengan perasaan kesal dan tidak suka. Merasa mendapatkan tatapan tajam membuat Bambang, menegurnya. "Mengapa menatapku seperti itu? Aku tahu, kalau aku ini sangat tampan, tetapi tolong kita sedang membicarakan tentang Niken dan bukan mengagumi ketampananku."
Biarpun sudah berusia di atas enam puluh tahun, tetapi kenarsisan seorang Bambang Adi Atmaja tidak pernah hilang ditelan zaman. Mita yang mendengar hal tersebut, seolah ingin mengeluarkan Kembali isi perutnya.
"Bagaimana bisa di usiamu sekarang, masih sempat-sempatnya kau memuji diri sendiri. Kalau kata anak zaman sekarang tuh, 'Kepedean banget'. Kamu itu terlalu percaya diri, sampai-sampai aku ingin muntah. Apa tidak malu dengan rambut yang hampir putih semua itu?" sindirnya dengan memicingkan mata dan membuang pandangannya ke sembarang arah.
Bambang pun terkekeh geli, "Sudah lupakan masalah ketampananku yang tidak ada tandingannya ini. Sekarang, kita bahas tentang putrimu yang keras kepala itu."
"Putriku? Putrimu juga, Tuan Bambang Adi Atmaja. Dia darah dagingmu. Bahkan dirimu sendiri yang menginginkan anak perempuan dibandingkan laki-laki. Jadi, dia itu anakmu juga." Mita mencemoohnya dengan tatapan tajam.
Bambang pun tidak mau kalah, "Tapi, dia lahir dari rahimmu jadi dia putrimu dan Niken sungguh mewarisi sifat keras kapalamu," balasnya berbalik menyindir, seraya menyandarkan tubuh yang telah rapuh itu pada sofa dan memejamkan mata dengan kedua tangan sebagai bantalan.
Mita semakin kesal dibuatnya, "Sifat seorang putri sudah tentu diturunkan langsung dari sifat ayahnya. Jika ayahnya keras kepala, maka putrinya pun akan sama keras kepalanya," paparnya yang tidak mau kalah.
Faktanya, seorang ayah adalah cinta pertama bagi seorang putri. Jika Niken bersikap keras kepala dan sulit diatur, pertanyaannya kembali pada Bambang, yang tidak lain adalah ayahnya.
Bambang pun merasa tersinggung atas ucapan Mita, dia sudah membuka mulutnya dan ingin mengutarakan pendapatnya. Namun, Mita menyergapnya dengan sindiran Kembali.
"Andai dirimu tidak memaksa Niken untuk menikah, maka dia tidak akan keras kepala seperti ini. Aku yakin, dia berani berkata kasar padamu karena kau terlalu memaksakan kehendakmu. Apa itu bukan disebut keras kepala?" hardiknya tanpa sedikitpun keraguan.
Bambang sudah mengacungkan jari telunjuknya, dia hendak membalas semua perkataan Mita. Namun, mendadak seluruh kalimatnya tertahan di tenggorokan, "Kau ..." Dia hanya bisa mengatakan satu kata, tanpa ada kelanjutannya.
Dia berdiri mematung untuk sesaat, sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya, "Dari pada aku terus berdebat denganmu di sini, sebaiknya aku pergi saja ke kantor. Mengurus pekerjaan di sana, dibandingkan harus berdebat dengan wanita yang keras kepala," cemoohnya seraya beringsut, menjauh dari Mita.
Mita menaikkan sebelah alisnya, sulit baginya untuk bisa menang dari Bambang yang tidak pernah mau mengalah itu. Pada akhirnya, dia hanya bisa menahan senyumannya karena melihat ekspresi Bambang yang marah sekaligus kesal.
"Supri! Siapkan mobil! Aku ingin pergi ke kantor!" teriaknya, pada supir pribadinya.
Bambang sempat melirik ke arah Mita yang tengah menahan tawanya, "Supri! Aku harap kau tidak memiliki istri yang keras kepala, atau hidupmu akan sangat menderita," sindirnya yang sangat jelas diperuntukkan untuk Mita.
Mita ingin mengumpat, tetapi dia menahannya dan memilih diam. Setelah puas menyindir istrinya sendiri, barulah Bambang membawa langkahnya pergi dari sana. Biarpun demikian, Mita bisa mendengar suaminya yang masih menggerutu.
"Walau sudah kepala enam, tetapi sifatnya masih saja seperti remaja. Dasar!"
Mita menggelengkan kepalanya, setiap pagi dia selalu disuguhkan drama perdebatan antara Niken dengan ayahnya. Ini sudah berjalan sejak lama, drama dimulai saat usia Niken menginjak tiga puluhan tahun.
Mita sendiri dapat memahami kegelisahan yang ada pada suaminya karena dirinya pun merasakan hal yang sama. Usianya dan Bambang sudah tidak lagi muda. Dia juga ingin melihat Niken berkeluarga dan sudah tidak sabar ingin menggendong seorang cucu.
Mita kerap kali merasa sedih karena di antara semua teman-teman sosialitanya, hanya dirinya yang belum memiliki cucu. Teman-temannya memang tidak menyinggung hal tersebut, tetapi Mita selalu sedih saat yang lain membahas tentang menantu dan anak cucu mereka.
"Semoga saja, Niken menemukan pria yang benar-benar menyayanginya. Aku hanya ingin dia bahagia. Ya Tuhan, pertemuan dia dengan jodoh terbaiknya. Amin."
Mita mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Dia hanya bisa berharap bahwasanya Niken bisa mendapatkan pria yang tulus mencintainya. Dia juga tidak henti-hentinya berdoa pada Sang Maha Esa untuk segera mempertemukan Niken dengan jodoh terbaiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Ais Twin
semangat berkarya Thor 💪🤗
2023-10-03
0