Niken segera menghentikan laju mobilnya, saat tiba-tiba Ardi memintanya untuk berhenti. Tidak lama setelah itu, Ardi keluar mobil tanpa berkata apa-apa. Niken menjadi cemas dibuatnya, dia segera melepas sibel, lalu menyusul Ardi. Langkahnya langsung terhenti di situ saat mendengar Ardi menyebut nama seseorang dan itu bukanlah namanya.
"Melati!" sebut Ardi lirih dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Niken langsung menjatuhkan pandangannya pada wanita yang jaraknya keberadaan tidak terlalu jauh dari Ardi.
Bukan karena penampilan wanita itu yang membuat Niken memicingkan matanya, tetapi saat Ardi menyebut wanita itu dengan nama 'Melati' membuat dia sedikit tersentak kaget.
"Inikah Melati, wanita yang sebelumnya telah siap untuk Ardi nikahi? Apakah dia wanita yang sama yang telah mencampakkan Ardi sebelum menikah dengannya? " Niken pun bertanya-tanya, akan sosok asli dari wanita dengan penampilan yang urak-urakan itu dan ada bekas lebam di pipinya, seperti habis terkena tamparan keras. Apakah ia benar-benar Melati?
Sementara itu, Melati mengangkat kepalanya segera menjatuhkan pandangan pada sosok pria yang memanggil namanya dengan sangat jelas.
Pria pemilik wajah yang tidak asing baginya. Pria yang sama, yang hendak menikahinya beberapa waktu lalu. Namun, rencana itu sirna karena kebodohannya sendiri.
Melati buru-buru memalingkan wajahnya, merasa malu saat Ardi menatapnya. Dia buru-buru ingin pergi dari sana. Namun, di waktu bersamaan Ardi langsung meraih tangannya, sehingga wanita yang sempat mengisi hatinya itu tidak jadi pergi.
"Kau berhutang penjelasan padaku, Melati. Kenapa saat itu kamu pergi dan hanya meninggalkan sepucuk surat untukku? Mengapa, Melati? Apa kau tidak yakin kalau diriku tidak akan mampu menafkahimu? Aku mampu Melati! Aku mampu memberimu nafkah lahir dan batin. Alasanmu pergi di hari pernikahan kita, sungguh membuatku kecewa."
Kata-katanya terdengar begitu menyayat. Ungkapnya langsung terlontar dari lubuk hati terdalamnya. Melati yang mendengarnya pun tertunduk malu. Dia berusaha untuk melepaskan genggaman Ardi.
"Tolong lepaskan tanganku. Kita tidak lagi memiliki hubungan apa-apa. Anggaplah kau tidak pernah bertemu denganku lagi. Lepaskan aku, Ardi!"
Sekeras tenaga dia ingin lepas dari Ardi. Namun, pria yang kini telah memiliki istri itu, tidak akan melepaskannya begitu saja. Ardi butuh penjelasan, dia ingin mendengar alasan kenapa mantan kekasihnya itu tega mencampakkan dirinya, tepat di hari pernikahan mereka.
Melati terus memohon untuk dilepaskan, tetapi tenaganya tidak mampu melawan Ardi yang jelas memiliki tenaga yang lebih besar.
PLAK ...
Melati melayangkan tamparan keras pada Ardi. Secara respect Niken menggerakkan kakinya hendak menolong suaminya. Namun, dia mengurungkan niatnya karena merasa ini bukan urusannya. Niken hanya ingin suaminya itu menyelesaikan masalahnya dengan wanita yang sempat mengisi hatinya itu.
Ardi memegangi pipinya, dia sudah melepaskan tangan Melati. "Tidak ada yang perlu untuk dijelaskan lagi. Kita bukan lagi sepasang kekasih seperti dulu. Kau boleh membenciku Ardi. Aku memang pantas untuk kau benci!"
Dia berkata dengan lantang yang disertai emosi pula. Ardi ingin membalasnya. Namun, tiba-tiba Melati merintih kesakitan.
"Aduh. Aduh, duh aduh. Perutku!"
Tubuhnya pun telungkup ke tanah. Ardi buru-buru mendekat dirinya. Niken pun berlari menghampiri.
"Ada apa Melati?" tanya Ardi cemas. Matanya berputar, mencari tahu apa yang sedang terjadi pada mantan kekasihnya tersebut.
"Perutku sakit!" jerit Melati, sembari memegangi bajunya.
Melihat Melati yang kesakitan, membuat Ardi sulit untuk mengambil tindakan. Pikirannya seolah kosong dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit. Ayo!" usul Niken cepat. Dia buru-buru membuka pintu mobilnya, agar Melati segera dibawa masuk.
Ardi pun menggendong Melati ala bridal style, dengan cepat dia membawa Melati masuk ke mobil dengan sedikit bantuan dari Niken, tubuh Melati berhasil dipindahkan.
"Ardi!" jeritannya sembari menggenggam erat tangan Ardi. Dia yang hendak keluar dari mobil pun menjadi tidak tega untuk meninggalkannya.
"Sebaiknya kau duduk di belakang saja dan temani dia. Kasihan dia. Melati sangat membutuhkanmu. Masuklah!" pintanya walau dengan berat hati.
Tanpa pikir panjang Ardi pun masuk ke mobil, lalu meletakkan kepala Melati di pangkuannya. Secara gamblang, dia menggenggam erat tangan mantan kekasihnya itu dan Niken dapat melihatnya dengan jelas.
Selama mengenal Ardi dan menjadi istrinya, Niken belum sekalipun digenggam seperti itu. Ada perasaan cemburu yang menyentil hatinya. Namun, dia segera menepisnya. Berusaha untuk tetap berpikir jernih.
Niken telah memasang sibel, lalu menyalakan mesin mobilnya. Sebelum itu, Niken lebih dulu melihat Ardi dari spion kecil yang berada di dalam mobilnya. Dia terus memerhatikan Ardi yang begitu cemas seraya menggenggam erat tangan wanita lain.
"Ardi!" Jeritan Melati kian menyayat hati. Niken pun segera tersadar dari lamunannya. Selanjutnya dia injak gas meninggalkan desa dengan segera.
"Ardi! Sakit!" Melati terus menjerit. Rasa sakitnya seperti ditusuk-tusuk ratusan pisau di perutnya. Keringat bercucur deras dari pori-pori kulitnya.
Ardi yang melihatnya pun ikut berkeringat. Niken ingin mengelap keringatnya, tetapi dia sulit untuk melakukannya dalam kondisi sedang menyetir. Maka dari itu, dia hanya menyerahkan kotak tisu pada Ardi.
Ardi buru-buru meraihnya dari tangan Niken. "Sama-sama," balas Niken, walaupun Ardi tidak mengucapkan terima kasih.
Mungkin terlalu panik, sampai dia lupa untuk mengucapkan terima kasih. Niken pun mengelah napas berat. Entah bagaimana, perasannya sekarang terasa sesak saat melihat Ardi begitu perhatian pada Melati, yang jelas-jelas telah menorehkan luka di hatinya?
"Fokus, Niken. Jangan pikir macam-macam. Tetap berpikir positif. Dia hanya kasihan saja pada mantan pacarnya. Jadi kamu tidak perlu merasa cemburu seperti ini," ungkapnya untuk menghibur dirinya sendiri.
Kata 'Cemburu' mungkin bisa menggambarkan perasaannya sekarang. Istri mana yang tidak cemburu, saat melihat suaminya menaruh perhatian lebih pada wanita lain? Wajar saja jika Niken sekarang memiliki perasaan tersebut karena Ardi adalah suaminya, sedangkan Melati sudah tidak memiliki hubungan apa-apa dengan suaminya tersebut.
Setelah menempuh perjalanan hampir empat puluh lima menit, akhirnya mereka sampai di rumah sakit terdekat. Andai bukan karena dihajar macet, maka mereka sudah sampai lebih awal.
Mobilnya berhenti tepat di depan pintu rumah sakit. Niken melepas sibel dan segera berlari ke belakang. Dia membukakan pintu untuk Ardi. Tanpa berlama-lama, Ardi langsung menggendong Melati keluar mobil.
Niken terlebih dulu menghubungi rumah sakit tersebut, sehingga Tim medis di sana sudah menunggu kedatangan mereka di sana.
Tubuh Melati segera dipindahkan ke Tandu untuk segera dibawa masuk. Jeritannya semakin menjadi-jadi. Niken yang melihatnya pun merasa iba.
Niken terus memerhatikan Melati dari kejauhan, seketika matanya melotot saat darah keluar dari kedua bagian kakinya.
Dia memberitahukan tim medis, dan mereka semakin mempercepat laju tandu agar Melati segera mendapatkan tindakan lebih lanjut.
"Ardi, tolong jangan beritahukan ini pada orang tuaku," pesannya dengan napas yang terputus-putus.
Ardi secara samar-samar mendengar pesan tersebut. Dia mengangguk, matanya berkata-kata, tetapi tidak sampai menangis.
Melati dibawa masuk ke ruang ICU. "Silahkan tunggu di luar, Tuan!" pinta salah satu perawat, yang telah menanti kedatangan mereka di sana.
Tim medis yang membantu tadi pun langsung meninggalkan area tersebut. Kini hanya ada Ardi dan Niken di sana.
Dia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya saat Melati dibawa masuk. Benaknya langsung memikirkan banyak hal. Niken pun memberanikan diri untuk mendekati suaminya tersebut, walau dia tidak yakin kehadirannya akan membantu atau tidak?
"Bersabarlah. Dia akan baik-baik saja. Dokter telah menanganinya. Jadi kamu tidak perlu cemas," ungkap Niken, sembari mengelus-elus bahu suaminya.
Ardi mengangkat kepalanya, langsung saja dia memeluk Niken. Lalu, menangis di pelukan sang istri.
Niken tidak tahu harus merasa bahagia atau sedih sekarang? Faktanya, Melati masih memiliki tempat lebih di hati suaminya, sedangkan dirinya. Mungkin, hanya tempat untuk bersandar saja.
"Tenangkan dirimu. Percuma kau menangis karena itu tidak akan membuat keadaannya membaik. Berdoalah! Minta pada-Nya untuk kesembuhan Melati. Insyaallah, Dia akan mengabulkan semua doa-doamu."
Niken berusaha untuk tetap tegar. Biarpun dia mengatakan itu semata-mata untuk memberi kekuatan pada suaminya, nyatanya tetap terasa sakit. Hatinya seperti dicubit oleh kenyataan. Fakta kalau Ardi masih sangat mencintai Melati, sedangkan dirinya, mungkin hanya krikil kecil yang tidak terlalu berarti apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments