"Oh, iya kapan kalian bertemu? Sejauh yang ayah lihat, kalian sepertinya sudah saling mengenal lama benarkah tebakan ayah ini, Niken?" lontarnya pada Niken, yang asyik memakan puding.
"Uhuk ... Uhuk ..." Niken pun tersedak puding. Pertanyaan yang meluncur bebas dari bibir Bambang Adi Atmaja membuatnya tersentak kaget, sampai puding yang dimakannya langsung masuk ke tenggorokan tanpa terkunyah terlebih dulu.
"Minumlah!" Buru-buru Ardi menyodorkan segelas air mineral pada Niken. Dia membantu calon istrinya itu untuk minum.
Melihat keromantisan mereka, membuat Mita berbisik pada suaminya. "Lihatlah. Mereka pasangan yang serasi bukan? Kedekatan mereka seperti kita dulu 'kan saat aku tersedak, kamu pasti langsung mengambilkan air minum untukku, sama persis seperti yang Ardi lakukan pada Niken. Benar bukan?"
Niken menaikkan sebelah alisnya, dia dapat mendengar ucapan ibunya dengan sangat jelas. Namun, dia tidak menanggapinya lebih jauh. Sementara itu, Mita merasa Niken telah menemukan pasangan yang terbaik. Ardi adalah pria yang begitu menyayanginya.
Melihat keduanya mengingat Mita pada masa mudanya, saat pertama kali berpacaran dengan Bambang Adi Atmaja. Dulu, suaminya itu begitu perhatian, sama persis seperti yang ditunjukkan Ardi sekarang.
Walaupun sudah dikompori, Bambang Adi Atmaja masih ragu dengan ketulusan cinta yang coba Ardi perlihatkan di depan matanya.
Niken pun telah selesai meminum airnya, Ardi menarik dirinya dan kembali duduk pada posisinya.
"Pertanyaan ayah yang tadi belum jamu jawab. Sejak kapan kalian berkenalan?"
Niken membulatkan matanya dan begitu juga dengan Ardi. Keduanya mengira, Bambang Adi Atmaja tidak akan menayangkan hal tersebut. Faktanya, dia sungguh ingin mengetahui sejauh mana putrinya mengenal Ardi.
"Dua bulan yang lalu," jawab Ardi cepat.
"Satu bulan yang lalu." Di waktu yang hampir bersamaan, Niken ikut menjawab. Hal hasil jawaban keduanya sungguh tidak kompak, yang satu mengatakan satu bulan, sedangkan lainnya menjawab dua bulan.
"Jadi yang benar, yang mana? Dua bulan atau satu bulan?"
Biasanya wanita yang sering menginjak kaki prianya agar jawaban mereka kompak, tetapi sekarang Ardi-lah yang menginjak kaki Niken, untuk setuju dengan jawabannya.
"Dua bulan ayah," balas Ardi membenarkan. Dia pun melirik pada Niken untuk melanjutkan jawabannya.
@@@##
"Maksud Niken itu ... Kami sudah berpacaran satu bulan dan pertemuan pertama kami itu, dua bulan yang lalu. Benarkan, Sayang?" geramnya, seraya merapatkan gigi-giginya agar Ardi mengiyakan jawabannya.
Bukan itu saja, kini Niken membalas perbuatan Ardi sebelumnya, yaitu menginjak kaki Ardi. "Au ..." Dia sedikit menjerit, tetapi berusaha untuk tetap tenang kembali.
"Benar ayah. Kami bertemu pertama kali sekitar dua bulan yang lalu, dan kami baru menjalin hubungan pacaran satu bulan terakhir," ungkapnya, disertai senyuman kepalsuan.
Demi meyakinkan Bambang dan Mita, Ardi pun merangkul bahu Niken. Dia melakukannya secara spontan karena tidak mau Bambang dan Mita curiga padanya.
Niken pun tertawa kecil, sembari menahan rasa kesal karena Ardi telah melewati batasannya. Agar Ardi melepaskan pelukannya, Niken kembali menginjak kaki Ardi, sehingga dia mengerang. Namun, tidak sampai mengeluarkan suara.
Bambang memicingkan matanya, mengelus dagunya merasa ada hal janggal dari kelakuan dua insan tersebut. Berbeda dengan Bambang yang menaruh curiga pada kedekatan Niken dan Ardi, maka lain halnya dengan Mita.
"Au, kalian sweet banget. Benar-benar mengingatkan Mama saat pertama kali berpacaran dengan ayah kalian. Sungguh, perlakuan Ardi sangat mirip dengan yang ayah kalian lakukan pada Mama. Benarkan, Ayah?" lontarnya langsung mengarahkan pandangan pada Bambang, yang tengah menatap Niken dan Ardi penuh selidik.
Mendapati suaminya yang bersikap demikian, membuat Mita geram. Dia tidak segan-segan untuk menginjak kaki Bambang dengan sangat keras, sehingga Bambang mengerang kesakitan.
Dia ingin mengumpat, tetapi melihat Mita yang berdengus kesal membuatnya mengurungkan niat. Hasilnya dia kembali menjatuhkan pandangan pada Niken dan Ardi.
Ardi tersenyum pahit karena bisa merasakan apa yang sedang terjadi pada calon ayah mertuanya itu. Sedangkan Niken. Dia tertawa bahagia di atas penderita sang ayah tercinta.
Satu pemikiran dengan putrinya, Mita pun tertawa mengejek saat suaminya itu tengah menahan rasa sakit akibat kakinya yang sengaja terinjak itu.
Bambang melirik kesal. Mita buru-buru berkata, "Ya maaf. Aku sengaja melakukannya. Salah siapa yang mulai duluan 'kan aku jadi gemas," ejeknya dengan tersenyum simpul.
Bambang memilih untuk tidak menanggapinya. Kalaupun dilanjut, maka tidak ada beresnya nanti. Lebih baik dia memfokuskan diri pada Niken dan Ardi kembali.
"Lalu, bagaimana kalian bertemu?" tanyanya, kembali membuka pembicaraan. Mita satu pemikiran karena sejak tadi dia ingin mengajukan pertanyaan yang sama dan Bambang sudah lebih dulu menanyakannya.
Ardi sudah membuka mulutnya dan bersiap untuk menjawab. Namun, Niken lebih dulu menyambar. "Kami bertemu di Bandung. Ardi menjadi investor tunggal di salah satu proyek baru Niken yang ada di Bandung, Ayah," serganya tanpa menunggu persetujuan Ardi.
"Investor?" batinnya kala pertama kali mendengar nama tersebut.
Matanya melirik tajam pada Niken. Ardi sudah tidak bisa menahannya lagi. "Ayo, ikut denganku!" ajaknya memaksa, tanpa memedulikan Bambang dan Mita yang terus memerhatikan dirinya dan Niken.
"Aku pergi dulu ya, Ma, Ayah," katanya singkat, seraya bangkit dari tempat duduk karena Ardi menarik tangannya, tanpa menoleh ke belakang.
Dengan demikian, Bambang semakin curiga. "Sepertinya ada yang mereka rahasiakan," batinnya seraya mengelus dagu.
"Lihat mereka ... Mereka begitu romantis, aku sampai iri dibuatnya."
Lain Bambang, maka lain lagi dengan Mita. Matanya berbinar-binar kala melihat Ardi memperlakukan Niken dengan begitu romantisnya, sampai-sampai dia iri pada pasangan muda tersebut.
Sementara itu, Ardi terus menarik Niken untuk menjauh dari Bambang dan Mita. Setelah dirasa sudah jauh, Ardi baru melepaskan tangan Niken.
"Kenapa si? Sakit tahu," gerutunya, sembari mengelus pergelangan tangannya yang tampak agak memerah karena Ardi menariknya cukup keras.
Bukannya Ardi tidak melihat, tetapi dia sengaja untuk tidak peduli, sebab masih ada hal penting lainnya yang perlu didiskusikan.
"Aku tidak paham, apa itu Investor? Kita memang bertemu di Bandung, tetapi bukan sebagai In ... Investor. Coba jelaskan padaku, apa yang dimaksud dengan investor itu?"
Mendengar pertanyaan Ardi, membuat Niken tertawa. "Hahaha ... Jadi, ini alasan kamu membawa aku ke sini? Kamu engga tahu apa itu investor, jadi kamu mengajak aku ke tempat ini? Astaga, Ardi ... Hahaha."
Dia secara gamblang menertawakan Ardi, sehingga membuat pemuda keturunan Bandung itu merasa geram, sekaligus malu. Malu karena ditertawakan atas ketidaktahuannya.
Ardi mulai kesal, dirinya hendak menegur Niken. Namun, lebih dulu calon istrinya itu menjelaskan. "Tolong jangan marah dulu. Aku bisa jelasin, apa itu investor, tapi tunggu dulu. Perutku jadi mules karena engga bisa berhenti tertawa," ujarnya sembari memegangi perut.
Ardi tertunduk, rasa malunya kian dalam saat Niken terus menertawakan dirinya. Sungguh, dia merasa sangat kecil di mata Niken, sehingga calon istrinya itu begitu bahagia di atas ketidaktahuannya.
Niken memelankan suaranya, sedikit merasa tidak enak hati karena dia terlalu berlebihan. "Ekhem ..." Dia mendeham, Ardi pun mengangkat kepalanya. "Jadi kamu ingin tabu apa itu investor bukan?" tanyanya memastikan, sembari menahan tawa agar tidak meledak-ledak.
Ardi masih bersedih karena dia tahu, Niken masih menertawakan dirinya walau tidak seperti sebelumnya.
"Investor itu, suatu lembaga atau perorangan yang menanam saham di sebuah perusahaan. Lebih simpelnya, mereka itu menaruh modal di perusahaan yang kita jalankan dan biasanya dalam jangka beberapa bulan atau tahun, mereka akan mendapatkan keuntungan dari tanam modal itu. Apa penjelasan dariku bisa dimengerti?"
Keningnya mengerut, bola matanya berputar lebih cepat. "Sepertinya aku mengerti. Jadi investor itu sama seperti seseorang yang sedang menabung di bank ya? Jika jumlah tabungannya sudah memenuhi target, maka dia bisa mendapatkan keuntungannya, benar begitu?" pikirnya ragu-ragu, "Aku sedikit kurang memahaminya, tetapi aku akan berusaha untuk segera mengerti apa itu investor."
Ardi pun menggaruk kepalanya, merasa heran dengan dirinya sendiri. Sedangkan Niken tersenyum kecil untuk menanggapinya. "Intinya sekarang. Kamu ikuti saja permainannya. Biarkan semua ini aku yang mengurusnya. Kamu hanya perlu ikuti arus dari drama ini, itu saja kok. Tidak sulit," tutur Niken meremehkan, sembari mengangkat bahunya.
Ardi mengangguk. Kalau boleh jujur dia belum paham dengan alur yang Niken maksudkan, tetapi dia mencoba untuk mempelajarinya. Seiring berjalannya waktu, dia akan terbiasa nanti.
"Ayo, kita balik ke sana lagi. Jangan membuat mereka berpikir yang bukan-bukan soalnya hubungan kita ini. Kita harus meyakinkan ayah kalau kamu benar-benar mencintaiku dan sudah siap untuk menikahi diriku. Mengerti!" gertaknya mengingatkan.
Ardi mengangguk. "Bagus kalau begitu," pekik Niken kembali.
Dirasa urusannya telah selesai, Niken ingin kembali pada ibu serta ayahnya. "Tunggu! Ada hal yang ingin aku tanyakan lagi!" Namun, lagi-lagi Ardi menahannya.
Niken menautkan alisnya, "Apa lagi, Ardi?" tanyanya sedikit mengerang.
"Pertanyaanku hanya satu. Mengapa aku harus mengaku sebagai orang Inggris, kenapa tidak berkata jujur saja kalau aku ini orang Bandung, bukankah itu akan lebih baik lagi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments