4. MENERIMA TAWARAN

"Jadilah suamiku dan setelah itu balas semua perlakuan mereka terhadap dirimu," ungkap Niken serius untuk yang kesekian kalinya.

"Ah, menjadi suamimu, tapi aku tidak mengenalmu!" tolak Ardi polos dan mata yang melotot.

"Jake!" Niken pun berteriak dan berdengus kesal.

"Siap, Nona!" Jake maju dengan tubuh sigap, dada yang membusung dan memberi hormat.

Melihat sikap Jake yang berlebihan, membuat Niken semakin murka. "Hentikan, main-mainnya!" Dia membentak Bodyguard-nya yang selalu bersikap sok macho itu.

Jake pun perlahan menurunkan tangannya, dadanya tidak lagi membusung. Seketika nyalinya menciut di depan seorang wanita. Ardi yang melihatnya sedikit menahan tawa. Jake melirik pada Ardi, dia berdengus kesal. Dalam sekejap mata, wibawa serta harga dirinya turun di depan pemuda desa itu.

Niken tidak peduli, Ardi yang sedang menertawakan dirinya, "Cepat bunuh dia dan jasadnya buang ke kandang singa!"

Mendapat perintah seperti ini, membuat Jake bersemangat. Kini giliran dirinya yang tertawa karena sesaat lagi pemuda kurang ajar itu akan dikirim ke kandang singa sesuai yang Niken inginkan.

Mendengar ancaman itu, buru-buru Ardi bangun dan berdiri menghadap langsung pada Niken. "Maafkan atas apa yang telah diriku ucapkan tadi. Sesungguhnya aku tidak benar-benar ingin menyinggung Anda, Nona."

Niken berdiri membelakangi Ardi, "Cepat bunuh dia! Aku tidak ingin melihat pria ini di sini. Pantas saja kalau kekasihnya pergi, sikapnya saja tidak bisa dewasa," sindirnya dan langsung mengena di hati Ardi.

Ardi sendiri mencoba untuk tidak melawan, walau sesungguhnya dia ingin mengumpat kesal atas apa yang telah disindirkan padanya.

Jake bersiap untuk menjalankan perintah. Namun, Ardi sudah lebih dulu berkata. "Aku menerima tawaranmu itu. Aku bersedia menjadi suamimu, Nona Niken Angelista Atmaja!" serunya bernada lantang.

Jake terbelalak saat Ardi menyebut nama asli Niken tanpa rasa bersalah. Nyatanya panggilan tersebut mampu membuat Niken berbalik badan. Dia tersenyum simpul pada pria yang telah berani memanggil nama lengkapnya karena selama ini tidak ada yang seberani dia, di hadapan Niken.

"Aku bersedia menjadi suamimu," ulangnya dengan tetap mempertahankan kesadarannya karena sesungguhnya dia merasa takuti.

"Bagaimana bisa dirimu mengetahui nama asliku?" tanya Niken penasaran, seraya tersenyum penuh kemenangan.

Ardi tidak langsung menjawab. Bola matanya berputar ke atas, seraya berpikir dan mengingat-ingat. Niken sudah sangat menantikan jawabannya. Dia sengaja diam. Namun, perlahan-lahan senyumannya memudar.

"Aku melihatmu di tv yang sedang menayangkan acara gosip ... Gosip?" Ardi menjeda kalimatnya dan seolah ada sesuatu yang dia lupakan.

Sementara itu, emosi Niken siap-siap untuk meledak. Dia sudah mengepalkan tangan yang kapan saja bisa menghantam wajah Ardi.

"Ah, akhirnya aku ingat pernah melihat wajahmu di mana," ungkapnya antusias.

Niken menurunkan sedikit emosinya. Dia mengatur napas dan mencoba untuk kembali tersenyum, walau itu sekedar senyuman keterpaksaan.

"Ya, aku pernah melihat dirimu di acara memasak dan di sana dirimu memakai pakaian ketat, sehingga aku sulit untuk melupakannya," beber Ardi tanpa malu.

Mendengar pengakuan tersebut membuat pipi Niken merah padam. Perkataan pemuda itu sungguh memalukan sehingga Niken ingin menggali lubang dan mengubur hidup-hidup pemuda itu.

"Beraninya kau berkata seperti itu pada Nona!" Jake yang lebih dulu naik pitam. Sejak tadi dia hanya diam saat Niken memperlakukan pria itu dengan sopan dan sekarang, biarkan dirinya memberi pelajaran pada pria itu.

Namun, belum sempat Jake mengambil tindakan, Niken yang lebih dulu bergerak. Kali ini ucapan Ardi sudah sangat keterlaluan. Dia sudah melecehkan wanita. Biarpun bukan dirinya, tetapi kata-katanya sudah merendahkan kaum Hawa.

Niken ingin melayangkan tamparan, tetapi Ardi lebih dulu menahan tangannya. Mata Niken melebar, dia memberontak. "Lepaskan tanganku!" pintanya ketus. Namun, Ardi tidak sebodoh itu untuk bisa melepaskan wanita cantik seperti Niken.

"Lepaskan tanganmu! Ternyata kau sama saja dengan pria di luaran sana. Sangat kasar!" hardiknya sampai air liurnya memuncah.

Ardi pun mengusap wajahnya dan melepaskan tangan Niken di waktu bersamaan. "Maaf karena telah berkata kasar padamu, Nona dan juga telah menyentuh dirimu. Aku melakukan ini karena tidak mau menodai tangan halusmu, Nona. Tidak etis, wanita cantik dan terpandang sepertimu menampar pria kotor dan tidak berpendidikan seperti diriku," lirih Ardi tanpa menurunkan pandangannya.

Niken menatapnya lekat, kata-kata Ardi nyatanya mampu meluluhkan emosinya, tapi tidak dengan hatinya. Tentu saja itu tidak mungkin.

Niken diam dan Ardi juga diam. Keduanya sama-sama terdiam. Momen ini kembali tercipta, keadaan seolah waktu berhenti di detik itu juga.

Sepasang mata telah saling bertemu, menciptakan getaran yang entah disebut apa? Keduanya masih sama-sama memandang, sedangkan Jake yang berdiri di belakang merasa geram.

Jake mendeham, lagi dan lagi. Momentum itu hilang karena ulahnya. Niken buru-buru membuang pandangannya dan begitu juga dengan Ardi. Situasinya menjadi canggung dengan keduanya yang sama-sama enggan saling menatap.

Jake mendekati Niken dan Ardi. "Kau ini pria seperti apa, yang berani menatap Nona begitu lama? tegurnya merasa geram.

Niken mengangkat tangannya, sebagai isyarat agar Jake diam dan tidak perlu ikut campur dalam urusannya. Mendapat tanggapan demikian, membuat Jake terpaksa harus diam. Dalam hatinya dia terus mengumpat dan mengutuk Ardi.

"Maaf karena dia bersikap kurang ajar padamu," ungkap Niken sedikit canggung.

Ardi mengangguk seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Tidak masalah Nona. Aku memang pantas dihina," balasnya sambil tersenyum canggung.

Niken menggeleng, "Tidak begitu. Jake harus lebih menghormati dirimu karena setelah ini kau adalah suamiku," tambahnya malu-malu.

"Suami?" ulangnya, beserta mata yang membulat.

Niken pun senyum-senyum sendiri. Sungguh, dia sulit merangkai kata-kata yang sesuai dengan situasi sekarang.

"Ya ... Suami. Bukankah kamu menerima tawaran aku tadi?" celetuknya seraya mengantupkan bibirnya. Matanya sedikit melebar, ada arti terdalam dari tatapannya itu.

Ardi tampak menyunggingkan bibirnya, kepalanya menggeleng beberapa kali seraya tertunduk. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa.

"Apa kamu tidak suka?" tanyanya berusaha untuk sopan. Kata 'Kau' pun telah diganti dengan 'Kamu' sungguh ada perasaan aneh yang mendorong Niken untuk memanggil dengan kata itu.

Ardi hanya bisa tersenyum. Bukan senyuman kebahagiaan, melainkan senyuman pahit yang sedang menggelitik hatinya.

Kegagalan pernikahannya dengan Melati, serta dijebak oleh Sukiya membuat Ardi tidak lagi mau memercayai wanita. Sungguh, dunianya telah hancur hanya karena wanita.

"Kau ingin menikah denganku bukan, tapi aku sudah tidak perjaka lagi," bebernya tanpa merasa malu. "Wanita bejat itu yang telah menghancurkan masa depanku. Aku sudah ternodai," sambungnya bernada pasrah.

Kalau boleh jujur, dia merasa frustasi. Sama halnya saat wanita direnggut kesucian, maka Ardi merasakan hal yang sama seperti itu. Perasannya sangat kacau. Biarpun dia tidak merasakan apa-apa saat Sukiya menyentuhnya, tetapi Ardi yakin bahwa dirinya sudah tidak lagi perjaka. Andai tidak ada Niken dan Jake, mungkin dia menangis sekencang-kencangnya di sana.

"Aku tidak peduli, kamu masih perjaka atau tidak," kata Niken sedikit menahan tawa saat menyebut tidak lagi perjaka.

Ardi mengarahkan pandangannya pada Niken yang tampak senang. Namun, dia tidak berani mengatakan apa-apa.

"Aku tidak peduli kamu masih perjaka atau tidak! Diriku sudah memilih kamu menjadi suamiku, maka tidak akan ada yang dapat mengubah keputusanku ini!"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!