SENSUM (RASA)

SENSUM (RASA)

1. Pengubahan Tempat Duduk

..."Jangan menyimpulkan karakter seseorang hanya dengan sekali lihat. Karena bisa saja itu akan berujung fitnah,"...

Suasana kelas XI Ips 03 di SMA Harapan Jaya sangatlah ramai. Semua siswa-siswi protes karena tidak mau tempat duduk mereka dirubah. Bukan apa-apa, mereka hanya tidak ingin mendapatkan tempat duduk yang ada di depan terutama bagi laki-laki dan cewek-cewek yang suka gossip saat pembelajaran dimulai.

Program ini dilakukan wali kelas agar semua siswa-siswi tidak bosan duduk di sana-sana saja. Alasan utamanya Sang wali kelas hanya ingin memisahkan orang-orang malas dengan orang-orang malas lagi. Karena kalau terus dibiarkan mereka tidak akan maju-maju.

Wajah sebagian siswa laki-laki terlihat kusut karena mereka mendapatkan tempat duduk yang berada di depan dan juga langsung berhadapan dengan meja guru.

"Vallesia sama Megan duduk di sana ya," perintah Bu Wiwin, wali kelas XI Ips 03 sambil nunjuk ke arah bangku yang berada di barisan ke 2 deretan ke empat.

Vallesia dan Megan saling lirik. Bukan apa-apa, mereka ditempatkan di depan bangku seorang cowok yang terkenal sangat dingin dan bahkan mereka belum pernah mengobrol dengan laki-laki itu.

"Tapi Bu, di sana kan cowok doang," ujar Vallesia berusaha menolak.

"Justru Ibu sengaja biar kalian bisa ngontrol mereka semua," jawab Bu Wiwin.

"Tapi Bu ..." kata Vallesia terus protes namun gagal karena Bu Wiwin sudah berjalan keluar kelas.

Dengan bibir yang mengerucut, Vallesia berjalan ke arah bangku yang sudah ditetapkan Bu Wiwin dan diikuti Megan yang berjalan di belakangnya.

"Apes banget hidup gue," dumel Vallesia lalu duduk di kursinya.

Tak lama, Megan menyusul duduk di samping Vallesia dengan muka yang sama kusutnya. Bukan apa-apa, kalau mereka duduk dikelilingi cowok, mereka tidak akan bebas ngapa-ngapain pasti rasanya bakalan canggung.

"Udahlah, terimain aja," ujar Megan berusaha menenangkan Vallesia.

"Enggak bisa, Meg. Lihat tuh di belakang lo. Tuh cowok nyeremin tahu gak," kata Vallesia dengan suara yang amat pelan.

Sontak Megan pun langsung menoleh ke belakang. Matanya langsung bertubrukan dengan mata milik cowok yang dikenal sangat dingin. Seketika bulu kuduk Megan berdiri, hawa dingin menyerangnya. Apa yang dikatakan Vallesia memang benar, cowok itu menyeramkan. Walaupun mereka sekelas dari kelas X, namun mereka belum pernah saling sapa dengan cowok itu. Karena auranya yang dingin membuat semua orang takut. Jangankan cewek, cowok saja jarang ada yang bicara dengan dia.

"Lo bener, dia nyeremin," kata Megan.

"Terus gimana?" tanya Vallesia.

Megan mencoba berpikir, namun rasanya otaknya sudah sangat buntu. "Ya, gak tahu," jawab Megan.

Sepertinya Vallesia memang harus menerima kalau dia di tempatkan di sini. Entah apa jadinya Vallesia sekarang karena sepertinya mulai hari ini hari-hari dia di sekolah bakal dikelilingi cowok-cowok. Beruntung, Vallesia memeliki aura garang kalau sudah berhadapan dengan laki-laki alhasil jarang sekali ada laki-laki yang menggodanya. Vallesia bersikap seperti ini karena dia sudah bosan terus-terusan dipermainkan oleh laki-laki. Maka dari itu, dia selalu bersikap ketus pada laki-laki.

Tak lama terdengar suara kursi didorong ke belakang. Karena penasaran, Vallesia pun membalikan kepalanya ke belakang dan mata dia langsung bertubrukan dengan mata laki-laki tadi. Dengan ekspresi datar dan sorot mata yang tajam, laki-laki itu berjalan melewati bangku Vallesia. Setelah laki-laki itu lenyap ditelan pintu, Vallesia langsung mengerjapkan matanya dan menelan saliva dengan susah payah.

"Tuh cowok siapa sih namanya. Lupa gue," kata Vallesia.

"Gue juga lupa siapa dia, abis dia orangnya tertutup gituh," ujar Megan.

******

Jam pelajan terakhir hari ini adalah pelajaran olahraga. Sebisa mungkin Vallesia menahan diri untuk tidak mendumel. Pasalnya Vallesia tidak menyukai hal yang berbaur olahraga. Alasannya sangat simple, dia takut tambah kurus karena katanya olahraga terlalu menguras tenaga. Vallesia tahu diri, kalau dia itu memiliki berat badan yang kecil maka dari itu dia tidak suka olahraga karena ditakutkan berat badannya akan semakin kecil.

"Harus banget ya gue ikutan olahraga, mana gue gak suka voly lagi," ucap Vallesia sambil menghentak-hentakan kakinya ke lantai.

Melihat ekspresi Vallesia yang sangat kusut sebisa mungkin Megan menahan diri untuk tidak tertawa karena Megan sangat tahu kalau Vallesia sangat tidak suka ditertawakan. Tapi ... melihat Vallesia memasang wajah yang menurut Megan sangat kocak alhasil Megan tidak bisa menahan tawanya lagi.

"Whahaha, Valles. Lo bisa gak, gak usah manyun kayak gituh," kata Megan sambil menunjuk-nunjuk muka Vallesia.

Muka Vallesia semakin ditekuk. Dia ini sedang kesal dan Megan, temannya sendiri malah menambah kekesalan dirinya. Ingin rasanya Vallesia mengubur Megan hidup-hidup tapi sayang, dia masih ingat dosa.

"Apa? Lo masih mau ketawa? Silahkan aja kalau lo masih sayang nilai," ujar Vallesia dengan nada mengancam.

Mendengar ancaman Vallesia barusan, Megan dengan cepat menghentikan tawanya. Karena tanpa Vallesia nilai dia tidak akan selamat. Patut kalian ketahui, bahwa Megan itu memiliki sifat pemalas dalam belajar, semua tugas ataupun jawaban ulangan baik itu ulangan harian ataupun ulangan kenaikan kelas, Megan selalu ketergantungan pada Vallesia. Dan anehnya, Vallesia dengan suka rela selalu memberikan jawaban dengan cuma-cuma.

"Ya, maaf deh. Tadi gue kelepasan. Serius," kata Megan sambil mengangkat kedua jarinya sehingga membentuk huruf V.

"Alasan," cibir Vallesia lalu mulai duduk di pinggir lapang untuk melihat anak laki-laki bermain voly.

"Valles, maafin gue ya," rajuk Megan sambil menguncang-guncangkan pundak Vallesia.

"Duduk atau pergi?" tanya Vallesia sebari menatap Megan dengan tatapan tajamnya.

Megan menunduk. Dia takut kalau melihat Vallesia dengan ekspresi seperti itu. Mereka memang sudah berteman semenjak kelas sepuluh jadi Megan sudah sangat mengenal Vallesia. Vallesia kalau sudah memberikan tatapan seperti itu, artinya dia dalam mode garang.

"Iya, gue duduk," jawab Megan lalu mulai duduk di samping Vallesia.

Anak laki-laki sudah bermain kurang lebih 15 menit. Itu artinya sebentar lagi jadwalnya anak perempuan bermain. Wajah Vallesia kembali ditekuk, dia berharap hujan akan turun dengan sangat deras agar pelajaran olahraga segera diakhiri. Vallesia tidak suka olahraga dan tidak akan pernah suka.

"Hujan please hujan!" ujar Vallesia sebari mengangkat kedua tangannya berniat untuk berdoa.

Melihat tingkah aneh dari temannya itu, Megan dengan cepat memperhatikan Vallesia. Dia ingin bertanya namun dia takut kalau Vallesia akan marah terus membentaknya.

"Gue mohon, hujan dong sekarang!" ujar Vallesia lagi.

Dengan perasaan takut yang menyelimuti dirinya, Megan dengan amat pelan menyentuh pundak Vallesia. "Valles!" panggil Megan dengan pelan.

Panggilan pertama tidak ada jawaban dan itu membuat Megan khawatir. Lalu di panggilan kedua Megan mendengar Vallesia membuka suara.

"Aduh sakit," rintih Vallesia.

Sakit? Perasaan Megan tidak melalukan apapun selain menyentuh pundak Vallesia lalu kenapa Vallesia sampai bilang sakit.

"Bego. Siapa yang lemparin bola ke pinggang gue?" kata Vallesia.

Kening Megan berkerut. Dia tidak paham apa yang dikatakan Vallesia. Karena penasaran, Megan berdiri lalu melihat di samping kanan Vallesia tergelatak sebuah bola voly. Karena Megan duduk di samping kiri Vallesia akhirnya Megan tidak melihat kalau ada bola yang mengenai pinggang Vallesia.

"Sakit ya, Val?" tanya Megan.

"Sakit lah, pake nanya lagi," balas Vallesia ketus.

Tak lama, seorang laki-laki berperawakan tinggi datang. Badannya menunduk lalu tangannya meraih bola voly yang tadi sempat menghantam pinggang Vallesia.

Tanpa mengucapkan permisi ataupun permintaan maaf, laki-laki itu dengan seenak jidat berjalan meninggalkan Vallesia dan juga Megan. Laki-laki itu adalah laki-laki yang sama dengan orang yang duduk di belakang bangku Vallesia.

"Tuh cowok sarap kali ya? Atau dia gak bisa ngomong?" ucap Vallesia seperti bertanya pada diri sendiri.

"Mungkin dia lagi sariawan," sahut Megan.

"Gak mungkin sariawan setahun lebih malah hampir dua tahun. Selama gue sekolah di sini belum pernah gue lihat dia bicara," ujar Vallesia.

Megan diam, apa yang dikatakan Vallesia memang benar. Laki-laki itu terlalu tertutup. Entah memang dia tidak ingin memiliki teman atau memang semua orang tidak ingin berteman dengannya. Ah, yang jelas laki-laki itu menyebalkan menurut Vallesia.

Terpopuler

Comments

Zenun

Zenun

bagus, tulisanya lumayan rapi

2023-10-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!