..."Kamu kalau senyum, itu manis dan aku kecanduan dengan senyummu itu." ...
Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi. Suasana sekolah mendadak ramai, ribuan siswa-siswi berhamburan keluar kelas untuk segera pulang. Kedua gadis yang berasal dari kelas XI Ips 03 sedang sibuk menyimpan alat-alat tulis mereka ke dalam tas.
Di rasa tidak ada yang ketinggalan, mereka berdua berjalan menuju pintu kelas. Selama dalam perjalanan menuju gerbang sekolah, kedua gadis yang bernama Vallesia dan Megan itu sibuk tertawa dan entah apa yang mereka tertawakan.
"Bego!" ujar seseorang sebari menoyor belakang kepala Vallesia.
Mendapat perlakuan tidak sopan seperti itu, membuat Vallesia darah tinggi. Dengan gerakan cepat Vallesia langsung membalikan tubuhnya dan langsung menendang perut orang itu.
Semua siswa-siswi yang melihat itu menatap tak percaya bahkan ada yang sempat memvideo aksi Vallesia barusan.
"Yang sopan dong woi!" kata Vallesia dengan nada bicara ketusnya.
Orang yang tadi ditendang Vallesia hanya tersenyum kecut. Buru-buru dia mengangkat kepalanya dan matanya langsung menatap Vallesia tajam. "Mau ribut?" tanya orang itu sebari tangan yang memegang perutnya karena sedikit merasa sakit.
Nararya kagum dengan ilmu bela diri Vallesia walaupun Nararya tahu itu hanya gerakan asal-asalan namun Nararya tetap mengapresiasi karena Vallesia memiliki kebaranian yang tinggi.
"Lo? Ngapain sih lo gangguin gue mulu?" ketus Vallesia karena dia sudah bosan berurusan lagi dengan Nararya.
Nararya berjalan mendekati Vallesia. Sedang di tempatnya Vallesia berusaha mengontrol detak jantungnya. Vallesia ingin pergi namun entah mengapa langkahnya terasa berat seolah ada sesuatu yang menahan dia.
Megan, yang tidak mengerti dengan situasi sebisa mungkin menahan rasa penasarannya. Keningnya berkerut, dia ingin bertanya namun dia takut kalau pertanyaannya akan menambah kekacauan.
"Lo mau ngapaian?" tanya Vallesia ketika Nararya sudah berdiri tepat di depannya.
Alih-alih menggubris pertanyaan Vallesia, yang dilakukan Nararya malah tersenyum. Bukan senyuman manis yang dia keluarkan melainkan senyuman miring seakan dia mengajak Vallesia bertarung.
"Ngapain lo senyum-senyum gituh hah?" Nada bicara Vallesia meninggi seakan dia menantang Nararya. Namun di balik semua itu Vallesia menyimpan rasa takut yang amat sangat dalam.
"Ikut," kata Nararya sebari menarik tangan Vallesia.
Di tempatnya Megan melongo. Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Setelah kesadarannya terkumpul, dengan cepat Megan berlari mengejar Vallesia.
"Woi, lo mau bawa temen gue ke mana?" teriak Megan.
"Lo pulang aja, Meg. Ini orang yang bawa gue emang gak waras," balas Vallesia yang langsung dihadiahi toyoran di kepalanya oleh Nararya.
"Awww!" ringis Vallesia sebari balas memukul lengan Nararya.
"DIEM!" sentak Nararya yang langsung membuat Vallesia bungkam.
Jika sudah disentak begitu oleh Nararya, Vallesia hanya bisa bungkam sebari menggerutu dalam hati. Selama perjalanan, pikiran Vallesia berkecamuk. Dia tidak tahu apa tujuan Nararya membawanya lagian Vallesia juga tidak tahu dia akan dibawa ke mana. Yang jelas, kalau Nararya berbuat macam-macam pada dirinya, Vallesia sudah menyiapkan cara untuk membuat Nararya skakmat.
"Naik!" titah Nararya.
"Hah?" pekik Vallesia.
Nararya berdecak kesal mendengar respon Vallesia. Lagian ini salah dirinya sendiri kenapa dia selalu ingin berurusan dengan gadis yang ada di hadapannya jelas-jelas Nararya sudah tahu bahwa gadis itu agak lemot.
"Lo mau sampai kapan sih begonya? Ngerti bahasa manusia gak?" kesal Nararya.
Mata Vallesia memicing pertanda kalau dia kesal. Tak lupa juga bibirnya dia kerucutkan, kebiasaan dia kalau sedang kesal suka begituh. "Iya ngerti, Lo nyuruh gue naik ke atas motor lo kan? Yang gue gak ngerti tuh apa maksud lo nyuruh gue naik?" celoteh Vallesia kesal.
"Nurut aja sih, jangan kebanyakan nanya,"
Tak ingin berdebat lagi dengan Nararya, Vallesia pun memilih naik ke atas motor besar milik Nararya. Tak lama kemudian motor Nararya melaju pergi membelah jalanan kota.
*******
"Turun!" titah Nararya,
Motor Nararya berhenti di salah satu penjual bakso yang berada di pinggir jalan. Seteleh mendengar sentakan yang keluar dari mulut Nararya, gadis berambut poni itu segera turun dari motor milik laki-laki berwajah datar itu.
"Biasa aja kali," gerutu Vallesia.
Mendengar gerutuan dari Vallesia, Nararya hanya memutar bola matanya malas. Dia tahu kalau dia membalas ucapan Vallesia barusan itu hanya akan membuang-buang waktu.
"Lo gak manja kan?" tanya Nararya.
Alih-alih menjawab pertanyaan Nararya, Vallesia malah mengerutkan keningnya bingung. Melihat raut wajah adis yang ada di sampingnya, Nararya tahu kalau gadis itu sedang bingung. Nararya heran, otak Vallesia terbuat dari apa sampai-sampai setiap diajak bicara responnya selalu lemot.
"Percuma nanya sama lo mah, bego memang," ujar Nararya lalu menarik tangan Vallesia untuk menghamiri penjual bakso.
Di saat mereka sudah sampai di tempat tukang bakso, Nararya menyuruh Vallesia duduk dengan nada bicara khasnya, ketus. Setelah memastikan Vallesia duduk, Nararya berjalan menghampiri penjual bakso tersebut dan memesaan dua porsi bakso.
Setelah penjual bakso itu mencatat pesanan dari Nararya, laki-laki itu berjala kembali untuk menghampiri gadis yang saat ini sedang asyik dengan ponselnya.
Saking asyiknya dengan dunia sendiri, Vallesia tak menyadari kalau Nararya sudah duduk di hadapannya dengan tangan yang menopang dagu. Entah kenapa, saat ini Nararya suka dengan setiap ekspresi yang dikeluarkan oleh Vallesia walau kadang gadis itu membuat Nararya kesal dengan sikap lemotnya,
Patut diakui, dalam lubuk hati yang paling dalam, Nararya sudah menyukai Vallesia. Tapi tak tahu rasa suka apa itu, yang jelas Nararya selalu ingin berada di dekat Vallesia.
"Kenapa?" tanya Vallesia karena dia meresa diperhatikan.
Bukannya menjawab, Nararya malah membuang muka dan merutuki kebodohannya dalam hati, Kenapa dia bisa-bisanya memperhatikan gadis polos dengan otak lemot seperti Vallesia. "Bodoh," gerutunya dalam hati.
"Ih dasar aneh," kata Vallesia karena dia tak kunjung mendapat balasan dari Nararya.
"Ini, Mas pesanannya," kata tukang bakso sebari meletakan dua mangkong bakso beserta 2 gelas teh manis.
"Makasih, Mas," balas Vallesia.
Setelah mengucapkan balasan terima kasih, tukang bakso itu langsung bergegas pergi untuk melanjutkan kerjanya.
Sedang di tempatnya, Vallesia dan Nararya hanya saling diam dan fokus pada bakso yang ada di hadapan mereka.
Selama proses makan, mata Nararya tak henti-hentinya melirik Vallesia yang sedang asyik memasukkan baksonya ke dalam mulut sambil sesekali meniup-niup mulutnya karena baksonya masih panas.
"Manis," puji Nararya dalam hati.
Sadar dengan apa yang dikatakannya barusan, dengan cepat Nararya langsung menggelengkan kepalanya. Melihat itu Vallesia langsung mengernyit bingung.
"Lo kenapa sih?" tanya Vallesia.
"Kagak, udah deh cepetan makannya," jawab Nararya.
Tak ingin memperpanjang perdebatan, Vallesia memilih untuk melanjutkan makannya karena memang perutnya sedang lapar.
"Woi, bego!" panggil Nararya.
Merasa terpanggil, Vallesia pun segera menoleh dengan muka yang sudah merah padam. "Gue punya nama dan nama gue bukan bego," kata Vallesia.
"Ya udah nama lo siapa?" tanya Nararya polos.
"Lo gak tahu nama gue? Kejam banget sih,"
Melihat respon Vallesia yang kelihatan sangat kesal membuat Nararya senang sendiri namun sebisa mungkin dia menyembunyikan perasaannya itu dengan memasang wajah datar seperti biasa. Dia tak ingin semua orang tahu kalau dia sudah menyukai gadis lemot yang ada di hadapannya.
"Kalau gue tahu gak mungkin gue nanya, dasar bego," ujar Nararya sebari menyentil kening Vallesia.
"Dibilangin nama gue bukan bego," kesal Vallesia.
"Ya udah cepetan kasih tahu gue!" kesal Nararya tak mau kalah.
"Vallesia, nama gue Vallesia Pransisca. Lo bisa manggil gue, Valles," ujar Vallesia dengan penuh bangga.
"Alles, gue mau manggil lo, Alles," ucap Nararya lalu kembali memakan bakso yang tadi sempat tertunda.
"Ih, gak mau gak enak didenger itu," tolak Vallesia.
"Ya udah kalau gituh gue manggil lo bego aja,"
Vallesia diam sejenak, dia sedang menimbang-nimbang pilihan yang diajakukan oleh Nararya. Setelah berdiam beberapa detik akhirnya Vallesia sudah menemukan jawabannya.
"Ya udah lo boleh manggil gue, Alles,"
Nararya tersenyum. Namun yang sekarang bukanlah senyuman miring yang dia keluarkan melainkan senyuman manis yang sukses membuat Vallesia terdiam. Baru kali ini dia melihat Nararya tersenyum seperti itu dan Vallesia senang melihatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments