..."Terkadang orang memeilih tertutup karena dia tidak ingin sembarang orang masuk ke dalam kehidupannya." ...
Pulang sekolah kali ini, wajah Vallesia tak terlihat ceria. Bagaimana tidak kesal kalau diri kita dibilang mirip tukang cuci. Bukannya Vallesia ingin merendahkan orang yang berpropesi sebagai tukang cuci, hanya saja Vallesia merasa kesal.
Vallesia menghempaskan tubuhnya di atas kasur lalu matanya terpejam sekilas untuk menetralkan emosinya. Vallesia merasa ada yang aneh dengan sikap Nraarya hari ini. Bagaimana tidak, bukannya Vallesia tidak pernah dekat dengan Nararya, saling sapa saja tidak pernah tapi kenapa dengan mudahnya Nararya menyuruh Vallesia.
Ingin rasanya Vallesia bertanya lebih lanjut pada Nararya, namun setiap Vallesia melirik Nararya pasti dia langsung disambut dengan tatapan tajamnya Nararya.
"NYEBELIN!" teriak Vallesia sebari memukul kasurnya.
"Valles, are u oke?" tanya seseorang dari luar kamar Vallesia.
Alih-alih menjawab pertanyaan itu Vallesia malah membungkam mulutnya sebari matanya yang terbelalak kaget. "Bego," gertu Vallesia pada dirinya sendiri.
"Valles!" panggil orang itu lagi.
"Valles, gak papa kok, Mah," sahut Vallesia.
Orang yang dipanggil 'Mah' itu adalah Vatma, ibunya Vallesia. Vallesia sangat menyayangi Ibunya karena Ibunya selalu mengerti dengan apa yang diarasakan Vallesia. Walau Vallesia sering merasa kesal karena Ibunya terlalu memanjakan dirinya, Terlebih kalau dirinya ingin main bersama temannya pasti sebelum berangkat dia selalu disuguhi dengan berbagai macam pertaanyaan yang menurut dia sangat kekanak-kanakan, seperti ; 'mau ke mana?' 'main sama siapa' pulang jam berapa?'. Jujur sebenarnya Vallesia muak dengan pertanyaan-pertanyaan itu namun Vallesia sadar kalau Ibunya melalukan itu karena dia sangat menyayangi Vallesia. Seharusnya Vallesia bersyukur tapi wajar saja kan kalau Vallesia merasa risih?
"Ya udah sekarang kamu turun, kita makan bareng," ujar Vatma sebari menyiapkan persediaan untuk makan malam. Jarak ruang makan ke kamar Vallesia memang dekat walau berada di lantai yang berbeda.
"Iya, Mah. Valles, mau mandi dulu,"
Setelah mengatakan itu, Vallesia langsung beranjak dari atas kasurnya lalu berjalan menuju kamar mandi dengan baju Nararya yang berada di genggamannya serta handuk yang menggantung di pundaknya.
Sesuai perintah Nararya tadi di sekolah, hari ini Vallesia akan mencuci baju Nararya walau sebenarnya dia tidak ... ikhlas.
Tadi saat di sekolah, Vallesia sempat mengoceh pada Megan untuk menuntut pertanggungjawaban namun dengan enteng Megan malah menertawakannya. Benar-benar sahabat terthe best.
Jika kalian bertanya apakah tadi Nararya ikut pembelajaraan atau tidak maka jawabannya adalah ikut. Perihal Nararya yang hanya mengenakan kaos bebas, Damar-lah yang menceritakan bagaimana kronologi sampai Nararya tak mengenakan baju seragam. Dan ketika guru menanyakan kejujurannya pada Nararya, dia hanya menjawab dengan anggukan singkat. Karena itulah yang membuat Vallesia bingung dengan sikap Nararya, tak pernah bicara namun sekalinya bicara membuat sakit hati.
******
Malam ini, Vallesia menghabiskan waktu dengan buku. Niatnya dia ingin belajar karena besok akan ada ulangan Sosiologi namun rasanya otaknya tak ingin bekerja. Sudah berkali-kali dia membuka lembaran demi lembaran buku namun tak ada satupun materi yang nyangkut di otaknya.
Karena merasa prustasi, akhirnya Vallesia menutup bukunya lalu menghempaksan tubuhnya ke atas kasur. Tiba-tiba saja pikirannya mengarah pada satu sosok, Nararya. Sejak kejadian tadi di sekolah, memang otaknya selalu saja memikirkan orang itu, Jelas-jelas Vallesia tidak menyukai Nararya namun rasanya hati dan otaknya tak bisa dibohongi.
"Lama-lama gue gila," gerutu Vallesia sebari mengacak rambutnya prustasi.
Di sela-sela lamunannya, perutnya berbunyi tanda minta di isi. Tak berpikir lama, Vallesia langsung beranjak dari kasurnya lalu beranjak menghampiri meja nakas berniat untuk mencari cemilan yang sudah dia siapkan apabila dia lapar di tengah malam. Namun hasilnya nihil, cemilannya habis sepertinya Vallesia lupa membeli stok lagi.
"Sial banget gue," ujarnya.
Kruyuk ... kruyuk ...
Vallesia menghela napas panjang, sepertinya dia memang harus segera mengisi perutnya. Dengan ogah-ogahan, Vallesia mengambil jaket yang menggantung di balik pintu serta mengambil dompet berwarna pink miliknya.
Di ruang tv, ada Vatma yang sedang asyik menonton Ftv ditemani secangkir Teh manis. Dengan sopan Vallesia menyalami tangan Ibunya, tanpa bertanyapun Vatma sudah tahu kalau Vallesia pasti akan membeli stok cemilan karena itu sudah menjadi rutinitas Vallesia.
"Seperti biasa?" tanya Vatma sambil meneliti penampilan Vallesia.
"Iya, Mah. Kalau gituh Valles berangkat sekarang ya, takut kemaleman," kata Vallesia.
Vatma hanya mengangguk sebagai jawaban dari perkataan Vallesia. Setelah Vallesia pergi dari hadapannya Vatma kembali memfokuskan tatapannya pada layar televisi.
Di bawah langit malam yang ditaburi banyak bintang, Vallesia berjalan seorang diri dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku jaket. Angin malam memasuki tubuh mungil Vallesia membuat dia menggigit bibir bawahnya karena tak kuasa menahan hawa dingin.
Di pertengahan jalan, Vallesia berhenti karena matanya mendapati gerombolan laki-laki beranggotakan 4 orang yang duduk di bangku yang ada di pinggir jalan. Laki-laki tu sedang bercanda gurau dengan teman-temannya.
"Gila, rambut lo tambah keren aja, Ya," ujar salah satu dari mereka.
"Dari dulu gue juga udah keren kali," balas laki-laki yang dipanggil 'Ya' itu.
Suara itu, sepertinya Vallesia mengenalinya. Berhubung dia sudah sangat penasaran, akhirnya Vallesia berjalan mendekati kumpulan laki-laki itu. Salah satu dari mereka, Vallesia mengenalinya. Rambut merah, tinggi badan standar namun yang berbeda adalah sorot matanya. Laki-laki yang Vallesia lihat malam ini memiliki sorot mata sejuk dan terlebih bibir yang biasanya tidak melengkukan senyuman namun malam ini menciptakan tawa yang terdengar bahagia. Dia adalah Nararya.
Kening Vallesia berkerut, ini benar-benar aneh. Bila di sekolah Nararya terlihat dingin dan tertutup tapi kenapa sekarang dia terlihat bahagia dan welcome sama orang-orang. Vallesia menggeleng, bisa saja yang dia lihat sekarang adalah bukan Nararya bisa saja dia orang yang kebetulan mirip dengan Nararya.
"Iyalah, gue percaya seoarang Nararya Aditama akan selalu terlihat keren,"
Mendengar penuturan salah satu dari kumpulan laki-laki itu Vallesia melotot, mulutnya terbuka. Ternyata benar orang yang sekarang dia lihat adalah Nararya. Tapi kenapa sikap dia di sekolah berbanding terbalik dengan sikap dia luar sekolah.
Pandangan Vallesia sekarang terfokus pada Nararya yang saat ini sedang memasangkan headphone pada telinganya. Sekarang Vallesia benar-benar yakin, itu adalah Nararya, headphone yang dia pakai sama dengan headphone yang dia temukan dulu. Sekarang otak Vallesia dipaksa untuk bekerja mencoba mencari jawaban atas apa yang sekarang dia lihat malam ini.
Padahal tak seharusnya dia sepusing ini, karena untuk apa juga dia memikirkan hidup orang lain.
Niatan awalnya untuk membeli cemilan ke minimarket sirnalah sudah, sekarang Vallesia berniat untuk pulang ke rumahnya karena otaknya sudah pusing. Ketika Vallesia membalikan badan, tiba-tiba kakinya tersandung sampai menyebabkan dia tersungkur jatuh. Karena jarak dia sangat dekat dengan jarak perkumpulan Nararya dan teman-temannya sampai akhirnya aksi Vallesia baruaan mengundang perhatian mereka semua.
"Siapa itu?" tanya salah satu teman Nararya yang memakai kacamata.
Alih-alih menggubris pertanyaan barusan, yang dilakukan Vallesia adalah mengusap lututnya yang lecet karena terbentur trotoar.
Merasa tak ada jawaban dari Vallesia, laki-laki berkacamata itu pun berdiri lalu berjalan menghampiri Vallesia berniat untuk membantu.
"Ayo!" ujar Regan, laki-laki berkacamata itu sebari mengulurkan tangannya.
Dengan ragu, Vallesia menerima uluran tangan Regan lalu dengan susah payah Vallesia menyeimbangkan kakinya. "Terima kasih," ujar Vallesia.
Regan mengangguk sebari tersenyum tipis. "Sama-sama,"
Sebelum melangkah pergi, terlebih dahulu Vallesia melirik Nararya yang kebetulan dia juga sedang melirik Vallesia. Sekilas mereka saling tatap namun di detik berikutnya Nararya langsung membuang muka.
Tak ingin membuat dirinya terlihat lebih bodoh, Vallesia pun langsung melangkah pergi meninggalkan Nararya dan juga teman-temannya. Ini sangat aneh dan bodohnya Vallesia malah ingin mencari tahu tentang bagaimana kehidupan Nararya yang sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments