..."Kau boleh tahu tapi kau tak berhak untuk menyimpulkan."...
Laki-laki dengan tinggi badan yang bisa dibilang standar serta berat badan yang cukup itu berjalan santai menyusuri koridor sekolah. Tak lupa juga dia memasang wajah datarnya. Meskipun begitu, dia tak luput dari perhatian orang-orang yang melihat kehadiran dia. Bukan. Bukan Karena ketampanan dia yang kelewat batas. Wajah dia bisa dibilang cukup. Namun yang membuat dia jadi pusat perhatian adalah warna rambut dia yang beda dari yang lainnya. Warna rambut dia merah transparan, memang tidak mencolok namun siapapun yang melihat dia dengan seksama pasti mereka menyadarinya.
Dia adalah Nararya. Tepatnya Nararya Aditama. Salah satu siswa SMA Harapan Jaya yang menetap di kelas XI Ips 03. Terkenal dengan laki-laki pendiam, tidak memiliki teman namun siapapun yang melihatnya akan merasa takut karena tatapan dia yang kelewat tajam.
Dengan gaya coolnya, Nararya memasukan kedua tangannya ke dalam jaket hoddienya. Suasana sekolah masih sangat sepi karena memang Nararya sengaja berangkat sepagi ini karena ada satu misi yang ingin dia tuntaskan.
Tepat di depan pintu kelas XI Ips 03, Nararya melangkahkan kakinya memasuki kelas. Seperti dugaannya kelas masih sepi. Tak banyak berpikir, Nararya pun langsung berjalan di mana bangkunya berada. Ketika dia sudah sampai di bangkunya, matanya mendapati sebuah tas yang tergeletak di atas meja. Tepatnya di meja yang berada di depan bangku dirinya.
Tak ingin membuang-buang waktunya lagi, Nararya dengan cepat menyimpan tasnya di atas mejanya lalu kakinya melangkah keluar kelas berniat untuk mencari sesuatu namun di tengah jalan dia melihat seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya. Bukan orang itu yang dia teliti namun benda yang orang itu pegang.
Dengan cepat, Nararya membalikan badannya lalu berjalan kembali memasuki kelas.
*****
Vallesia berjalan sebari memegangi perutnya, akhirnya setelah menempuh perjuangan yang sangat panjang dia bisa menuntaskan masalah alamnya. Hari ini Vallesia berangkat sekolah agak pagian karena hari ini dia piket. Setelah memastikan kelasnya bersih dan terbebas dari segala debu, tiba-tiba saja perutnya sakit dan terasa melilit akhirnya dengan malas, Vallesia pun pergi untuk menuntaskan masalahnya.
Pikiran Vallesia kembali mengarah pada benda yang kemarin dia temukan. Dia masih belum menemukan siapa pemilik headphone ini namun dia bertekad untuk mencari tahu hari ini. Dia tidak mau terus bermasalah dengan barang yang tidak dia ketahui dari mana asalnya. Sebenarnya ini salah dia juga, siapa suruh mengambil barang yang tergeletak. Jujur saja, selama semalam Vallesia tidak bisa tidur karena dia takut kalau di dalam headphone tersebut terdapat ilmu-ilmu aneh, pellet misalnya.
Awalnya Vallesia ingin membuang headphone tersebut namun dia masih penasaran. Lagian Vallesia tidak terlalu percaya dengan hal-hal mistis tersebut hanya saja dia merasa takut.
"Dilihat-lihat ini headphone bagus juga. Kalau gue gak tahu sopan santun udah gue kurungin di kamar, kalau beli kan lumayan duitnya," ujarnya sebari meneliti headphone tersebut.
Saking fokusnya meneliti headphone, sampai Vallesia tidak menyadari kalau dia sudah sampai di kelasnya. Sebelum memasuki kelas, terlebih dahulu dia menepuk jidatnya sendiri karena merasa kalau dirinya aneh hari ini.
Betapa terkejutnya Vallesia tatkala matanya mendapati sosok Nararya yang sedang duduk di bangkunya. Lebih tepatnya dia terkejut dengan sorot mata tajam Nararya yang mengarah pada dirinya.
Perasaan Vallesia tiba-tiba campur aduk, antara takut dan heran. Karena seingat Vallesia, dia tidak memiliki urusan apa pun dengan Nararya. Ah iya, Vallesia sampai lupa kalau kemarin dia sempat menabrak Nararya ketika memasuki kelas. Tapi bukannya dia sudah meminta maaf dan Nararya pun langsung pergi begituh saja.
Dengan sisa keberaniannya, Vallesia berjalan kaku menuju bangkunya. Kalau diberi pilihan antara menghadapi sebuah anjing atau menghadapi Nararya, Vallesia akan memilih menghadapi anjing.
Setelah sampai di bangkunya, Vallesia melirik Nararya sekilas, hanya sekilas dan tatapan mata tajam Nararya masih mengarah pada Vallesia.
Ingin sekali Vallesia bertanya 'kenapa?' tapi keberanian Vallesia belum sejauh itu. Patut diketahui, bahwa sifat asli Vallesia adalah kasar terhadap laki-laki tapi tak tahu kenapa setelah berhadapan dengan Nararya sifat itu hilang. Vallesia sendiripun bingung mengapa dia bisa seperti ini karena biasanya dia selalu menjambak rambut laki-laki, memukul serta mencubit sampai laki-laki tersebut meminta ampun.
"Permisi," kata Vallesia lalu duduk di tempatnya.
Selama beberapa detik tidak ada masalah apa pun sampai semuanya sirna ketika Nararya beranjak dari duduknya lalu tiba-tiba duduk di meja Vallesia tepatnya di hadapan Vallesia.
Tidak bisa dijelaskan raut wajah Vallesia sekarang, yang jelas sekarang dia sedang khawatir dan takut.
"Lo .. lo?" ujar Vallesia sebari gemeteran.
Di saat Vallesia memasang wajah takut lain halnya dengan Nararya yang sedang memasang wajah datar. Dia tidak berniat untuk membuat Vallesia takut dan bahkan dia tidak berniat untuk membunuhnya. Dia hanya ingin mengambil apa yang menjadi miliknya.
"Balikin barang gue!" ujar Nararya dengan nada bicara yang terdengar tegas di telinga Vallesia.
Aura yang tadi menakutkan berubah menjadi semakin takut. Vallesia tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Nararya.
"Baa ... rang aaa ... ppaaa?" tanya Vallesia sebari menggigit bibir bawahnya.
Terdengar helaan napas gusar dari Nararya dan itu membuat Vallesia semakin takut. Dia ingin lari dari situasi ini namun dia takut kalau Nararya akan memutilasinya. Karena bukannya orang pendiam itu rata-rata ... pysicopath.
"Bacot," kata Nararya sebari merampas headphone yang ada di tangan Vallesia.
Setelah membuat Vallesia semakin bingung, Nararya tanpa merasa dosa langsung bergegas pergi keluar kelas. Di tempatnya, Vallesia masih diam terpaku sebari memegang dadanya yang berdetak tak karuhan karena menahan takut.
"Tuh anak nyeremin amat, gak sopan lagi," gerutu Vallesia setelah dia merasa rileks.
Tak lama, suasana kelas menjadi ramai karena hari sudah siang. Dan tiba-tiba saja Vallesia dikagetkan dengan kehadiran Megan yang langsung duduk di sampingnya.
"Anjay gue capek, tuh anjing gak tahu sopan santun apa udah tahu gue mau sekolah malah ngejar," celoteh Megan namun tak ditanggapi oleh Vallesia.
"Valles, teman lo ini lagi kena musibah malah lo kacangin lagi,"
Merasa masih tak ada tanggapan dari Vallesia, Megan pun merasa kesal lalu tanpa belas kasihan dia memukul kepala Vallesia menggunakan tasnya.
"Anjir, sakit bego," ringis Vallesia sebari memgelus-ngelus kepalanya.
Bukannya meminta maaf, yang dilakukan Megan adalah mengacuhkan Vallesia sebari memasang wajah cemberut.
"Lo apa-apaan sih?" tanya Vallesia dengan nada bicara ketus.
"Lo yang apa-apaan?" Megan balik bertanya dengan nada bicara yang tak kalah ketus.
Kening Vallesia berkerut. Dia ini lagi bingung dan Megan, temannya ini malah membuat dia semakin bingung. Tak ingin memperkeruh suasana, Vallesia pun menghela napasnya lalu mulai merangkul pundak Megan.
"Ya udah, gue minta maaf. Lo mau ngomong apa?" tanya Vallesia sambil tersenyum simpul.
Megan yang sudah terlanjur kesal langsung menepis tangan Vallesia dari pundaknya. "Enggak jadi. Terlanjur kesel gue,"
"Ya udah kalau lo gak mau ngomong. Biarin gue aja yang ngomong," ujar Vallesia. "Barusan Nararya nyamperin gue," lanjutnya.
Mata Megan seketika langsung melotot. Sedikit laget, ralat bukan sedikit tapi sangat kaget dengan apa yang dibicarakan Vallesia barusan.
"Jangan ngarang cerita deh," ucap Megan.
"Yey, siapa yang ngarang. Lo masih ingat kan soal headphone yang kemarin gue temuin?" kata Vallesia sebari membayangkan tingkah Nararya barusan yang dengan kasar mengambil headphone dari tangannya.
"Ingat. Kenapa?" jawab Megan.
"Ya itu punya dia. Dia nyamperin gue untuk ngambil headphone itu walau cara dia kasar sih. Takut gue sama dia, ogah banget punya urusan sama dia, kasar,"
Megan diam sejenak. Dia merasa penasaran dengan Nararya. Sekasar apakah dia. Ya walaupun dia sendiri takut tapi tetap saja dia penasaran.
"Gue jadi penasaran sama dia. Gue mau nyoba cari masalah ah sama dia," tutur Megan membuat Vallesia terbelalak kaget.
"Sarap lo," kata Vallesia sambil menabok jidat Megan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments