..."Cinta memanng menyebalkan, dia bisa merubah sikap seseorang kapanpun, di manapun dan dalam keadaan apapun."...
Sejak kejadian tadi kantin, Vallesia menjadi pendiam. Bahkan guru yang sedang mengajar di depanpun dia abaikan. Vallesia hanya memandang kosong ke depan dengan tangan yang menopang dagu. Melihat itu, Megan menjadi khawatir ditakutkan kalau Vallesia itu kerasakuan.
Megan ingin bertanya sekarang namun dia urungkan karena takutnya akan menciptakan keributan di dalam kelas alhasil Megan akan bertanya setelah guru yang mengajar di depan sekarang selesai.
"Baik, pelajaran hari ini sampai di sini saja sekarang kalian boleh isitrahat,"
Suara sorakan heboh terdengar di setiap penjuru kelas. Bahkan ada salah satu siswa yang sampai menaiki meja sebari berjoged ria. Setelah guru yang mengajar keluar, Megan melirik Vallesia yang saat ini masih setia dengan lamunannya.
Perlahan, Megan memegang bahu Vallesia lalu di detik selanjutnya dia mengguncangkan bahu Vallesia dengan pelan.
"Valles!" panggil Megan.
"Hmm," sahut Vallesia tanpa menoleh sedikitpun.
Mendengar jawaban dari Vallesia, Megan hanya mengernyit bingung. "Lo kenapa?" tanya Megan.
"Enggak," jawab Vallesia.
Beberapa menit Megan diam, tidak menanggapi perkataan Vallesia. Bagi Megan hari ini Vallesia sangat aneh. Vallesia yang sekarang bukanlah Vallesia yang Megan kenal. Jika biasanya Vallesia akan heboh ketika mendengar kata 'istirahat' maka Vallesia yang sekarang terlihat tenang dan tidak peduli dengan kata tersebut.
"Lo gak mau ke kantin?" ujar Megan dengan tampang yang terlihat takut.
Jujur Megan merasa takut kalau yang sekarang sedang duduk dengannya bukanlah Vallesia melainkan orang lain yang menempati tubuh Vallesia.
"Enggak,"
Tenggorokan Megan terasa kering, dia takut bukan main. Cepat-cepat Megan bangkit dari duduknya lalu berlari kecil keluar dari kelas.
"Valles, cantik!" sapa Damar yang baru saja datang lalu langsung duduk di samping Vallesia.
"Ya?' balas Vallesia.
Senyum terukir di bibir Damar. Apa dia tidak salah dengar. Vallesia menanggapi panggilannya dengan manis tanpa ada unsur kekerasaan. Padahal sebelum Damar menghampiri Vallesia, dia sudah menyiapkan stamina tubuhnya agar tahan banting dari serangan-serangan dadakan Vallesia.
"Hari ini cerah ya?" kata Damar sebari tangan yang merangkul pundak Vallesia.
Tidak ada tanda-tanda penolakkan dari Vallesia dan itu membuat Damar senang bukan kepalang. Akhirnya setelah sekian lama, Damar bisa juga mendekati Vallesia.
"Hmm," ujar Vallesia yang masih setia dengan lamunannya dan juga tangan yang terus menopang dagu.
"Sama kayak hati aku yang saat ini sedang cerah, hehe," ucap Damar dengan tampang bahagianya.
Satu persatu orang sudah memasuki kelas karena waktu istirahat tinggal sepuluh menit lagi. Semua tatapan mata mengarah pada Damar dan juga Vallesia. Mereka heran mengapa tidak ada keributan yang tercipta di antara keduanya karena biasanya sedikit saja Damar menyentuh Vallesia maka Vallesia akan mengeluarkan jurus-jurus andalannya tapi kenapa sekarang Vallesia diam saja di saat Damar dengan leluasa merangkul pundak Vallesia.
"Kok tumben ya mereka akur? Mana si Damar pake acara rangkul-rngkul segala lagi," ujar salah satu teman sekelas Vallesia yang paling hoby ngegosip.
"Mungkin si Valles lagi diberi hidayah kali, abis dia galak banget sih," timpal teman cewek yang tadi.
Dari ambang pintu terlihat Megan yang sedang berjalan memasuki kelas sebari tangan yang menenteng minuman. Lalu matanya melebar saat mendapati Damar dan juga Vallesia yang duduk berdampingan.
"Gue gak salah lihat nih," kata Megan dengan mulut menganga.
"Lo gak salah lihat kok, gue aja bingung," sahut Tiwi yang juga baru datang dari kantin.
"Itu beneran?" tanya Megan yang belum yakin.
"Ya bener," jawab Tiwi lalu melangkah pergi meninggalkan Megan yang masih bengong di tempatnya.
Tak lama seorang laki-laki dengan headphone yang terpasang di telinga datang memasuki kelas. Semua tatapan mata langsung teralihkan menjadi ke arah laki-laki itu. Ada sebagian siswi yang sampai menelan saliva karena tak tahan dengan gaya cool dari laki-laki tersebut.
Tanpa permisi laki-laki itu langsung menyingkirkan Damar dari samping Vallesia dan itu sukses membuat seisi kelas melongo.
"Woy bego!" panggil Nararya sebari tangan yang menoyor kepala Vallesia.
Mendapat perlakuan mendadak seperti itu, Vallesia langsung tersadar dari lamunannya dan tangannya dia gunakan untuk mengusap jidatnya yang sempat mencium meja.
"Aduh," ringis Vallesia.
"Ayo!" ujar Nararya yang langsung menyeret Vallesia keluar kelas.
Seisi kelas langsung melongo dan saling tatap dengan teman yang ada di sampingnya. Mereka heran mengapa Nararya bisa sedekat itu dengan Vallesia. Mereka bertanya-tanya apakah Vallesia dan Nararya pacaran?
"Lo mau bawa gue ke mana?' tanya Vallesia di sela-sela perjalanan mereka.
Bukannya menjawab, yang dilakukan Nararya adalah mempercepat langkahnya. Bahkan Nararya mengabaikan tatapan heran dari orang-orang yang dia lalui karena mereka baru melihat seorang Nararya mau berinterkasi dengan orang lain bahkan Nararya dengan guru saja terlihat tak ingin berinteraksi sedang Vallesia, dia sebisa mungkin menyembunyikan wajahnya karena malu.
"Woy lepasin gue!" pinta Vallesia sebari berusaha melepaskan cengkraman tangan Nararya.
"Diem!" jawab Nararya dengan nada ketusnya.
Vallesia hanya bisa diam sebari mengerucutkan bibirnya. Vallesia sudah tak ingin mempunyai urusan lagi dengan Nararya karena bagi Vallesia memiliki urusan dengan Nararya sangatlah merepotkan.
Dalam hati Vallesia memang senang namun di sisi lain, Vallesia takut kalau misalkan perasaan yang sekarang dia rasakan semakin berkembang. Ada perasaan nyaman dan senang yang tumbuh di dalam hatinya namun Vallesia takut kalau perasaanya bersifat satu arah. Vallesia ingin menjauh sebelum perasaannya semakin besar. Itu saja.
Cukup dulu saja Vallesia merasakan sakit hati dan sekarang dia tidak ingin merasakan sakit itu lagi. Karena untuk mengobatinya butuh waktu yang panjang, Dan sekarang Vallesia ingin berhenti sebelum mencoba karena ditakutkan kalau sakit itu kembali dia rasakan.
"Rooftop? Mau ngapain?" tanya Vallesia setelah mereka sudah berada di rooftop.
"Jauhin cowok tadi!" ujar Nararya to the point.
Vallesia yang memang memiliki otak lemot dan kurang mengerti dengan kode hanya bisa diam sebari mengernyit bingung. "Jauhin? Siapa?" Vallesia balik bertanya.
Nararya tahu, pasti Vallesia akan seperti ini dan dia sudah mencoba mengatur emosinya karena ditakutkan kalau dirinya akan melempar Vallesia dari atas rooftop karena terlalu kesal dengan sikap gadis yang ada di sampingnya.
"Jauhin cowok yang tadi duduk sama lo," jelas Nararya.
"Siapa?"
"Da ... Dafa, Dani. Ah gak tahu gue. Yang jelas dia satu bangku sama gue," ucap Nararya.
"Damar?" tebak Vallesia.
Nararya hanya mengedikkan bahunya karena dia memang tidak tahu nama-nama teman satu kelasnya. "Ya kali,"
"Tapi kenapa?" tanya Vallesia yang tidak tahu alasan Nararya menyuruh dia menjauhi Damar.
"Kalau gue suruh turutin aja gak usah banyak tanya," jawab Nararya lalu mulai membalikan tubuhnya berniat untuk pergi.
Di tempatnya, Vallesia diam sebari mencerna setiap kalimat yang dilontarkan oleh Nararya. Lalu pikirannya tiba-tiba mengarah pada kejadian tadi malam saat dirinya melihat Nararya bersama teman-temannya.
"Eum ... Nararya!" panggil Vallesia dengan nada gugup.
Nararya berhenti namun tidak menoleh ke arah Vallesia.
Dengan sisa-sisa keberaniannya, Vallesia mulai merangkai kata yang pas untuk bertanya pada Nararya agar tidak menyinggung dirinya.
"Semalam ... gue lihat lo nongkrong di jalan sama siapa? Mereka temen-temen lo?" tanya Vallesia.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Tidak ada respon apa pun dari Nararya dan itu membuat Vallesia takut. Vallesia merutuki kebodohannya seharusnya dia tidak usah bertanya. Untuk apa juga dia mengurus kehidupan orang lain.
"Kepo lo," balas Nararya yang langsung melangkah pergi meninggalkan Vallesia yang saat ini masih setia bengong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments