18. Teka-teki

..."Ada kalanya hati yang mengendalikan kita bukan kita yang mengendalikan hati," ...

"Alles!"

Panggilan itu membuat Vallesia memberhentikan langkahnya ketika dia baru saja sampai di depan pintu minimarket karena persediaan cemilan dia sudah habis jadi dia berniat untuk berbelanja malam ini.

Kepala Vallesia memutar dan berhenti di satu titik ... Nararya. Vallesia sudah menyadari kehadiran Nararya dan teman-temannya bahkan Vallesia juga melihat kedua teman Nararya yang sedang bernyanyi dan berjoged ria namun sebisa mungkin Vallesia berlaga tak melihat mereka. Karena Vallesia sudah jengah kalau harus terus berurusan dengan Nararya.

Cukup lama Vallesia bertatapan dengan Nararya namun cowok itu tak melanjutkan ucapannya dan itu sukses membuat Vallesia kesal. Perlahan, Vallesia memutuskan kontak mata itu dan membuka pintu minimarket lalu mulai melangkahkan kakinya untuk masuk.

Baru saja Vallesia masuk, dia sudah disambut dengan sapaan pegawai minimarket tersebut. Seketika Vallesia tersenyum kikuk untuk membalas sapaan pegawai tersebut.

"Ganteng," batin Vallesia.

Sadar dengan apa yang diucapkannya barusan, cepat-cepat Vallesia menggelengkan kepalanya.

"Mba, gak papa?" tanya pegawai minimarket tersebut.

"Engg ... gak papa kok," balas Vallesia lalu mulai melangkah menghampiri rak yang menyediakan berbagai macam snack.

Setelah dirasa cukup, Vallesia mulai berjalan menuju kasir dan ternyata antriannya cukup panjang.

Vallesia manyun. Pasalnya Vallesia tipe orang yang tidak suka menunggu lama. Dalam kediamannya, tiba-tiba pikiran Vallesia mengarah pada satu orang ... Nararya. Entah kenapa belakangan ini pikirannya selalu dipenuhi oleh Nararya, Nararya dan Nararya.

Sikap so berkuasa dan tatapan tajamnya, entah kenapa itu menjadi daya tarik tersendiri dalam sosok Nararya. Bilang saja Vallesia munafik. Mulut berkata tidak suka sedangkan hati berkata suka.

Entah sejak kapan perasaan itu tumbuh, yang jelas mulai saat ini entah sampai kapan Vallesia sudah mulai tertarik pada sosok Nararya.

Nararya memang kasar dan ucapannya kelewat pedas tapi tak bisa dipungkiri kalau Vallesia suka melihat sikap bringas Nararya dan merasa kosong saat Nararya tidak mengganggunya.

Satu yang masih menjadi teka-teki. Kenapa sikap Nararya di sekolah berbanding terbalik dengan Nararya yang ada di luar sekolah. Di sekolah, Nararya kelewat dingin dan bahkan bersikap tak butuh pada orang lain. Tapi kenapa saat di luar sekolah Nararya menjadi periang dan memiliki banyak teman. Kadang Vallesia berpikir apakah Nararya yang dia lihat di sekolah sama dengan Nararya yang dia lihat di luar sekolah? Atau Nararya memiliki kembaran? Ah entahlah.

Dan satu lagi. Kenapa Nararya ingin berinteraksi dengan Vallesia bahkan sampai mau diajak ke rumah? Bahkan dengan guru-pun Nararya selalu menjaga jarak. Satu pertanyaan yang tiba-tiba saja muncul di kepala Vallesia.

Apakah Vallesia special bagi Nararya?

"Mba, mau dibayar enggak? Itu yang lain kasihan nungguin," 

Mendengar pertanyaan itu, langsung saja Vallesia terlonjak kaget. Pandangannya lurus ke depan. Kosong. Orang yang mengantri di depannya sudah pergi dan sekarang tinggal bagian dirinya.

Malu? Jelas saja Vallesia malu. Gara-gara Nararya hidupnya jadi kacau.

"Ya, Mba maaf. Jadi semuanya berapa?" tanya Vallesia.

"94.500," jawab penjaga kasir itu.

Vallesia mengangguk lalu memberikan uang senilai 100rb kepada penjaga kasir itu. Setelah urusan bayar-membayarnya selesai, Vallesia mulai berjalan keluar namun ada sedikit rasa ragu di dalam hatinya. Ragu untuk bertemu dengan Nararya.

Benar saja, ketika Vallesia baru melangkahkan satu kakinya keluar minimarket, tepat di sampingnya ada sosok laki-laki sedang berdiri sambil menyender ke pintu minimarket.

"Ikut,"

Belum sempat Vallesia membantah ucapan Nararya. Namun tubuh dia sudah lebih dulu diseret oleh Nararya.

"Jagain motor gue," teriak Nararya pada ketiga sahabatnya.

"Siap," jawab Regan.

Vallesia tak tahu dia akan dibawa ke mana. Otak dan hatinya sekarang sedang tak sejalan. Otaknya menyuruh menolak dan memilih untuk kabur namun hatinya berkata untuk diam dan ikuti saja. Sungguh Vallesia sangat bingung.

Sudah hampir 10 menit mereka berjalan namun tak kunjung sampai. Vallesia kesal, kalau jaraknya jauh mengapa tidak menggunakan motor saja. Apa ini adalah modus dari Nararya agar dia bisa lama berduaan dengan Vallesia?

"Lepasin! Gue mau pulang," ronta Vallesia.

"Diem," Satu kata namun penuh dengan penekanan. Tak ingin memperpanjang masalah, Vallesia memilih untuk diam.

Tak lama Vallesia merasakan tubuhnya berhenti berjalan. Vallesia mengedarkan pandangannya. Banyak lampu yang berjejer, bunga-bunga bermekaran indah. Satu yang membuat Vallesia takjub. Air mancur.

"Kicep lo. Kayak orang bego tahu gak,"

Perasaan yang tadinya senang berubah menjadi kesal. Nararya ini memang bisa membuat mood Vallesia buruk.

"Gue lupa, kan lo emang bego," sambung Nararya membuat emosi Vallesia semakin naik.

"Anjir lo," umpat Vallesia.

Melihat respon Vallesia seperti itu entah kenapa membuat Nararya senang. Delikan mata yang tajam serta bibir yang dibuat berkerucut menambah nilai manis bagi Vallesia. Bukan hanya itu, kacamata yang melekat pada mata Vallesia malah membuat Vallesia terlihat seperti gadis mungil.

Tak salah jika Nararya membawa Vallesia ke Taman Kota. Nararya sendiri tidak tahu kenapa dia membawa Vallesia ke sini. Aneh memang.

"Arya!" panggil Vallesia sedangkan yang dipanggil hanya menoleh tanpa menyahut.

"Eum ..." Ada jeda cukup lama. Vallesia bingung harus memulainya dari mana. "Gue pegel," Bodoh. Sebenarnya bukan itu yang ingin Vallesia ucapkan.

Dengan satu tarikan, Nararya membawa Vallesia ke salah satu bangku yang letaknya dekat dengan air mancur. Tanpa diperintah, Vallesia langsung duduk dan diikuti Nararya yang duduk di sampingnya.

Lama mereka berdiam, dan Vallesia tidak suka dengan situasi seperti ini. Kesannya kayak orang bodoh yang hanya duduk berdua tapi tak ada percakapan.

"Gue mau nanya. Lo mau jawab gak?" tanya Vallesia seberani mungkin padahal dalam hati jelas-jelas dia takut.

"Tergantung," jawab Nararya.

Vallesia tidak kaget ketika mendengar jawaban singkat seperti itu dari Nararya karena dia sendiri sudah memprediksinya.

"Kenapa di sekolah lo tertutup banget dan gak pernah berinteraksi sama orang lain. Tapi kenapa sama gue lo mau?" Setelah mengatakan itu Vallesia langsung menunduk. Dia malu sungguh malu. Tak seharusnya dia bertanya seperti itu.

Nararya bungkam. Bukan karena dia tidak mau menjawab tapi memang dia tidak tahu jawabannya. Ingin berinteraksi dengan Vallesia itu adalah kemauan hatinya bukan kemauan Nararya sendiri.

"Kenapa diem? Pertanyaan gue aneh ya?" tebak Vallesia.

Nararya tidak bisa untuk tidak tersenyum. Tingkah Vallesia ini benar-benar polos. Namun sebisa mungkin Nararya menyembunyikan senyumannya.

"Ada kalanya hati yang mengendalikan kita bukan kita yang mengendalikan hati," ujar Nararya.

Dahi Vallesia mengernyit. Bingung, tidak mengerti. Itulah yang sekarang Vallesia rasakan. Kenapa setiap kalimat yang keluar dari mulut Nararya selalu penuh dengan teka-teki. Jujur Vallesia tidak bisa main tebak-tebakan.

"Terus kenapa lo di sekolah tidak mau berteman tapi di luar sekolah memiliki banyak teman? Lo pilih-pilih teman ya? Sombong banget," Vallesia memilih bertanya yang lain karena dia sedang tidak ingin banyak berpikir.

"Terkadang orang hanya berhak tahu namun tidak berhak untuk mengerti,"

Cukup! Vallesia sudah muak dengan jawaban-jawaban Nararya yang jatuhnya teka-teki dan memiliki arti tersirat.

"Kenapa sih lo selalu ngejawab yang jatuhnya teka-teki mulu. Gak paham gue," ujar Vallesia.

Sudut bibir Nararya terangkat namun hanya sekilas. Cewek yang ada di sampingnya memang sangat menggemaskan dan selalu bisa membuat Nararya bahagia.

"Itu mah lo-nya aja yang bego," kata Nararya sebari tangan yang menabok jidat Vallesia.

"Arya," ujar Vallesia sebari tangan memukul bahu Nararya.

"Lo ngajak ribut?" tanya Nararya dengan nada bicara yang dingin.

Di tempatnya Vallesia gelagapan. Dia salah karena sudah mencari gara-gara dengan Nararya. Tapi bukannya yang lebih dulu cari gara-gara itu Nararya.

"Eng ... gak," jawab Vallesia.

Melihat gelagat Vallesia membuat Nararya terkekeh walau hanya sebentar. Melihat pemandangan langka itu mata Vallesia terbelalak. Dia masih tidak percaya kalau Nararya bisa tertawa.

"Lo lucu tahu," kata Nararya dengan tangan yang mengusap kepala Vallesia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!