11. Perasaan Nararya

..."Perasaan tak pernah berdusta sekalipun pernah dibuat terluka."...

Laki-laki berambut merah transparan itu sedang berusaha memanjat benteng yang berada di pinggir sekolah. Terlebih dulu, dia melempar tasnya ke bawah lalu disusul dengan dirinya yang langsung mendarat indah dengan sekali lompatan.

Nararya bernapas lega karena rencana dia berhasil dan tidak ada luka sedikitpun di badannya. Setelah merasa aman, Nararya mengambil tasnya lalu disampirkan ke atas bahunya. Hari ini Nararya merasa bosan dan hatinya merasa membutuhkan tempat yang tenang karena itulah dia memilih untuk bolos.

Ini bukan yang pertama kalinya dia melakukan hal ini. Semenjak kelas X saja dia sudah terbiasa membolos hanya saja aksi dia tak pernah ketahuan jadi sampai sekarang Nararya masih aman.

Nararya berjalan santai menuju sebuah warung yang berada di pinggir sekolah, tempat favorit dia ketika bolos ya di sini, warung Bi Iyem.

"Seperti biasa ya, Mas?" tanya Bi Iyem yang sudah hafal dengan kebiasaan Nararya.

Nararya hanya mengangguk singkat sebari tersenyum tipis sebagai jawaban atas pertanyaan Bi Iyem.

Tiba-tiba saja pikiran Nararya mengarah pada sosok Vallesia. Setelah kejadian tadi rooftop hati Nararya menjadi tak tenang, Dia sendiri tak tahu kenapa dia memilih Vallesia untuk dijadikan orang yang dia ajak bicara. Kenapa harus Vallesia sebagai tempat dia melimpahkan perhatiannya.

Nararya bukan pengecut, yang memilih untuk pergi ketika dimintai penjelasan oleh perempuan. Nararya hanya tidak ingin salah menjawab, karena sekarang hati dan pikiran dia sedang bimbang. Nararya akan menjawab tapi nanti kalau hati dan pikirannya sejalan.

"Ini Mas, kopi dingin dan rokoknya," kata Bi Iyem sebari memberikan satu gelas kopi dan satu bungkus rokok beserta korek apinya ke hadapan Nararya.

"Makasih, Bi," jawab Nararya.

Setelah Bi Iyem pergi, Nararya langsung menghidupkan rokoknya dan menghisapnya secara pelan lalu dengan sekali tiup asap tebal langsung mengapung di udara.

Hanya dengan ini Nararya bisa tenang, dengan merokoklah dia merasa kalau bebannya berkurang. Dia tahu bahwa ini tidaklah baik, namun Nararya bukanlah perokok aktif, dia hanya merokok kalau pikirannya sedang kacau.

Nararya mematikan rokoknya lalu menginjaknya sampai sisa rokok itu hancur. Di detik berikutnya Nararya mnyesap kopi yang telah dibuatkan Bi Iyem sampai habis. Dan saat ini Nararya merasa bosan, dia butuh teman untuk menceritakan keluh kesahnya saat ini.

Hal yang dilakukan Nararya saat ini adalah mengambil ponselnya dari saku celana lalu mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Regan

Ke warung biasa sekarang!

Setelah mengetikkan kalimat itu, Nararya kembali menyimpan ponselnya, pandangannya menerawang ke depan. Dia bingung apa yang harus dia lakukan sekarang. Membukkan hati untuk Vallesia masuk atau menahannya seperti sekarang.

"Arrgh!" erang Nararya sebari mengacak rambutnya prustasi.

Tak lama kemudia terdengar suara motor berhnenti. Lalu kemudian Nararya dikejutkan dengan tepukan di pundaknya secara pelan.

"Ada apa lo nyuruh gue ke sini. Gue rela-relain bolos dari sekolah demi nemuin lo," kata Regan lalu duduk di samping Nararya.

"Gue bingung," ujar Nararya.

"Bingtung kenapa? Masalah cewek ya?" tebak Regan.

Nararya mendelik. Dia tidak bisa mengelak karena yang dikatakan Regan memang benar hanya saja Nararya merasa malu untuk berkata jujur.

"Udah gak usah malu-malu. Gue tahu kok,"

"Lo tahu kan apa alasan gue bersikap tertutup sama orang lain apalagi sama cewek. Dan sekarang secara tiba-tiba gue berani deketin cewek dan gue gak rela dia jauh-jauh sama gue," tutur Nararya.

Regan diam. Dia sangat tahu apa alasan Nararya bersikap tertutup. Dia tahu betul masalah apa yang dialami Nararya dulu sampai Nararya bersikap seperti ini.

"Gue gak bisa kasih lo solusi. Gue cuma bisa ngedukung apa yang menjadi keputusan lo, yang jelas lo harus ikuti kata hati lo. Buang semua ego lo, yang lalu biarlah berlalu. Jangan lo sama kan semua orang, bisa saja cewek yang sekarang membuat lo bimbang adalah dia yang akan merubah hidup lo menjadi lebih baik," jelas Regan lalu mulai membuka tasnya dan memasang headphone ke telinganya.

Nararya diam sejenak, dia sedang mencerna apa yang dikatakan Regan. Benar kata Regan, tidak seharusnya dia menyamakan sikap semua orang. Sekarang Nararya akan mencoba membuka hati untuk Vallesia secara pelan-pelan. Dia tidak akan membuka pintu hatinya langsung 100%, dia akan membukanya secara bertahap. Nararya hanya tidak ingin sakit hati untuk kedua kalinya.

"Menurut lo, apa gue harus membuka hati untuk dia?" tanya Nararya.

"Apa salahnya mencoba," jawab Regan.

Nararya mengangguk-anggukan kepalanya. Senyum tipis terbit di bibirnya lalu tangannya merongoh saku celana mencari sesuatu namun hasilnya tidak ada dan di saku bajupun sama tidak ada.

"****!" umpat Nararya.

"Lo kenapa sih?" tanya Regan.

"Pinjem duit dong. Nyokap sama Bokap gue belum transper," kata Nararya.

Regan berdecak. Bukan karena dia tidak suka Nararya meminjam uangnya hanya saja dia tidak suka dengan keputusan Nararya yang memilih tinggal di kostan daripada tinggal di rumahnya sendiri. Regan bisa memaklumi alasan Nararya namun tak sepantasnya Nararya menghindar dari masalah, bagaimanapun orang tua kita, merekalah yang telah merawat kita jadi tak seharunya Nararya bersikap seperti ini.

Kadang Regan merasa kasihan saat dia melihat Ibunya Nararya datang menemui Nararya di kostan meminta Nararya untuk pulang sambil mennagis namun Nararya menolak dengan kalimat penuh penekanan.

"Mau sampai kapan lo kayak gini? Kasihan orang tua lo," kata Regan.

"Bacot lo ah, udah mana gue pinjem uang lo buat bayar nih kopi sama rokok," ujar Nararya kesal.

"Makan tuh uang," ucap Regan sambil menempelkan uangnya ke kening Nararya.

Dengan kesal Nararya mengambil uangnya dengan nominal 50rb lalu kakinya melangkah menemui Bi Iyem. Setelah selesai membayar, Nararya berjalan keluar warung lalu mengambil motornya yang dia simpan di dekat warung Bi Iyem, memang Nararya selalu menyimpan motornya di sini agar mempermudah kalau dia bolos.

"Eh, lo mau ke mana?" teriak Regan.

Bukannya menjawab, Nararya malah melajukan motornya dengan cepat. Sedang Regan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Nararya yang saat ini sedang mabuk cinta.

Motor Nararya berhenti tak jauh dari gerbang depan sekolah. Dia melirik jam tangan yang melingkar di tangannya, waktu pulang tinggal lima menit lagi.

Ponsel Nararya berbunyi, pertanda ada pesan masuk. Dengan susah payah, Nararya mengabil ponselnya lalu napasnya terdengar gusar tatkala matanya membaca sebuah pesan yang masuk ke ponselnya.

Mamah

Kamu di sana sehat kan?

Nararya ragu untuk membalasnya. Namun dia juga tidak tega membuat Ibunya khawatir. Akhirnya dengan ragu-ragu dia pun mengetikkan kalimat untuk membalas pesan tersebut.

Seperti biasa

Hanya itu yang mampu Nararya lakukan. Jujur, Nararya tidak sepenuhnya membenci orang tuanya hanya saja Nararya kecewa dengan sikap orang tuanya. Nararya akan pulang, namun tidak sekarang, nanti kalau hatinya sudah pulih.

Sebagian siswa-siswi sudah keluar dari area sekolah. Dengan cepat Nararya langsung memasukkan kembali ponselnya. Setelah keberaniannya terkumpul, Nararya langsung menarik pedal gasnya dan berhenti tepat di depan gerbang.

Tak butuh waktu lama, seseoarng yang dia tunggu akhirnya datang. Gadis itu berjalan berampingan dengan sahabatnya, Megan. Dan langkah mereka berhenti ketika pandangan mereka mendapati sosok Nararya.

"Naik!" kata Nararya tegas pada Vallesia.

"Maksud lo?" Vallesia balik bertanya.

"Maih aja ya lo bego," ujar Nararya sengaja memancing emosi Vallesia.

"Dibilangin jangan panggil gue bego. Lagian ya, lo ngapain lo di sini tadi kan lo gak masuk kelas setelah isitrahat kedua,"

Bukannya menjawab omelan Vallesia, yang dilakukan Nararya adalah menyentil kening Vallesia dengan menggunakan tenaga yang cukup keras sehingga membuat Vallesia meringis.

"Gak usah banyak tanya, cepetan naik atau mau gue gendong?"

Mata Vallesia terbelalak. Cepat-cepat dia naik ke atas motor Nararya sampai-sampai dia hampir jatuh karena dia terlalu kaget mendengar penawaran Nararya.

Melihat itu, Nararya hanya menahan senyum. Sedangkan Megan hanya bengong karena tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.

"Megan, gue duluan. Lo hati-hati ya!" teriak Vallesia karena Nararya langsung melajukan motornya tanpa membiarkan dia pamit terlebih dahulu pada Megan.

"Barusan itu cuplikan drama korea ya," gumam Megan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!