..."Tak selamanya orang pendiam memiliki mulut manis."...
Jam pelajaran pertama di kelas XI Ips 03 free dikarenakan Pak Dadan, guru yang sekarang harusnya mengajar meminta izin karena istrinya melahirkan. Teriakan kebahagiaan menggema di seluruh penjuru kelas. Selang beberapa detik, semua siswa-siswi membuat kubu masing-masing.
Lain halnya dengan Vallesia dan Megan. Di saat semua orang sibuk membuat lingkaran entah itu di meja ataupun di lantai, Vallesia dan Megan malah asyik berdebat dikarenakan Megan yang mempunyai ide gila untuk mencari masalah dengan Nararya karena dia saking penasaran dengan sikap Nararya.
Karena Vallesia sudah mulai jengkel, akhirnya dia memutuskan untuk mangcuhkan Megan sedangkan Megan hanya senyam-senyum sendiri karena memikirkan ide gilanya.
"Gue mau persiapan dulu," kata Megan lalu beranjak dari duduknya dan mulai melangkah keluar kelas.
"Anak edan," dumel Vallesia dengan tatapan mata yang fokus pada layar ponsel.
"Lagi ngapain sih?" tanya seseorang yang membuat tingkat kekesalan Vallesia meningkat.
"Lo ngapain ball ... LO?" ujar Vallesia dengan ekspresi yang tidak bisa dibilang biasa. Awalnya Vallesia mengira yang bertanya itu Megan namun ternyata bukan. Dia adalah Damar, orang yang duduk satu bamgku dengan Nararya namun mereka tidak pernah terlihat saling berinteraksi.
Jujur, Vallesia kurang menyukai Damar, karena dia selalu menganggu segala aktivitas Vallesia yang sukses membuat Vallesia darah tinggi.
"Ngapain lo?" ketus Vallesia.
"Ngapelin lo," jawab Damar yang langsung duduk di samping Vallesia.
"Najis," balas Vallesia sebari tangan yang menabok kepala Damar.
Bukannya marah atau merasa kesal, yang dilakukan Damar adalah terkekeh lalu mengelus kepala Vallesia dengan lembut. Bila perempuan lain akan merasa gugup dan senang dapat perlakuan seperti itu lain halnya bagi Vallesia. Dia tidak suka diperlakukan seperti itu karena menurut Vallesia itu sama saja dengan memberi harapan tanpa penjelasan apapun. Karena dulu dia selalu mendapatkan perhatian lebih dari beberapa laki-laki namun tak ada satupun yang memperjelas semuanya. Semuanya hilang tanpa alasan yang jelas. Bukannya itu sama saja dengan memberi harapan palsu.
"Minggir!" tegas Vallesia sebari menghempaskan tangan Damar yang masih menetap di kepala Vallesia.
"Galak banget sih," ujar Damar sambil berpura-pura memasang wajah sedih.
"Bodo," balas Vallesia acuh.
Seketika suasana di antara Damar dan Vallesia hening. Tidak ada lagi adu mulut. Vallesia yang sedang sibuk dengan ponselnya walau sebenarnya tidak ada hal yang menrik di sana, hanya saja dia sedang sibuk naik turun beranda instagram. Bukan tanpa alasan dia melakukan hal seperti itu, dia hanya sedang menghilangkan rasa bosannya. Di sisi lain, Damar sedang fokus menatap wajah Vallesia yang menurut dia sangat imut. Damar tidak berniat untuk mempermainkan Vallesia. Dia hanya ingin berteman baik dengan Vallesia. Itu saja, tidak lebih.
"Permisi!" ujar Vallesia sebari beranjak dari duduknya. Dia berniat untuk pergi ke perpustakaan karena dia sudah merasa bosan di dalam kelas.
"Mau ke mana?" tanya Damar.
"Bukan urusan lo. Udah ah minggir sana!" ketus Vallesia. Karena memang jika Vallesia ingin keluar dia harus melewati kursi Megan dulu yang sekarang sedang diduduki oleh Damar karena deretan bangku mereka ada di sisi tembok dan kebetulan Vallesia-lah yang duduk di pojok.
"Ya udah, sabar napa," jawab Damar.
Damar bangkit dari duduknya lalu mempersilahkan Vallesia untuk keluar namun sebelum Vallesia melangkah untuk keluar kelas tiba-tiba saja Nararya datang dan langsung menghadang jalan Vallesia.
Sekitar lima detik mereka beradu tatap entah siapa yang memulai karena kejadian itu terjadi dengan tiba-tiba dan adu pandang itu berhenti ketika Vallesia membuang mukanya ke arah lain.
Entah kenapa, yang awalnya Vallesia bersikap garang dan omongannya ngegas namun kali ini dia hanya bisa menunduk ketika berhadapan dengan Nararya. Melihat itu, Damar hanya bisa melongo, dia bingung kenapa dengan Vallesia. Bukannya tadi dia sangat ketus dan mode garangnya keluar tapi sekarang ... dia kicep saat berhadapan dengan Nararya.
"Valles!" panggil Damar sebari menepuk bahu Vallesia.
Vallesia terlonjak kaget dan akhirnya dia sadar dari lamunannya. Dengan cepat, dia menetralkan rasa gugupnya lalu dia memberanikan diri untuk menatap Nararya walau sebanarnya dia masih takut. Ralat, sepertinya dia akan selalu takut.
"Permisi!" ujar Vallesia selemah mungkin pada Nararya.
Di tempatnya, Damar hanya bisa memijat pelipasnya. Dia bingung kenapa Vallesia yang berhadapan dengan dia sangat berbanding terbalik dengan Vallesia yang berhadapan dengan Nararya.
"Valles kenapa? Jnangan-jangan dia kesambet?" tanya Damar pada dirinya sendiri.
"HALLO SEMUA! VALLES, LO DI MANN ... AWWW!"
Mata Vallesia melotot ketika melihat Megan datang dengan membawa sebuah minuman. Bukan itu yang membuat Vallesia kaget, tapi dia kaget ketika melihat minuman yang dibawa Megan tumpah pada baju Nararya.
Seisi kelas langsung menatap Megan tak menyangka. Ada sebagian yang sampai menutup mulut mereka. Saat semua sedang merasa takut lain halnya dengan Megan yang sedang menyengir lebar, sepertinya Vallesia sudah tahu dengan maksud Megan. Di dalam hati, Vallesia merutuki kebodohan Megan. Dia hanya tidak ingin kalau Megan, temannya mendapat masalah dengan seorang Nararya.
"Sorry!" ujar Megan.
Nararya masih diam di tempatnya. Hanya saja tatapan matanya begitu nyalang dan tatapan itu mengarah pada Megan. Selang beberapa detik, tatapan itu berpindah menjadi ke arah Vallesia.
Merasa ditatap, Vallesia hanya bisa menunduk sambil berdoa dalam hati agar dia tidak terkena masalah. Namun ternyata doanya tak dikabulkan karena sekarang dia merasa kalau tubuhnya bergerak menjauhi kelas. Terdengar suara teriakan teman-temannya dari dalam kelas. Karena rasa penasarannya sudah berada di puncak, Vallesia pun mulai mengembalikan kesadarannya lalu kepalanya dia angkat dan yang dia lihat adalah ... langit.
"Gue kenapa sih?" gumam Vallesia sebari menepuk-nepuk pipinya pelan.
"Masih napak kok," lanjutnya sambil melirik kakinya yang masih berpijak.
Merasa aneh, Vallesia pun mulai mengedarkan pandangannya dan yang pertama dia temukan adalah Nararya yang sedang duduk di sebuah bangku yang letaknya tak jauh dari dirinya.
Akhirnya, Vallesia mulai sadar kalau sekarang dia berada di rooftop. Namun yang membuat dia bingung adalah, apa tujuan Nararya membawa dia ke sini.
"Ekhem ..." dehem Vallesia dan seketika Nararya pun menoleh namun tak menyuruh Vallesia untuk duduk.
Merasa tak dianggap, yang dilakukan Vallesia adalah manyun dan masih berdiri di tempatnya menunggu Nararya untuk mengajaknya duduk.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Maih tak ada tanggapan dari Nararya, Vallesia pun menghentak-hentakan kakinya kesal sebari menggerutu dalam hati. Dengan kekesalan yang menggunung, Vallesia membalikan badannya berniat untuk pergi.
Namun, belum juga dia melangkahkan kakinya tiba-tiba tangannya ditarik sampai akhirnya dia duduk di bangku yang tadi diduduki Nararya lengkap dengan Nararya yang duduk di sampingnya.
Sesaat suasana di antara mereka hening dan Vallesia tidak menyukai situasi seperti ini. Menurut Vallesia, situasi seperti ini mmebuat kita terlihat bodoh.
Dengan harap-harap cemas, Vallesia melirik Nararya hanya sekilas lalu di detik berikutnya pandangannya menerawang ke depan, melihat indahnya langit yang sekarang berwarna biru ditemani awan yang menggulung menambah keindahan langit.
Seulas senyum terbit di bibir Vallesia, sudah sekian lama dia tidak melihat indahnya alam ini. Karena selama ini waktunya dia habiskan di dalam kelas ataupun di dalam kamar. Terakhir dia melihat pemandangan ini adalah tahun lalu bersama seseorang yang dulu dia anggap special.
Tersadar dengan apa yang dilamunkannya, Vallesia cepat-cepat menggeleng. Dia sudah susah payah mengubur dalam-dalam kenangan itu namaun sekarang berkat kelakuannya Nararya kenangan itu tiba-tiba saja muncul. Kenangan di mana dirinya selalu tertawa lepas dengan tingkah kekonyolan dirinya beserta orang lama.
"Stop! Gue udah lupain lo," ujar Vallesia sebari memegang kepalanya.
"BERISIK!" Mendengar sentakan itu seketika Vallesia menoleh ke arah sumber suara. Dia sampai lupa dengan keberadaan Nararya yang sekarang duduk di sebelehnya dengan kaki kanan yang ditumpangkan pada kakin kiri, mirip seperti preman ditambah dengan baju seragam yang dikeluarkan serta warna rambut merah menjadi nilai tambah bahwa dia cowok bad.
"So ... sorry!" ujar Vallesia lemah.
Alih-alih menggubris perkataan Vallesia, yang dilakukan Nararya adalah membuka seragam sekolahnya membuat Vallesia histeris dan seketika langsung menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya.
"Mau ngapain lo?" tanya Vallesia.
"Cuciin baju gue!" titah Nararya sebari melemparkan baju seragam putihnya ke wajah Vallesia yang langsung sigap ditangkap oleh Vallesia.
Sekarang di tubuh Nararya hanya tersisa kaos hitam polos berlengan pendek, membuat dia terlihat manis di mata Vallesia.
"Maksudnya?" tanya Vallesia bingung ketika dia sudah mulai sadar akan situasi.
"Cuci baju gue!" ulang Nararya.
Alis Vallesia bertaut. Dia bingung dengan maksud ucapan Nararya. "Kenapa harus gue?"
"Gara-gara temen lo baju gue jadi kotor," kata Nararya lalu bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan Vallesia.
"Kok gue? Kan yang ngotorinnya temen gue bukan gue," ucap Vallesia merasa tak terima dengan perkataan Nararya.
"Karena lo yang lebih mirip tukang cuci," ujar Nararya lalu dengan acuh dia melangkah pergi meninggalkan Vallesia yang masih mematung di tempat.
Sekarang Vallesia sadar, bahwa tak selamanya orang pendiam itu memiliki ucapan halus. Contohnya saja Nararya, dia itu jarang sekali bicara tapi sekalinya bicara membuat hati terkikis. Dan kali ini Vallesia memilih untuk tidak berbicara dengan Nararya daripada harus menahan rasa sakit yang sangat dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments