13. Bimbang

..."Perasaan nyaman bertumbuh tanpa kita suruh."...

Seorang gadis berkacamata dengan rambut sebahu yang bergelombang berjalan kaku menyusuri koridor sekolah. Sesekali gadis itu menghela napas gusar ketika dia mengingat permintaan Ibunya yang meminta dia untuk mengajak Nararya ke rumahnya.

Bukannya Vallesia ingin bersikap kurang ajar untuk menetang keinginan Ibunya, hanya saja Vallesia sendiri bingung dengan hubungan dirinya dengan Nararya. Vallesia takut kalau Ibunya terlalu berharap akan hubungan dia dengan Nararya.

Ini juga kesalahan dirinya yang terlalu teledor menyimpnan baju Nararya di sembarang tempat. Kalau saja dulu Vallesia langsung menyimpan baju Nararya ke dalam tasnya dan tidak disimpan di atas kasur pasti semuanya tidak akan begini. Lantas sekarang yang harus Vallesia lakukan aopa? Memohon pada Nararya agar dia bersedia memenuhi undangan Ibunya? Rasanya tidak mungkin karena Vallesia anti memohon pada laki-laki kecuali Ayahnya.

Dirasa otaknya sudah jengah berpikir, Vallesia mengembungkan pipinya dan bibirnya dimajukan sedikit, kebiasaan dia kalau sedang kesal.

"Gue mesti gimana ini," dumel Vallesia sebari menghentak-hentakan kakinya ke lantai.

Beruntung suasana sekolah masih sepi jadi tidak ada yang melihat aksi bodohnya Vallesia barusan. "Bodo ah," lanjutnya yang langsung berlari kecil menuju kelasnya.

Vallesia terkejut ketika dia memasuki kelas dan langsung disambut dengan kehadiran Nararya yang sedang memainkan ponsel dengan headphone yang terpasang di kepalanya.

Seperti biasa, Vallesia menunduk sebari berjalan menuju bangkunya. Sebelum duduk, Vallesia menyempatkan diri untuk menatap Nararya dengan hati-hati. Dia ingin mengajak Nararya bicara namun nyalinya terlalu lemah untuk sekedar menyapa Nararya.

Merasa ditatap, Nararya langsung menghentikan main gamesnya dan matanya langsung fokus menatap Vallesia. Mendapat tatapan seperti itu dari Nararya membuat Vallesia salah tingkah, Sebisa mungkin Vallesia mengontrol detak jantungnya dan langsung membuang muka dari hadapan Nararya.

"Bodoh," dumel Vallesia pada dirinya sendiri dalam hati lalu langsung duduk di bangkunya.

Di tempatnya Vallesia merasa gelisah. Dia ingin bicara namun aura Nararya terlalu menyeramkan sehingga membuat Vallesia ragu untuk mengajak Nararya bicara.

Perlahan, Vallesia menggerakan kepalanya untuk menoleh ke belakang. Namun belum juga sepenuhnya menoleh, Vallesia langsung membatalkan rencananya.

Merasa risih dengan tingkah Vallesia, Nararya langsung bangkit dari duduknya dan langsung duduk di meja yang berada di hadapan Vallesia.

"Lo kenapa sih?" tanya Nararaya dengan tatapan tajam yang langsung menusuk mata Vallesia.

"Engg .. gak papa. Emang kenapa?" Vallesia balik bertanya.

"Lo ada masalah sama gue?"

"Enggak,"

Nararya turun dari atas meja lalu berdiri di samping Vallesia. Saat ini hati Vallesia bertanya-tanya. Ada apa dengan Nararya, gelagatnya saat ini sangat aneh.

Dengan gaya so coolnya, Nararya melipat kedua tangannya di depan dada lalu mencondonkan badannya ke depan sehingga jarak antara Vallesia dan Nararya sangat dekat.

"Kenapa kalau lo berhadapan sama gue lo kayak ketakutan gituh dan bertingkah seperti orang bego?" kata Nararya yang sukses membuat kekesalan Vallesia meningkat.

Saat ini Vallesia menyingkirkan terlebih dahulu perasaan takutnya terhdap Nararya. Saat ini dia harus terlihat kuat di hadapan Nararya, dia tidak ingin dibilang bego terus-terusan oleh Nararya.

"Karena emang lo menakutkan dan lo itu gak punya hati," tegas Vallesia.

Nararya terzenyum. Namun bukan senyuman manis melainkan senyuman ejekan. Nararya kagum dengan sikap Vallesia yang berusaha terlihat kuat walau sebenarnya dia lemah. Bukan lemah fisik melainkan lemah hati. Nararya tahu kalau Vallesia itu sering ketakutan saat melihat tingkah dirinya yang terlalu dingin.

"Lo nantangin ribut?" tanya Nararya dingin.

Vallesia bungkam. Dia berusaha sekuat mungkin melawan rasa takutnya. Berulang kali dia menelan saliva sebagai pelampiasan atas rasa takutnya. Badan Nararya semakin bergerak maju dan otomatis badan Vallesia semakin bergerak mundur namun gerakan itu langsung berhenti karena punggung Vallesia sudah menghantam tembok.

"Ayo jawab!" desak Nararya.

"Gue gak nantangin ribut. Gue hanya membela diri gue sendiri. Abis lo ngatain gue masa iya gue mau diem aja," jawab Vallesia dengan percaya diri.

"Gituh ya?" kata Nararya dengan kedua halisnya yang diangkat.

Jujur Vallesia terpesona dengan tingkah Nararya barusan. Vallesia mengakui bahwa Nararya itu mempunyai tampang yang bisa dibilang ganteng, namun yang Vallesia tidak sukai Nararya itu memiliki sikap yang angkuh dan merasa berkuasa dan merasa dirinya paling benar dan satu lagi Nararya itu tidak suka ditentang.

"HOYAH, KALIAN NGAPAIN?"

Teriakan itu mengejutkan Vallesia dan juga Nararya. Karena posisi mereka saat ini bisa saja membuat semua orang salah paham.

Dengan gerakan refleks, Vallesia langsung mendorong tubuh Nararya namun untung saja Nararya memikiki pertahanan yang kuat sehingga dia bisa menahan tubuhnya agar dirinya tidak jatuh.

"Enggak ngapa-ngapain," kata Vallesia dengan suara yang gugup.

Damar yang sedang berdiri di ambang pintu langsung berjalan menghampiri Vallesia dan juga Naraya yang saat ini sedang saling tatap. Damar hanya tersenyum melihat tingkah mereka, di mata Damar, Vallesia dan Nararya itu sangat unik.

"Kalian abis 'ekhem' ya?" tanya Damar.

Vallesia terbelalak. Jujur saja dia merasa kaget dengan tuduhan Damar barusan. Dalam hati Damar hanya menahan tawanya. Damar tahu kalau mereka tidak akan melakukan hal-hal seperti itu apalagi saat ini mereka sedang di sekolah. Damar hanya sedang menggoda mereka, itung-itung hiburan.

"Eng ... gak," jawab Vallesia.

Di saat Vallesia sedang menahan rasa takut dan gugupnya, beda halnya dengan Nararya yang sedang memasang wajah tenang dengan tatapan yang terus menatap Vallesia lekat-lekat. Nararya yang tadi nyebelin abis di depan Vallesia kini berubah menjadi Nararya yang pendiam seribu bahasa ketika berhadapan dengan orang lain.

Jujur Vallesia merasa kesal dengan tingkah Nararya saat ini. Dia ingin sekali memasukan Nararya ke dalam karung lalu melemparnya ke jurang agar tidak ada lagi orang yang menganggu dirinya.

"Gak usah gugup. Gue tahu kok lo gak akan ngelakuin hal macem-macem. Gue cuma bercanda," ujar Damar sambil mengusap pucuk kepala Vallesia.

Melihat itu, Nararya melotot. Entah kenapa hatinya terasa panas dan sikap posesif kembali muncul. Meskipun Vallesia bukan siapa-siapanya tapi rasanya Nararya tidak rela ada orang yang memperlakukan Vallesia semanis itu.

Cepat-cepat Nararya menarik tangan Vallesia dan membawanya ke lapangan basket outdoor. Tanpa berkata apapun, Nararya langsung duduk dengan kaki yang diselonjorkan. Tanpa disusruh, Vallesia ikut duduk di samping Nararya dengan kaki yang sama diselonjorkan.

Nararya ingin memarahi Vallesia agar tidak berdekatan dengan laki-laki lain apalagi Damar, namun Nararya tidak memikiki alasan untuk mengatakan itu.

Di sisi lain, Vallesia sibuk dengan pikirannya. Dia sedang memikirkan cara untuk mengatakan tentang pesan Ibunya. Vallesia bimbang apakah dia harus mengatakannya sekarang atau tidak. Tapi kalau tidak, sudah pasti dia akan mendapat omelan yang panjang lebar dari Ibunya. Tapi kalau dia mengatakannya sekarang, dia belum memikiki jawaban kalau nanti Nararya bertanya 'emang gue siapa lo?'.

"Ada yang mau lo omongin?"

Mendengar suara berat itu, Vallesia langsung menoleh. Dan di sana Nararya sedang menatapnya. Namun tatapannya kali ini bukanlah tatapan tajam melainkan tatapan teduh yang dapat menyejukan hati.

"Alles!" panggil Nararya karena tak ada jawaban dari Vallesia.

"Anu ..." Lidah Vallesia terasa kelu dan hatinya masih berasa bimbang. Dia bingung harus memulainya dari mana. "Nyokap gue nyuruh lo ke rumah atas dasar pertemanan, gak lebih," lanjutnya dengan suara yang terkesan terbuuru-buru.

"Hah?" pekik Nararya karena dia tidak begitu mengerti dengan apa yang dibicarakan Vallesia tadi.

"Please, lo mau ya datang. Gue gak mau kalau gue kena omel,"

"Datang ke mana?"

"Ke rumah gue nanti sepulang sekolah,"

Nararya terenyum mendengar permintaan Vallesia. Moment yang dia tunggu akhirnya datang. Perlahan. tangan Nararya terangkat dan menetap di pucuk kepala Vallesia. Diusapnya kepala Vallesia dengan lembut sedang yang diusap hanya terdiam seakan menikmati perlakuan Nararya.

Efek yang ditimbulkan dari perlakuan Damar dan Nararya sangat berbeda jauh. Jika yang melakukannya Damar, Vallesia merasa biasa saja dan debaran jantungnya tetap normal tapi kalau yang melakukannya Nararya hati Vallesia serasa bersorak ria dan jantungnya berdetak lebih kencang. Apakah ini cinta?

"Dengan senang hati," kata Nararya lalu menurunkan tangannya dari kepala Vallesia dan beranjak dari duduknya.

Sebelum melangkah pergi, Nararya menyempat diri untuk berjongkok lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Vallesia.

"Dengan satu syarat, hari ini lo jangan bertingkah bego baru gue mau memenuhi permintaan lo,"

Setelah mengatakan kalimat yang menusuk hati Vallesia, Nararya berjalan meninggalkan Vallesia. Entah kenapa Vallesia merasa kalau Nararya memiliki hoby meninggalkannya.

Di tempatnya Vallesia diam. Dia merutuki kebodohannya yang dengan lantang memohon pada Nararya agar dia mau memenuhi undangan Ibunya. Kenapa setap dia berhadapan dengan Nararya sikap begonya selalu saja muncul. Menyebalkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!