20. Kecurigaan

..."Curiga dan suudzan itu beda tipis."...

Semua siswa-siswa berhamburan masuk ke dalam kelas karena mereka tidak ingin mendapatkan hukuman di pagi hari begitupun dengan Nararya dan Vallesia yang berjalan bersisian masuk ke dalam kelas.

Semua pasang mata mengarah pada keduanya. Aneh, bingung, curiga. Itulah yang merasa rasakan.

Vallesia berjalan menuju bangkunya diikuti Nararya yang berjalan di sampingnya. Setelah sampai di bangkunya, Vallesia langsung disambut dengan tatapan heran oleh Megan.

"Minggir!"

Satu kata itu membuat Megan tercengang. Apa-apaan ini? Minggir? Ceritanya Nararya ngusir Megan gituh.

"Alles duduk sama gue," tegas Nararya.

Vallesia tak bisa untuk tidak menutup mukanya. Malu. Sungguh dia benar-benar malu dan dia tidak ingin banyak pertanyaan hinggap pada dirinya tentang hubungan dia dan Nararya karena dia sendiripun tidak tahu.

"Lah kenapa?" tanya Megan bingung.

Sungguh Megan sangat bingung. Sebenarnya ada hubungan apa antara Nararya dan Vallesia terlebih Nararya memanggil Vallesia dengan sebutan Alles. Megan benar-benar curiga.

"Gak usah banyak tanya. Cepet minggir!"

Jika sudah begitu Megan tak berani untuk bertanya lagi. Ucapan Nararya selalu dibaluti cabe, tidak ada manis-manisnya.

Dengan raut wajah kesal dan bingung, Megan mengambil tasnya dan beralih duduk bersama Damar. Tak hanya Megan, Damar-pun ikutan bingung.

"Gue curiga deh," kata Damar setelah Megan sudah duduk di sampingnya.

"Sama, gue juga," jawab Megan.

Tatapan mata Megan dan Damar fokus pada dua orang yang kini sedang berdebat. Entah memperdebatkan apa yang jelas sekarang Vallesia sedang memukul bahu Nararya sedangkan Nararya asyik mengamati wajah Vallesia dan tangannya asyik menoyor jidat Vallesia.

Tak hanya Megan dan Damar. Bahkan semua orang yang ada di dalam kelas XI Ips 03 juga ikutan bingung. Mereka tahu kalau Vallesia itu selalu sensi dan kasar pada laki-laki. Dan mereka juga tahu kalau Nararya tidak suka berinteraksi.

Satu yang membuat mereka curiga.

Nararya dan Vallesia pacaran.

"Kayaknya mereka beneran pacaran deh," ujar Damar mantap.

"Gue juga mikir gituh," sahut Megan.

Damar melirik Megan lalu bibirnya membentuk sebuah senyuman.

"Terus kita kapan?" tanya Damar.

Kening Megan berkerut. "Apanya?" Megan balik bertanya.

"Pacaran kayak mereka," balas Damar santai sebari mata yang melirik Vallesia dan Damar.

"Nanti kalau semut udah bisa terbang," jawab Megan ketus.

Damar terkekeh melihat respon Megan. Sudah lama dia tidak sedekat ini dengan perempuan. Mungkin ini adalah awal dari kebahagian baru bagi Damar.

"Selamat pagi anak-anak. Buka buku paket halaman 106,"

Tiba-tiba saja guru B. Inggris datang dan langsung menyuruh seluruh murid membuka buku paket. Hampir seluruh murid bermuka masam. Masih pagi sudah disuguhi pelajaran Inggris, mending kalau gurunya cantik, muda dan seksi tapi ini masih sebaliknya.

*******

Muka Vallesia berubah masam. Pasalnya pelajaran terakhir kali ini adalah olahraga. Sudah dijelaskan kalau Vallesia tidak suka olahraga dan sekarang Vallesia tidak memiliki alasan untuk izin.

Mudah saja. Dia tinggal bilang kalau dia sakit namun Vallesia tidak ingin mengambil risiko kalau nanti dia beneran sakit. Kata orang tua zaman dulu kan 'ucapan itu doa'.

"Cemberut mulu lo. Ayo cepet ganti baju," kata Megan yang sudah siap dengan seragam olahraga di tangannya.

"Gak mau ih," ujar Vallesia dengan nada bicara andalannya ketika sedang memohon pada orang tuanya. Merengek.

Jujur, Megan ingin sekali tertawa melihat ekspresi Vallesia sekarang. Mirip dengan anak TK yang sedang dijaili. Namun sekarang Megan tahu kondisi, mood Vallesia sedang buruk jadi dia tidak ingin memancing amarah macan di depannya.

"Kayak bocah lo ah. Ayo cepet nanti kita dihukum loh. Gue gak mau ya kalau nanti harga diri gue jatuh," ucap Megan sambil menarik tangan Vallesia agar mau mengikutinya namun gagal, badan Vallesia terlalu berat.

"Gue gak mau. Kalau lo gak mau harga diri lo jatuh ya udah lo pergi sendiri," balas Vallesia.

"Valles, ayo!" ucap Megan tak mau kalah dengan tangan yang terus menarik tangan Vallesia.

"Lepas!"

Mata Vallesia dan Megan langsung terbelalak. Suara itu tidak asing di telinga mereka. Keringat dingin langsung membanjiri tubuh Megan bahkan dia sudah beberapa kali meneguk salivanya.

Perlahan, kepalan Megan menengok ke belakang dan matanya langsung bertubrukan dengan manik mata Nararya.

Takut. Itulah yang dirasakan Megan sekarang. Megan berketad bahwa sekarang dia tidak akan menganggu Vallesia. Bukan karena dia tidak ingin berteman lagi hanya saja dia takut dengan bodygourd yang selalu ada di samping Vallesia.

"Minggir!" ujar Nararya.

Cepat-cepat Megan langsung menggeser tubuhnya dan memberi ruang bagi Nararya untuk mendekati Vallesia.

"Gu ... gue cabut, Val,"

Setelah mengatakan itu Megan langsung lari terbirit-birit meninggalkan kelas. Sedangkan Vallesia masih memandangi kepergian Megan dan setelah Megan benar-benar menjauh dia berganti memandangi Nararya.

"Lo bikin takut temen gue," ujar Vallesia.

"Dia aja yang lebay, gak akan gue gigit kok," jawab Nararya enteng.

Vallesia berusaha menahan diri untuk tidak mengumpat. Menghadapi Nararya itu harus dengan sikap yang tenang kalau kita ingin selamat.

"Tapi muka dan nada bicara lo bikin semua orang takut. Bisa kali lembutan dikit,"

Nararya diam. Sebenarnya ini bukan keinginan dia, selalu bersikap dingin dan nada bicara yang kelewat pedas. Tapi karena sesuatu hal dia harus seperti ini. Lagian dia sudah nyaman bersikap seperti ini, tidak ada yang menganggap dia remeh.

"Ikut," kata Nararya sebari menarik tangan Vallesia.

Vallesia terlonjak kaget. Buru-buru dia bangkit dari duduknya dan menyeimbangkan langkahnya dengan Nararya.

"Mau ke mana? Lo gak olahraga?" tanya Vallesia ketika mereka sudah keluar dari kelas.

Nararya tidak menjawab. Dia malah berjalan semakin cepat ketika mereka melewati lapangan, beruntung Pak Anwar, guru olahraga sedang sibuk memberi arahan jadi dia tidak melihat kehadiran Vallesia dan Nararya.

Jantung Vallesia bersorak ria. Entah apa alasannya yang jelas ketika berdekatan dengan Nararya pasti jantungnya selalu ricuh.

"Eh ngapain ke sini?" tanya Vallesia bingung ketika mereka sampai di depan benteng.

"Bolos," jawab Nararya kelewat santai.

Vallesia tercengang. Bolos? Vallesia tidak nyangka kalau Nararya akan mengajak dirinya bolos. Ingat! Bolos itu tidak ada dalam kamus Vallesia.

"Lo bolos ngajak gue? Enggak, gue gak mau,"

"Lo gak suka olahraga kan? Kalau lo diem di kelas nanti ketahuan sama Pak Anwar. Mau?"

Nararya memang selalu bisa membuat Vallesia bungkam. Memang Vallesia tidak suka olahraga tapi apa harus bolos untuk menghindari amukan Pak Anwar.

"Ya enggak. Tapi harus banget ya bolos. Ke UKS kan bisa," kata Vallesia mencoba memberi saran.

"Ya silahkan. Tapi lo mau kalau nanti lo beneran sakit terus pas nanti diperiksa dokter UKS lo ketahuan gak sakit dan lo bakal ketahuan bohong,"

Bibir Vallesia mengerecut. Kesal. Dia benar-benar kesal sepertinya dia memang harus mengikuti ajakan Nararya.  

Ragu, Vallesia mengedarkan pandangannya. Dia bingung bagaimana caranya agar dia bisa melewati benteng yang ada di depannya.

"Ya udah. Tapi gimana caranya gue naik?" tanya Vallesia.

"Lo lupa ya kalau gue langganan bolos. Mudah bagi gue bawa lo loncatin benteng ini," balas Nararya.

"Hah?" Vallesia kembali memasang wajah bingung dan Nararya hanya bisa geleng-geleng kepala. Kenapa juga dia bisa suka sama cewek lemot yang ada di depannya.

Tak ingin membuat dirinya semakin terbuai akan pesona wajah Vallesia, Nararya-pun memilih berjalan mendekati tumpukan meja yang sudah rusak dan seketika dirinya sudah ada di atas benteng.

Mata Vallesia terbelalak. Biasanya Vallesia hanya mendengar gosip-gosip tentang orang yang memanjat benteng namun sekarang dirinya menyaksikan sendiri bahkan Vallesia akan melakukannya.

"Ayo!" ujar Nararya.

"Tapi ..." kata Vallesia ragu.

"Ayo cepetan!"

Terlebih dahulu Vallesia meneguk salivanya. Dia benar-benar takut dan semoga saja dia tidak akan mati saat sedang melakukan dosa seperti ini.

Perlahan kaki Vallesia melangkah mendekati tumpukan meja. Satu persatu meja dia injaki dan setelah sampai di meja terakhir dia menerima uluran tangan Nararya dan sekarang dia sudah berada di atas benteng. Matanya terpejam. Vallesia benar-benar takut.

"Gak usah takut," kata Nararya mencoba menenangkan dan mengeratkan genggaman tangannya.

"Gue mau turun dulu. Lo tunggu di sini," lanjutnya sebari melepaskan genggaman tangannya.

"Gue takut," rengek Vallesia.

"Sebentar kok," jawab Nararya.

Setelah dirasa Vallesia tenang. Nararya langsung meluncur turun dan seperti biasa. Dia mendarat dengan aman.

Kepala Nararya mendongkang ke atas. Dilihatnya Vallesia yang sedang ketakutan, terlihat lucu di mata Nararya.

"Alles, ayo!" teriak Nararya.

Mata Vallesia terbuka. Kepalanya menunduk dan dia langung melihat Nararya yang sedang merentangkan tangannya seperti akan menangkap sesuatu.

"Woaah ... gimana gue turunnya!" teriak Vallesia.

"Loncat nanti gue tangkap," jawab Nararya.

"Hah?" pekik Vallesia.

"Ayo. Percaya sama gue," ujar Nararya berusaha meyakinkan.

Vallesia terdiam. Berusaha menimbang-nimbang. Walaupun Vallesia menolak dia tidak memiliki pilihan lain selain menurut pada Nararya.

Vallesia berusaha rileks, lalu mulai memejamkan matanya dan langsung loncat. Seketika dia merasa melayang. Vallesia takut, benar-benar takut dan seketika dia merasa berada dalam dekapan seseorang.

Matanya dibuka perlahan dan dia langsung disambut dengan tatapan mata hangat ... Nararya.

Terpopuler

Comments

Asyraf Hakim

Asyraf Hakim

cerita nya seru

2023-10-03

0

Asyraf Hakim

Asyraf Hakim

lanjut thor

2023-10-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!