..."Nyatanya perasaan memang sulit untuk dikendalikan dan mudah untuk mengendalikan."...
Selama pembelajaran berlangsung, Vallesia tak henti-hentinya menggerutu membuat Megan yang duduk di sampingnya merasa risih. Sempat Megan berpikir untuk berpindah tempat duduk kembali dengan Nararya namun baru saja Megan melirik ke arah Nararya, dia langsung disuguhi dengan tatapan tajam Nararya.
Megan heran mengapa Vallesia bisa sedekat itu dengan Nararya. Dan dia juga heran mengapa Vallesia bisa berani untuk menentang Nararya dan yang lebih membuat Megan heran mengapa Nararya bisa bersikap manis pada Vallesia meskipun sikap manis itu disampaikan secara tersirat.
Sempat Megan menyimpulkan bahwa Vallesia dan Nararya itu berpacaran namun dia belum menemukan titik terangnya. Bisa saja Megan bertanya pada Vallesia namun Megan tidak ingin mengambil risiko kalau nantinya dia akan mendapat serangan bertubi-tubi dari Vallesia. Cukup dulu saja ketika Megan menggoda Vallesia kalau Damar menyukainya dan ujung-ujungnya Megan tidak masuk sekolah selama 3 hari karena kepalanya terbentur meja akibat dorongan dari Vallesia.
"Kenapa sih?" tanya Megan kesal.
Bukannya menjawab, Vallesia malah semakin memanyunkan bibirnya dan mulutnya tak henti-hentinya mengeluarkan kata 'menyebalkan'.
"Gila ya lo?" tebak Megan.
Merasa dihina, Vallesiapun langsung melemparkan tatapan tajam ke arah Megan. "Enak aja," kata Vallesia sebari memukul tangan Megan.
"Terus kenapa?"
Vallesia ragu untuk menceritakan masalahnya. Sudah dipastikan kalau nanti Megan akan heboh dan terus menggoda dirinya. Tapi, bukannya Vallesia menjawab yang dia lakukan adalah memberikan pertanyaan terhadap Megan yang sukses membuat Megan tertawa.
"Memangnya gue bego ya?" tanya Vallesia.
Saat itu juga Megan tertawa namun hanya sebantar karena Vallesia langsung menginjak kakinya karena kalau tidak begitu,sudah dipastikan Megan akan terus tertawa dan nanti juga Vallesia pasti akan menjadi sasaran guru yang saat ini sedang mengajar.
"Gak usah ketawa," ujar Vallesia.
Megan menggigit bibir bawahnya sebagai pelampiasan rasa sakit di kakinya. "Tapi ... lepasin dulu kaki gue," mohon Megan.
"Pertanyaan lo konyol tahu gak. Lagian ngapain lo nanya kayak gituh?" tanya Megan ketika kakinya sudah lepas dari injakan Vallesia.
Vallesia bungkam. Ini memang salah dia karena dia bertanya dengan pertanyaan yang sangat bodoh. Saat ini Vallesia semakin bingung dan dia juga takut kalau Nararya menolak permintaannya.
Merasa otaknya sudah panas. Vallesia bangkit dari duduknya dan meminta izin lepada guru yang sedang mengajar di depan bahwa dirinya ingin pergi ke toilet padahal itu hanya alibinya saja karena Vallesia merasa kalau dirinya butuh menyegarkan otak.
Selama perjalanan menyusuri koridor sekolah, Vallesia tak henti-hentinya berpikir untuk menemukan cara agar Nararya mau memenuhi permintaan Ibunya, Di tengah jalan, tidak sengaja dirinya menabrak tubuh seseorang dan dari wangi parfumnya Vallesia yakin kalau yang dia tabrak adalah laki-laki.
Dan benar saja ketika Vallesia mengangkat kepalanya untuk melihat orang yang dia tabrak, matanya langsung bertubrukan dengan mata Vano ... salah satu playboy di sekolahnya.
"Sorry," ujar Vallesia lalu berniat untuk pergi.
Namun sebelum dia pergi, tangannya sudah dicekal kuat oleh tangan Vano. Sebenar, Vallesia diam karena dia ingin melihat apa yang ingin Vano lakukan namun lama kelamaan tangan Vano semakin tak tinggal diam. Tangannya merangkul pundak Vallesia dengan kuat dan secara perlahan tangannya semakin maju menuju ke dada.
"Cantik," kata Vano dengan suara yang dibuat selembut mungkin.
Dengan sekali gerakan, Vallesia langsung memelintir tangan Vano ke belakang dan dicekalnya dengan kuat. Bukan hanya itu kakinya dia gunakan untuk menendang kaki jenjang Vano.
"Jangan kurang ajar lo," ujar Vallesia dengan tangan yang terus memelintir tangan Vano.
"Udah ampun, lepasin," pinta Vano.
"Laki-laki brengsek," ucap Vallesia sambil melempar tubuh Vano ke lantai.
Di saat Vallesia berjalan pergi menuju toilet, di tempatnya Vano meringis kesakitan. "Boleh juga tuh cewek," gumamnya.
Vallesia membasuh mukanya dengan air keran berulang-ulang. Hari ini dia merasa sangat lelah. Dia ingin segera pulang dan langsung tidur agar pikirannya kembali jernih.
Tapi mengingat permintaan Ibunya membuat Vallesia mengurungkan niatnya untuk segera pulang. Vallesia merasa sekarang hidupnya terasa lebih berat dari hidupnya. Kalau dulu dia merasa berat dengan pelajaran, kalau sekarang dia merasa berat dengan pelajaran dan dengan hubungan dia bersama ... Nararya.
Setelah merasa rileks, Vallesia berjalan keluar toilet namun langkahnya terhenti ketika dia melihat seoarang laki-laki sedang bersandar di tembok depan pintu toilet wanita.
Laki-laki itu bersandar dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Tatapan laki-laki itu kosong dan ekspresinya datar seperti biasanya. Karena ditakutkan dirinya halusinasi, Vallesia berjalan mendekati laki-laki itu lalu matanya berkedip beberapa kali dan bahkan dia membuka kacamatanya untuk memastikan apakah laki-laki yang dia lihat nyata adanya atau hanya sekedar halusinasi.
"Ngapain sih lo?" tanya Nararya dingin.
Vallesia langsung memakai kembali kacamanya ternyata yang dia lihat adalah Nararya yang asli. Vallesia meretuki kebodohannya sudah dipastikan Nararya tidak akan mau memenuhi permintaan Ibunya karena barusan dia sudah bersikap bego di hadapan Nararya.
"Lo ngapain di sini?" tanya Vallesia.
Nararya menurunkan tangannya lalu memasukannya ke dalam saku calana. Tubuh Nararya berpindah posisi menjadi menghadap ke arah Vallesia sehingga sekarang mereka saling berhadapan.
"Gue udah punya keputusannya," kata Nararya.
Nararya tersenyum dalam hati melihat raut wajah Vallesia yang terlalu serius. Entah kenapa Nararya selalu suka dengan ekspresi Vallesia apalagi saat Vallesia sedang memasang wajah cemberut, terlihat manis di mata Nararya.
Terlalu lama Nararya diam dan itu membuat Vallesia kesal. dia sudah menunggu kelanjutan ucapan Nararya dan Nararya sendiri malah asyik dengan lamunannya yang sekarang sedang meneliti raut wajah Vallesia.
"Keputusan apa?" tanya Vallesia.
Mendengar suara Vallesia yang terkesan membentak membuat Nararya sadar dari lamunannya, Sebisa mungkin Nararya memasang wajah dingin agar tidak terkena ejekan Vallesia.
"Jangan lo kira gue gak tahu kalau tadi di kelas lo bertingkah bego sampai teman lo mau ketawa tapi lo injak kakinya," jelas Nararya.
Vallesia tercangang dan sekarang perkiraan dia sudah benar kalau Nararya akan menolak permintaanya. Vallesia heran mengapa Nararya selalu bisa membuat dirinya kalah.
"Dan barusan juga lo udah bertingkah bego di hadapan gue,"
Bibir Vallesia semakin cemberut dan itu membuat Nararya gemas sendiri. Dalam hati dia memuji Vallesia dan dia juga sudah mati-matian untuk menahan dirinya yang memiliki keinginan untuk memeluk serta mencium Vallesia. Bagaimanapun juga Nararya itu laki-laki normal.
"Tapi gue kagum karena tadi lo berhasil ngalahin laki-laki brengsek,"
Jika kalian bertanya bagaimana ekspresi Vallesia sekarang, maka jawabannya adalah seperti orang yang ketahuan maling ayam tetangga. Begitulah ekspresinya.
"Lo lihat?" tanya Vallesia yang langsung diangguki oleh Nararya.
"Serius? Lo gak bohong kan?"
Nararya terus mengangguk.
"Lo gak ngarang cerita kan?"
Lama-lama Nararya geram dengan pertanyaan Vallesia sampai akhirnya dia mengeluarkan jurus andalannya, yaitu menoyor kepala Vallesia.
"Gak sopan," kata Vallesia.
"Gak usah kebanyakan tanya, terlalu nunjukin kalau lo itu emang bego," ujar Nararya.
Sebelum Vallesia menjawab perkataan dirinya, dengan cepat Nararya langsung membalikan badannya dan berniat pergi meninggalkan Vallesia.
"Nararya!" panggil Vallesia.
Nararya menoleh namun tidak menanggapi panggilan Vallesia.
Gadis mungil itu berlari menghampiri Nararya sedang Nararya menyembunyikan senyumannya di dalam hati, Melihat Vallesia berlari seperti itu membuat kebahagian tersendiri bagi Nararya.
"Lo mau ninggalin gue? Hoby banget sih ninggalin gue," cerocos Vallesia.
Bukannya menjawab, Nararya malah melangkahkan kakinya mendahului Vallesia. Melihat Nararya yang kembali pergi, Vallesia langsung berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan Nararya.
"Tungguin gue, Nararya!" kata Vallesia.
"Panggil gue, Arya!" titah Nararya.
"Hah?" Vallesia mulai memasang wajah begonya.
Nararya tak tahu mengapa hatinya selalu merasa senang dan tenang ketika melihat ekspresi Vallesia seperti itu. Seharusnya dia marah dan tinggalkan saja gadis yang mungkin menurut orang sangat merepotkan tapi justru sangat menyenangkan menurut Nararya,
"Bego," kata Nararya sebari mengusap pucuk kepala Vallesia.
Setelah mengatakan satu kata itu, Nararya kembali melangkahkan kakinya dan membiarkan Vallesia berkutat dengan pikirannya.
Sudah mulai paham dengan maksud ucapan Nararya, cepat-cepat Vallesia berlari mengejar Nararya yang sudah berada jauh di depan dia. Vallesia sendiri bingung mengapa setiap berhdapan dengan Nararya sikap galaknya hilang digantikan dengan sikap begonya. Dulu, sebelum kedatangan Nararya, dia tidak pernah seperti ini. Dia selalu bersikap jutek dan terkesan sombong di depan laki-laki tapi sayang sikap itu tidak berlaku di hdapan Nararya,
"Arya!" panggil Vallesia ketika dia sudah bisa mensejajarkan langkahnya.
"Hmm," balas Nararya.
Terlebih dahulu, Vallesia mengatur napasnya yang sempat tersenggal akibat mengejar langkah Nararya yang terbilang cepat. "Jadi apa keputusan lo tentang permintaan gue, eh lebih tepatnya permintaan nyokap gue,"
Nararya tersenyum, yang Vallesia yakin itu adalah senyuman tantangan. Sebisa mungkin Vallesia bersikap biasa saja dan tidak tergoda dengan senyuman Nararya yang kalau gadis lain lihat itu akan menimbulkan kebaperan akut.
"Lihat aja nanti," jawab Nararya.
Tidak ada tanggapan dari Vallesia karena Vallesia sendiri sedang fokus menatap wajah Nararya. Di sisi lain Nararya yakin kalau gadis yang ada di hadapannya sudah masuk dalam pesona dirinya.
"Masih mau bengong apa mau balik ke kelas?" tegur Nararya dengan tangan yang menabok kepala Vallesia.
"Ah, iya ayo ke kelas," jawab Vallesia dengan salah tingkah.
Mereka berjalan menuju kelas secara bersisian dengan pikiran mereka yang berkelana masing-masing. Raga mereka memang berdampingan namun jiwanya sibuk dengan perasaan mereka masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments