"Terimakasih telah memenuhi panggilanku."
Raja Avanindra memandangi kami satu-persatu, "Seperti yang kalian ketahui, hari ini kalian akan mengikuti tes masuk kemiliteran." Katanya tenang.
Seperti yang kami ketahui? Maaf sekali, tapi aku tidak mengetahuinya. Aku melirik Bu Daiva penuh tanda tanya.
Dia mengangkat bahunya, seolah berkata, "Aku tidak tahu."
Sialan ....
"Tapi dari yang aku lihat sekilas, sepertinya sudah ada yang memulai seleksi ini sebelum waktunya." Raja mengarahkan pandangannya pada Badhra yang tergeletak tak berdaya di tengah aula.
"Ya ... Yang Mu ... Mulia ... Maafkan aku karena tidak bisa memberi hormat padamu." Badhra terbata-bata, mendongak menatap raja dari
posisi telungkupnya.
Aku tertawa dalam hati melihatnya masih belum bisa bergerak, tetapi tidak masalah, seharusnya dia bisa bergerak setelah 24 jam telah terlewati.
"Ya. Tidak apa-apa. Lagipula itu salahmu sendiri karena bertindak seenaknya. Dan kukira kita mempunyai jenius baru di sini .... " Mata raja bergeliat mencari seseorang, hingga akhirnya berhenti padaku.
"Jadi kau anggota kesepuluh yang dibicarakan Daiva itu? Sangat muda ... berapa umurmu?"
Aku sedikit mengangkat wajahku, menjawab, "16 tahun, Yang Mulia."
"Oh? Lebih muda dari perkiraanku. Aku kira kau berumur 25 tahun atau semacamnya." Balas raja polos.
Ha?
Wastu segera mendekati sang raja kemudian berbisik, "Yang Mulia, mereka semua adalah anak SMA, jadi, tidak akan ada yang berumur 25 tahun."
Raja Avanindra segera menyadari kesalahannya, kemudian tertawa. "Benar juga. Aku hampir lupa."
Ternyata dia cukup konyol.
Apa tekanan yang sangat hebat tadi cuma perasaanku saja?
Raja Avanindra mengelus-elus janggutnya.
"Aku tidak menyukai hal-hal yang rumit. Jadi seleksinya akan sangat mudah. Kalian hanya perlu bertahan dari tekanan yang kuberikan."
Menekan dengan auranya? Apa auranya benar-benar sehebat itu? Aku tertarik.
Tapi sepertinya sebagian peserta menganggap remeh seleksi ini.
"Sebelum aku memulai seleksi ini, kalian semua, berdirilah!" perintah raja sembari mengangkat tangannya.
Tak lebih dari satu detik kami semua telah berdiri tegap, menjalankan perintahnya.
"Mari kita mulai!" teriaknya, bersandar di singgasananya, menutup mata, fokus.
Lantai aula bergetar, istana kerajaan berguncang hebat. Perlahan tubuh kami terdorong ke bumi, bagai di tekan dari atas oleh sesuatu.
Hebat sekali.
Tapi dengan sedikit trik, seleksi ini akan mudah dilewati.
"Soul Protection."
Aku memasang pelindung pada jiwaku, dengan begitu tekanan yang diberikannya tidak akan berasa mau sekuat apapun itu.
Sebenarnya bukan udara atupun atmosfer yang membuat kami tertekan, tetapi raja menyerang jiwa kami dengan auranya yang sangat kuat, sehingga kami melihat bumi seperti bergetar.
Aku tetap berdiri tegak, menatap raja tajam.
"Oh? Lumayan .... " Raja terkesan.
Berbeda denganku yang sangat mudah menahan serangan jiwa milik raja, yang lainnya tampak kesulitan.
"Apa ini? Tekanannya sangat kuat!"
Satu persatu dari mereka mulai gugur dan berjatuhan. Namun, masih ada juga beberapa orang yang mampu bertahan.
Salah satunya adalah Devdan.
Sudah kuduga.
Ia terlihat sangat santai, sama sepertiku.
"Aku akan meningkatkan tekanannya. Bersiaplah!"
Raja Avanindra terlihat seperti seorang anak kecil yang sangat antusias melihat mesin penghancur mobil dan ingin mencobanya pada boneka kesayangannya.
Tekanan yang diberikan naik 2x lipat dari yang sebelumnya, membuat semakin banyak peserta berguguran, terjatuh menciumi lantai aula.
Tetapi, karena aku sudah memakai trik pada diriku sendiri, hal seperti ini tidak akan berpengaruh.
Ketika raja melihat banyak yang sudah berjatuhan, ia memutuskan untuk mengakhiri seleksi ini. "Baiklah. Ini sudah cukup."
Tersisa 10 yang berhasil melewati seleksi.
Devdan mampu bertahan sampai akhir, malahan dia menguap malas, terlihat sangat bosan.
"Hm ... " Raja mengangguk puas, kembali mengelus janggut tipisnya. " ... Baiklah, 10 orang tidak masalah." Ungkapnya, kemudian tertawa sangat konyol.
"Mulai saat ini, kalian yang berhasil bertahan akan menjadi 'The 10 Rulers' yang sesungguhnya!"
Yang sesungguhnya?
"Yang Mulia! Bagaimana dengan kami?" tanya seorang peserta yang gagal.
"Tenang saja! Kalian semua akan tetap menjadi pasukan kerajaa, tetapi kalian akan dibagi menjadi 10 pleton, dan setiap pleton akan dipimpin oleh seorang Rulers."
Ha? Jadi sekarang aku harus menjadi seorang komandan? Rupanya puncak kesengsaraan tengah menungguku, tertawa mengejek.
Ugh ... aku bisa merasakannya.
Para peserta yang gagal merasa sangat senang dengan apa yang dikatakan Raja Avanindra, mulai bersorak.
Ini benar-benar gila.
Setelah seleksi selesai, Wastu menyuruh agar para peserta kembali ke rumahnya masing-masing.
Bu Daiva dan Devdan mendekatiku secara bersamaan.
"Tadi itu sangat sulit ya?" Sambil meletakkan kedua tangannya di belakang kepala, Devdan mengatakan sesuatu yang tak dapat dipercaya.
Dia selalu seperti ini.
"Bagaimana denganmu?" tanya Bu Daiva kepadaku.
"Sangat mudah."
"Jadi kita akan menjadi komandan, ya? Sepertinya menyenangkan!" Devdan terlihat sangat bersemangat.
Tiba-tiba saja Raja Avanindra menghampiri kami yang sedang asyik berbincang. Kami bertiga spontan membungkukkan badan.
"Ah ... tak perlu terlalu formal, aku hanya ingin menyapa komandan termuda sepanjang sejarah kerajaan ini." Dia tertawa.
Orang ini suka sekali tertawa, membuatku muak saja.
"Siapa namamu?" Beliau menatap langsung mataku.
"Aray. Anda bisa memanggilku begitu." Aku tidak ingin nama keluargaku diketahuinya, karena kurasa dia mengenal mereka berdua.
"Nama yang bagus! Aku mengharapkan banyak hal darimu." Katanya, meletakkan tangannya di pundakku.
"Baik, Yang Mulia."
"Kau harus lebih banyak berlatih lagi, karena akan ada banyak kesulitan yang kau hadapi di. masa yang akan datang."
Kesulitan? Jangan bercanda.
"Maaf, Yang Mulia ... tetapi, hal seperti itu tidak akan terjadi kepadaku."
"Jangan berkata begitu ... kau tau? Hidup selalu memiliki cara yang lucu untuk membuktikan bahwa kita bisa saja salah."
Aku terdiam.
Orang ini ... banyak sekali bicara.
"Kau memiliki kendali atas dirimu sendiri. Sadari ini, maka kau akan menapaki tingkatan yang lebih tinggi dalam kehidupan." Dia menatapku hangat, melanjutkan omong kosongnya,
"Ya ... bagaimanapun, selamat bekerja!" Dia melambaikan tangannya lalu berjalan meninggalkan kami bertiga.
Nasihat itu tidak hanya tertuju padaku.
Namun juga pada Devdan dan Bu Daiva.
Kami terdiam.
Walau orang ini terus tersenyum dan mengatakan kata-kata bijaknya, aku bisa tahu kalau dia busuk sampai ke tulang.
Untuk sementara waktu, aku akan bekerja untuknya.
Tapi aku penasaran akan seperti apa orang-orang yang menjadi 'The Ten Rulers' ini. Aku tidak terlalu memperhatikan mereka saat ujian berlangsung, jadi, yang kutahu hanyalah Devdan.
Jika nanti aku akan dipertemukan dengan mereka, kuharap mereka bukan orang-orang penuh omong kosong yang memandang dunia ini sebelah mata.
"Aku dengar dari raja, kau akan menjadi
komandan pleton nomor 1 dengan 4 orang sebagai bawahan mu. Jadi ... bersiaplah, hari liburmu akan terganggu sedikit." Bu Daiva mengangkat alisnya.
"Jangan menggodaku. Ini tidak akan terjadi bila kau tidak menipuku tempo hari. Aku akan membalasmu suatu hari nanti."
"Ugh .... " Dia memaksakan senyum di wajahnya.
Aku sekali lagi berharap ...
Hari-hari tenangku, tolong jangan diambil!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
IG: _anipri
Saat-saat masa kerja keras untuk Aray
2022-07-27
0
Shofia Febrianti
di
2022-03-24
0
Shofia Febrianti
kerajaan
2022-03-24
0