Wanita Menyebalkan

Sinar matahari sore yang lembut menyelinap melalui tirai kamar Aray, menciptakan cahaya hangat yang menyelimuti tubuhnya yang tergeletak malas di atas tempat tidur empuknya. Tatapannya terpaku

pada langit-langit, pikirannya melayang, menikmati kemalasan indah di hari Minggu yang sempurna.

Ketukan lembut di bingkai pintu mengusik lamunannya. Aray menoleh dan melihat adiknya, Alicia, bersandar di ambang pintu. Rambut hitamnya tergerai, membingkai wajah yang dihiasi ekspresi sedikit jengkel.

"Kak Aray, apa kakak tidak ingin pergi kemanapun hari ini?" tanya Alicia, nada suaranya campuran antara penasaran dan dorongan halus.

Aray menjawab dengan gumaman malas. "Tidak."

Tanpa terpengaruh, Alicia tetap melanjutkan, kini suaranya bersemangat. "Aku berpikir untuk pergi belanja dan nonton film baru yang semua orang bicarakan. Apa kakak tidak mau menemaniku?"

"Tidak, terima kasih," ulang Aray, suaranya teredam saat dia berbalik menghadap dinding.

Dahi Alicia berkerut sedikit. Ia melangkah masuk ke dalam kamar, pandangannya menyapu meja yang berantakan sampai matanya tertuju pada selembar kertas. "Kalau tidak mau keluar, setidaknya lakukan sesuatu yang

produktif. Bukannya kakak sudah menulis daftar hal-hal yang mau kakak lakukan hari ini?"

Dia mengambil kertas itu, matanya membaca isinya. Ekspresinya berubah dari penasaran menjadi tidak percaya, lalu berakhir dengan cemberut yang membuat wajahnya terlihat lebih muda. "Apa ini maksudnya? Kakak menulis 20 kegiatan untuk hari ini, tapi semuanya ditulis 'tidak melakukan apapun'. Kenapa repot-repot nulis kalau begitu?"

Aray tetap diam, tatapannya kini teralih ke jendela. Setelah beberapa saat, dia berbicara pelan, "Cuacanya bagus, ya, hari ini."

Alicia mendesah, merasa usahanya untuk memotivasi kakaknya sia-sia. "Jadi... kakak benar-benar nggak mau ngapa-ngapain?"

Ketika Aray tidak menjawab, dia melanjutkan, "Yah, karena kakak nggak mau ikut, aku akan pergi sama teman-temanku sebentar lagi. Jangan lupa kunci pintu, ya?"

"Baiklah," gumam Aray saat Alicia meninggalkan kamar, langkah kakinya perlahan menghilang di ujung lorong.

 Saat keheningan kembali memenuhi kamar itu, Aray tak bisa mengusir perasaan aneh yang tiba-tiba menyelimutinya—bahwa keputusannya untuk tetap di rumah mungkin akan membawa konsekuensi yang jauh lebih besar daripada yang bisa ia bayangkan.

[Malam harinya]

Kesunyian menyulimuti rumah besar yang hanya ditinggali oleh dua orang itu. Aray masih terbaring di kasurnya sejak pagi, dan kini rasa bosan mulai menghampirinya. Detak jarum jam terdengar nyaring, menjadi satu-satunya

eksistensi yang mampu memecah kesunyian itu.

Dengan malas, Aray menggerakkan bola matanya dan melihat jam dinding yang terpaku tinggi di kamarnya. Pukul 9 malam, namun Alicia belum juga pulang. Apa yang sebenarnya sedang dia lakukan? Pikiran Aray melayang.

Tepat 24 jam sejak Aray merundukkan tubuhnya dalam pelukan hangat kasur empuk yang terbuat dari bahan berkualitas terbaik di seluruh dunia. Dengan helaan napas panjang, ia bangkit dari kasur dan berjalan perlahan ke ruang tengah yang terhubung dengan pintu rumah. Menatap sejenak pintu dengan ukiran klasik, Aray duduk dan meletakkan bokong serta punggungnya pada sofa di sebelahnya.

Aray kemudian menyalakan televisi dengan remot yang masih dalam jangkauan tangannya. Layar berkedip dan menampilkan program berita. Sang pembawa acara berdiri tegap di studio, wajahnya serius, memberikan ketegangan sebelum ia menyampaikan berita penting kepada para pemirsa.

“Selamat malam, pemirsa setia,” kata pria berjas hitam dengan suara yang terdengar tegas dan mendesak. “Saya Adrian, dan inilah berita darurat yang baru saja masuk dari Kerajaan Neutral.”

“Beberapa hari yang lalu,” lanjut Adrian dengan suara yang semakin berat, “terjadi serangan teroris yang sangat mengerikan di salah satu sekolah sihir paling bergengsi di kerajaan kita—Macht Ist Alles.”

Ekspresi Aray berubah serius. Ia tertarik. Dia tidak menyangka informasi sepenting ini bisa sampai ke program berita. Dengan keketatan sistem sekolahnya dalam menjaga dan mencegah informasi apapun keluar, Aray tak menyangka informasi yang mampu menciptakan kepanikan masyarakat bisa lolos semudah ini.

“Sekolah ini,” lanjut pembawa acara dengan sorot mata yang kini tampak lebih muram, “selalu dikenal sebagai benteng pendidikan dan keamanan. Namun, penyerang—yang diduga berasal dari negara utara—telah berhasil menembus sistem keamanan dan membuat kekacauan besar di dalam gedung.”

Aray memerhatikan layar dengan seksama. Ia pikir pembawa berita akan menjadi pembawa berita selamanya. Mereka terlalu melebih-lebihkan.

“Kami baru menerima laporan bahwa serangan ini mungkin lebih dari sekadar tindakan teror. Informasi yang datang dari pihak kerajaan menunjukkan bahwa para penyerang tampaknya memiliki tujuan lebih besar yang belum kita ketahui. Apakah ini hanyalah insiden terisolasi, ataukah ini tanda awal dari sebuah deklarasi perang oleh negara utara?”

Sang pembawa berita terus membawakan acaranya. Cara ia menyampaikan informasi itu menciptakan ketegangan dan menimbulkan kehawatiran bagi para pemirsa yang menyaksikan.

"Jika ini adalah deklarasi perang," lanjut pembawa acara, suaranya bergetar meski tetap tegas, "apa yang akan terjadi pada kita semua? Bagaimana rakyat biasa yang tak memiliki kekuatan magis bisa bertahan dalam konflik sebesar ini? Dan, yang paling penting, bagaimana kerajaan akan merespons situasi yang semakin memburuk ini?”

Aray hampir tak mampu menahan tawanya mendengarnya. Apa yang bajingan ini bicarakan? Apa dia sungguh ingin membuat kekacauan dengan narasinya itu? Pikir Aray tak percaya.

Ketika suara bising pembawa berita terus memenuhi ruang tengah, Aray tenggelam dalam pikirannya.

Jika dipikir kembali, apa yang pembawa berita itu katakan tidak sepenuhnya salah. Situasi ini sungguh bisa berlanjut hingga kedua kerajaan berperang. Ada kemungkinan juga Kerajaan Neutral akan melakukan serangan balik. Apabila perang terjadi, banyak nyawa tak bersalah terkena imbasnya.

Aray menatap kosong layar televisi, berpikir, “Jika itu benar akan terjadi, maka sudah saatnya aku

bertindak.”

 Tok... Tok... Tok...

Suara ketukan pintu yang tajam dan tiba-tiba memecah keheningan malam, membuat Aray terbangun dari lamunan panjangnya. Dahinya mengernyit, kebingungan menyelimuti pikirannya. Siapa gerangan yang begitu berani datang bertamu malam-malam begini? Suara ketukan itu berulang, semakin mendesak, seolah-olah tamu tak diundang itu takkan pergi sebelum mendapat jawaban. Hingga akhirnya, dengan sedikit rasa enggan, Aray memutuskan untuk melihat siapa yang berani mengganggunya di jam ini.

Dia menyalurkan sedikit magi ke matanya. Pandangannya berubah tajam dan menembus lapisan-lapisan tembok di sekitarnya. Ia bisa melihat segalanya—isi lemari, laci-laci yang tertutup rapat, bahkan semut-semut yang sibuk membangun sarang di sudut atap rumahnya. Pandangannya tertuju ke depan pintu rumah, di mana seorang wanita muda berdiri. Usianya mungkin pertengahan dua puluhan, dengan pakaian rapi seolah baru saja datang dari pesta formal. Wajahnya pucat, menampakkan campuran ketakutan dan kecemasan.

Daiva, kepala sekolah Macht Ist Alles—institusi paling bergengsi di seluruh kerajaan.

Seketika, emosi meluap di dada Aray. "Bajingan ini," gumamnya dalam hati, geram. Ia menahan napas, berusaha menenangkan diri sebelum emosinya meledak. Dengan gerakan cepat, ia menjentikkan jarinya dan berteleportasi langsung ke depan pintu, lalu membukanya dengan kasar.

“Apa yang Anda lakukan di sini, Bu Daiva?” suaranya dingin, penuh amarah yang terpendam. Ekspresinya masam, matanya menyipit memancarkan kekecewaan yang jelas.

Aura magi yang dipancarkan Aray menyelimuti udara di sekelilingnya, seperti kabut hitam tebal yang mencekik. Kegelapan yang datang tiba-tiba, menutupi setiap celah cahaya, seperti gerhana yang menghapuskan sinar matahari dari langit. Aura itu menyerang Daiva secara langsung—menggerogoti keberaniannya, melumpuhkan kekuatannya. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar. Bajunya yang tadinya rapi kini basah oleh keringat yang mengalir deras.

Dengan tubuh yang semakin melemah, Daiva akhirnya tak kuasa menahan ketakutan yang membanjiri dirinya. Lututnya goyah, dan tanpa bisa menahan lagi, ia jatuh berlutut di depan Aray. Suaranya bergetar, hampir tak terdengar, saat ia berbicara dengan kepala menmpel di tanah.

“To-Tolong ... bergabunglah dengan militer kerajaan...,” pintanya, suaranya parau.

Aray memicingkan mata, kebingungan melintas di wajahnya. "Hah? Apa yang Anda katakan?" nada suaranya dipenuhi kekesalan dan ketidakpercayaan.

"Ke-Kekuatanmu..." lanjut Daiva terbata-bata. "Dengan kekuatanmu... kita bisa menyelamatkan rakyat kerajaan dari ancaman perang. Pasukan intelijen telah menemukan informasi bahwa kerajaan utara sedang bersiap mengirimkan pasukan. Jika itu terjadi, peperangan tak terhindarkan."

Kata-kata Daiva membuat Aray diam sejenak, menarik kembali auranya yang menyesakkan. Ia menatap wanita yang masih gemetar di hadapannya, menghela napas panjang. Pikirannya berputar cepat, memikirkan konsekuensi yang ia tahu pasti akan datang. Takdir yang selama ini coba ia hindari, kini tak bisa lagi dielakkan.

”Aku mohon!” pinta Daiva putus asa.

Ia menghela napas, kesal karena perkiraannya kini menjadi kenyataan. Lagipula ini memang bagian dari rencanaku. Aku tak punya pilihan lain, batin Aray

”Apa Anda memberitahu kekuatanku pada orang lain?” tanya Aray memastikan sebelum memberi jawaban atas

permohonan Daiva.

”Raja Avanindra memang memintaku memberikan laporan terkait kandidat yang memiliki potensi untuk bergabung dalam militer kerajaan, tapi aku tidak mengatakan apapun tentangmu,” jawab Daiva.

Menghelas napas untuk kesekian kalinya, dengan wajah malas, Aray menjawab permohonan Daiva. ”Bagus. Kalau begitu, aku akan bergabung.”

Kemudian dengan cepat ia menutup pintu, meninggalkan Daiva yang kini dapat kembali mengatur napasnya.

Sepulangnya Alicia setelah seharian bermain dengan temannya, ia menemukan sosok perempuan berlutut di

depan pintu rumahnya dengan tampang menyedihkan. Saat ia berjalan mendekat, ia terkejut melihat sosok yang ternyata ia kenali itu, kemudian bertanya heran,

”Kepala sekolah? Apa yang sedang Anda lakukan di sini?”

Terpopuler

Comments

Nino Ndut

Nino Ndut

idiot..

2024-05-09

1

IG: _anipri

IG: _anipri

Agak nyebelin sih kepala sekolah tuh

2022-07-21

0

Anak Puber

Anak Puber

Biarkan saja katak itu tetap di dalam sumur,
kadang-kadang itu bisa jadi hiburan, pffttt..

2021-09-05

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Upacara pembukaan
3 Perkenalan
4 Devdan Bayanaka
5 Kemampuan & kekuatan
6 Penyerangan
7 Penyerangan 2
8 Ancaman
9 Imajinasi & hal yang nyata
10 Ekspektasi & Realita
11 Wanita Menyebalkan
12 Militer
13 Seleksi
14 Pembunuhan masal
15 Kenangan si pelaku
16 Pleton 1
17 Kebenaran yang tak terduga
18 Penyelamatan
19 Reuni
20 Reuni 2
21 Anggota baru
22 Kejadian yang sama
23 Terlambat
24 Sangat terlambat
25 Masa kecil
26 Rapat
27 2 serangan terakhir
28 Junior yang malas
29 Kesombongan level dewa
30 Pemalas yang jenius
31 Kecurigaan Alicia
32 Pulau Andalas
33 Pulau Andalas 2
34 Pulau Andalas 3
35 Ruang hampa
36 Harapan
37 Pelarian
38 Andai aku
39 Sandiwara
40 Firasat
41 Survival
42 Legenda
43 Dunia Ini Rusak
44 Makhluk Mitologi
45 Peliharaan
46 Keluar
47 Hari-hari terakhir
48 Ujian Penempatan 1
49 Ujian Penempatan 2
50 Ujian Penempatan 3
51 Sadar Akan Diri
52 Sebuah Persiapan
53 Raja?
54 1 Vs 10,000,000
55 Tujuan
56 Eadred
57 Tak Perlu Khawatir
58 Berita Mengejutkan
59 Badan Kepolisian Negara
60 Kamera
61 Kediaman Bayanaka
62 Cilukba
63 Matahari
64 Pulang
65 Meliburkan Diri
66 Diriku Yang Lain
67 Meth
68 Ada Lagi?
69 Rak Hitam
70 Festival Alles 1
71 Festival Alles 2
72 Festival Alles 3
73 Mythomania
74 Kejutan Hart?
75 Akhir Dari Dunia
76 Akhir Dari Dunia 2 - Gavin & Cerberus
77 Akhir Dari Dunia 3 - Kembang Api
78 Akhir Dari Dunia 4 - Zand & Elax
79 Akhir Dari Dunia 5 - Pengetahuan
80 Akhir Dari Dunia 6 - Dewa Imajinasi
81 Akhir Dari Dunia 7 - Janji
82 Akhir Dari Dunia 8 - Timelapse Rewind
83 Akhir Dari Dunia 9 - Devdan Vs Edzard
84 Akhir Dari Dunia 10 - Teh & Biskuit
85 Nomor Telepon
86 Goddin
87 Tamasya
88 Berangkat! - Zand Kingdom
89 Maria Ocean
90 Fellow City
91 Altar
92 Visual
93 Broken House
94 Dandelion City
95 Mata Uang
96 Celah Peraturan
97 Kesalahan
98 Mawar Di Tengah Neraka
99 Evolusi
100 Mata Biru
101 Canggung
102 Laksanakan!
103 Psikis
104 Gagal
105 Hakim Agung
106 Hak-Hak
107 Tak Ada Yang Mustahil
108 Isi Hati
109 Garden Of Death
110 Selanjutnya
111 Visual
112 Psikopat Dermawan
113 Pindah Rumah
114 Denza, Kota Para Dewa
115 Sudut Pandang Yang Berbeda
116 Pertarungan Pembuka
117 Barie Sang Naga Putih
118 Satu Goresan Kecil?
119 Senyuman
120 Rumah Kayu Di Bawah Rembulan [S1-END]
121 Pengumuman yang kemungkinan ga ada yang baca
122 Volume II: Kehidupan Pertama
Episodes

Updated 122 Episodes

1
Prolog
2
Upacara pembukaan
3
Perkenalan
4
Devdan Bayanaka
5
Kemampuan & kekuatan
6
Penyerangan
7
Penyerangan 2
8
Ancaman
9
Imajinasi & hal yang nyata
10
Ekspektasi & Realita
11
Wanita Menyebalkan
12
Militer
13
Seleksi
14
Pembunuhan masal
15
Kenangan si pelaku
16
Pleton 1
17
Kebenaran yang tak terduga
18
Penyelamatan
19
Reuni
20
Reuni 2
21
Anggota baru
22
Kejadian yang sama
23
Terlambat
24
Sangat terlambat
25
Masa kecil
26
Rapat
27
2 serangan terakhir
28
Junior yang malas
29
Kesombongan level dewa
30
Pemalas yang jenius
31
Kecurigaan Alicia
32
Pulau Andalas
33
Pulau Andalas 2
34
Pulau Andalas 3
35
Ruang hampa
36
Harapan
37
Pelarian
38
Andai aku
39
Sandiwara
40
Firasat
41
Survival
42
Legenda
43
Dunia Ini Rusak
44
Makhluk Mitologi
45
Peliharaan
46
Keluar
47
Hari-hari terakhir
48
Ujian Penempatan 1
49
Ujian Penempatan 2
50
Ujian Penempatan 3
51
Sadar Akan Diri
52
Sebuah Persiapan
53
Raja?
54
1 Vs 10,000,000
55
Tujuan
56
Eadred
57
Tak Perlu Khawatir
58
Berita Mengejutkan
59
Badan Kepolisian Negara
60
Kamera
61
Kediaman Bayanaka
62
Cilukba
63
Matahari
64
Pulang
65
Meliburkan Diri
66
Diriku Yang Lain
67
Meth
68
Ada Lagi?
69
Rak Hitam
70
Festival Alles 1
71
Festival Alles 2
72
Festival Alles 3
73
Mythomania
74
Kejutan Hart?
75
Akhir Dari Dunia
76
Akhir Dari Dunia 2 - Gavin & Cerberus
77
Akhir Dari Dunia 3 - Kembang Api
78
Akhir Dari Dunia 4 - Zand & Elax
79
Akhir Dari Dunia 5 - Pengetahuan
80
Akhir Dari Dunia 6 - Dewa Imajinasi
81
Akhir Dari Dunia 7 - Janji
82
Akhir Dari Dunia 8 - Timelapse Rewind
83
Akhir Dari Dunia 9 - Devdan Vs Edzard
84
Akhir Dari Dunia 10 - Teh & Biskuit
85
Nomor Telepon
86
Goddin
87
Tamasya
88
Berangkat! - Zand Kingdom
89
Maria Ocean
90
Fellow City
91
Altar
92
Visual
93
Broken House
94
Dandelion City
95
Mata Uang
96
Celah Peraturan
97
Kesalahan
98
Mawar Di Tengah Neraka
99
Evolusi
100
Mata Biru
101
Canggung
102
Laksanakan!
103
Psikis
104
Gagal
105
Hakim Agung
106
Hak-Hak
107
Tak Ada Yang Mustahil
108
Isi Hati
109
Garden Of Death
110
Selanjutnya
111
Visual
112
Psikopat Dermawan
113
Pindah Rumah
114
Denza, Kota Para Dewa
115
Sudut Pandang Yang Berbeda
116
Pertarungan Pembuka
117
Barie Sang Naga Putih
118
Satu Goresan Kecil?
119
Senyuman
120
Rumah Kayu Di Bawah Rembulan [S1-END]
121
Pengumuman yang kemungkinan ga ada yang baca
122
Volume II: Kehidupan Pertama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!