"Kak Aray! Cepatlah! Nanti kita terlambat!" teriak Alicia dari halaman rumah.
"Jangan terlalu terburu-buru, santai saja," balasku.
"Apa maksudmu? Ini hari pertama kita masuk SMA. Keterlambatan adalah sesuatu yang tidak dapat ditoleransi," jelas Alicia, mendekatiku.
"Kau terlalu kaku. Seperti itulah jadinya jika kau terus mengikuti peraturan sekolah sepanjang hidupmu." Aku menatapnya miris sambil memakai sepatu.
Wajahnya memerah karena ejekanku.
"Lambat! Terlalau lambat! Kau seperti anak kecil yang baru belajar cara memakai sepatu .... " Alicia menarik lenganku, memaksaku berdiri.
Aku menyentil kening Alicia pelan. "Tali sepatuku belum terikat," kataku, memberikan isyarat dengan lirikan mata.
"Ah ... " Alicia terdiam sejenak, mengkonfirmasi. " ... maaf, tunggu sebentar." Kemudian Alicia berjongkok, mengikat tali sepatuku dengan cepat.
"Sudah?" Aku menunduk menatap pucuk kepalanya, bertanya.
"Sudah. Ayo, berangkat," ucapnya, kembali berdiri sejajar denganku.
Jarak antara rumah kami dengan sekolah hanya beberapa blok saja. Jadi, tidak masalah jika kami berjalan kaki.
Umurku dan umurnya hanya terpaut beberapa bulan, hal tersebut menjadikan kami berada dalam angkatan yang sama. Aku lahir bulan Januari sementara dia bulan Juli.
Di tengah perjalanan, Alicia melanjutkan pembicaraan.
"Hei, kak."
"Apa?" Aku bertanya.
Kami berjalan melewati perumahan-perumahan dengan rumah besar yang tentu saja milik orang kaya. Aku menatap satu persatu rumah tersebut, bertanya-tanya bagaimana bisa mereka begitu kaya.
"Tidak. Aku hanya penasaran apakah kita akan ditempatkan di kelas yang sama?"
Aku terdiam sejenak, menatapnya. "Aku juga tidak tahu. Jika kau sebegitu inginnya sekelas denganku ... berdoa saja."
"Kau benar. Aku hanya tidak yakin akan baik-baik saja." Alicia terlihat murung.
Tidak biasanya dia bertingkah manja seperti ini.
"Jangan terlalu melebih-lebihkan. Kau pasti akan punya banyak teman."
"Aku tau itu. Bukan itu alasannya. Aku ingin kau juga memiliki banyak teman. Sekarang kau sudah SMA. Bukankah sudah saatnya berbaur dengan masyarakat?"
"Berbaur dengan masyarakat, ya?"
"Bukannya lebih banyak teman akan lebih baik?" tanyanya polos.
"Siapa yang bilang begitu? Tidak masuk akal. Justru semakin banyak teman, akan semakin banyak hal yang harus dilindungi, dan itu pasti menyusahkan." Aku memalingkan wajah, memasukkan tangan ke dalam saku.
Matanya mengerut, bibirnya bergerak membentuk setengah lingkaran terbalik. Dia marah.
"Baik. Aku tidak akan memaksamu lagi" Lalu dia berjalan lebih cepat, meninggalkanku di belakang.
Benar-benar seorang adik yang perhatian, ya?
.
.
.
Bel pertanda masuk sekolah telah lama berbunyi, yang berarti kami telat.
"Lihatlah! Karena kau terlalu berleha-leha, kita jadi terlambat di hari pertama masuk sekolah. Konyol sekali," dengus Alicia kesal.
"Hm ... mungkin kita cuma terlambat sebentar. Coba kita lewat saja," saranku.
"Ugh .... " Alicia menggigit bibir bawahnya, berjalan menuju gerbang sekolah, berniat mengikuti rencanaku.
"Kau tidak boleh masuk!" Ternyata penjaga gerbang menahan langkah kami.
"Kami hanya terlambat sedikit, kan? Apa salahnya membiarkan kami masuk?" pinta Alicia, memelas.
"Maaf. Peraturan tetaplah peraturan. Sekalipun anak bangsawan yang telat, aku tidak akan membiarkannya masuk," ucap penjaga gerbang tegas.
"Omong kosong .... " Sebuah kalimat spontanitas keluar dari mulutku.
Karena jelas sekali dia berbohong. Tidak mungkin manusia berkedudukan rendah sepertinya berani menghalangi seorang bangsawan.
"Apa katamu?" tanyanya tersinggung.
Saat penjaga gerbang menatap mataku langsung, aku menggunakan sihir telepati padanya.
Sebuah gelombang transparan menembus kepalanya, masuk mengobrak-abrik beberapa ingatan penjaga gerbang dan menggantinya dalam sekejap.
Dalam beberapa saat, mata penjaga gerbang nampak kosong, dan saat sadar ia berkata, "Ha? Apa yang sedang kalian berdua lakukan di sini? Cepat masuk sebelum bel berbunyi."
Alicia tersentak kaget dengan perubahan sikap penjaga yang sangat aneh. "Sebelum bel berbunyi?" Ia bertanya-tanya mengapa sang penjaga terlihat seperti lupa ingatan.
"Sudah, sudah ... kita harus masuk sebelum bel berbunyi," kataku sambil mendorong punggung Alicia.
Saat kami berjalan melewati gerbang, seorang perempuan datang, berhenti di depan penjaga gerbang.
"Maaf, aku terlam–"
"Cepat masuk! Sebentar lagi bel berbunyi!" perintah sang penjaga gerbang, memotong kalimat perempuan itu.
Dia perempuan yang cantik dengan rambut pirang dan mata berwarna biru. Tingginya pas, badannya pun langsing.
Orang yang melihatnya pasti akan langsung jatuh cinta. Namun, aku tidak tertarik akan sesuatu yang berbau percintaan.
Tidak. Bukannya aku tidak tertarik. Namun, berkencan itu melelahkan. Harus membalas pesan dengan cepat, pulang sekolah bersama, memberikan hadiah saat ulang tahun ... anak zaman sekarang sangat tidak mengerti yang namanya efesiensi.
Dan kalian tahu apa yang paling buruk? Kencan di hari libur! Bagaimana mungkin!? Hari libur seharusnya adalah waktu di mana kita bisa bermalas-malasan di atas kasur, buang air tanpa diganggu, berendam lebih dari 1 jam, dan hal-hal menakjubkan lainnya.
Jika kalian berkencan, waktu 3 tahun selama SMA akan kalian habiskan hanya untuk sang pujaan hati dan itu menyebalkan, kan? Hampir tidak ada privasi.
"Itu aneh sekali," gumam perempuan tersebut, berjalan melewati gerbang. Saat melihat kami, ia berlari kecil menghampiri. "Hey, kalian! Apa benar bel belum berbunyi?"
"Entahlah ... saat aku datang tadi, penjaga gerbang itu berusaha menahan kami, bahkan sampai mengatakan sesuatu seperti tidak membiarkan seorang bangsawan lewat atau semacamnya," jelas Alicia, sedangkan aku mendengarkan mereka malas.
"Apa maksudnya?"
"Tidak tahu. Tapi beberapa saat kemudian, dia mempersilakan kami masuk." Alicia mengangkat bahunya.
"Kau orang yang baik ya? Bisa langsung bicara banyak pada orang yang baru kau temui. Namaku Vania Vasco. Salam kenal!" Perempuan itu mengulurkan tangannya.
Jadi definisi orang baik sekarang seperti itu? Benar-benar melenceng sangat jauh dari yang kuketahui. Bahkan perampok bisa banyak bicara ketika mereka sedang merampok bank.
"Namaku Alicia Kenzie. Kau bisa memanggilku Alicia. Senang berkenalan denganmu!"
"Dan dia?" Matanya beralih padaku.
"Tak usah pedulikan aku. Hanya sekedar orang lewat. Alicia, aku duluan."
Menghindari sesuatu yang merepotkan seperti ini adalah keahlianku. Aku berjalan menjauh sambil meletakkan tas di punggung.
"Dia dingin sekali," gumam Vania jengkel.
"Itu kakakku. Dia memang seperti itu, tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Tak usah hiraukan dia."
"Dia kakakmu?! Sulit dipercaya. Sangat berbeda bukan? Maksudku sifat kalian itu."
Karena Alicia masih kesal denganku, dia mencoba mengubah topik pembicaraannya.
"Sebaiknya kita tidak terlalu berlama-lama di sini. Upacara pembukaan nampaknya sudah dimulai."
"Baiklah." Vania mengangguk tersenyum, berjalan bersama Alicia ke aula.
.
.
.
"Harap tenang! Upacara pembukaan akan segera dimulai!" Seorang wanita paruh baya memerintah kami lewat mikrofon.
Dari barisan paling belakang aku dapat melihat Alicia dan vania yang baru datang.
Napas mereka tak beraturan, sepertinya mereka berlari.
Aku bertanya-tanya bagaimana seseorang dapat melakukan sesuatu yang sangat merepotkan seperti itu.
"Hah ... untung saja masih sempat." Alicia datang dengan keringat mengucur di dahinya.
Aku melihat vania yang sedang membungkuk karena lelah setelah berlari lalu memalingkan wajah.
"Kepada perwakilan siswa baru, diharapkan untuk naik keatas mimbar!" ucap pembawa acara.
Aku melihat seorang pria yang tampan dengan rambut perak dan mata yang sama dengan warna rambutnya berjalan menaiki panggung dan berhenti diatas mimbar, lalu memulai pidato nya.
"Teman-teman yang saya cintai, saya sebagai perwakilan murid baru akan memberikan sedikit sambutan .... "
Mulailah terdengar bisikan-bisikan mengenai pria tersebut baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan
"Hei, bukankah dia sangat tampan?" kata perempuan didepan ku kepada temannya.
"Ya, sangat tampan!"
"Bukankah dia yang meraih nilai sempurna pada tes masuk kemarin?" bisik pria disebelahku kepada temannya juga.
Ohh ... tipikal manusia sempurna, ya? Bodoh sekali. Apa sebegitu inginnya dia terkenal di kalangan anak perempuan? Tunggu. Apa dia sebenarnya mengincar laki-laki?
Seketika aku merinding.
"Perkenalkan, nama saya Gabriel Rio. Teman-teman semua tahu bahwa sekolah ini bernama "Macht ist alles" yang berarti kekuatan adalah segalanya
Maka kita sebagai murid yang telah dipilih oleh sekolah, harus memperlihatkan kemampuan kita juga memberikan yang terbaik kepada sekolah. Latihlah kemampuan kalian agar menjadi orang yang berguna bagi sekolah maupun negara. Dan yang lebih penting, berguna untuk diri sendiri. Sekian."
Sang perwakilan murid baru itu mengakhiri pidato nya dengan penutup yang bagus.
Terdengar suara tepuk tangan yang sangat meriah dari para murid baru dan juga para guru, pujianpun mulai terdengar dimana-mana
"Sudah tampan, pandai bicara lagi. Sangat keren!"
Oi, oi ... kalian para mamalia terlalu melebih-lebihkan. Apa mereka sebegitu bodohnya sampai menyukai orang yang sama?
Para perempuan sudah tergila-gila padanya padahal dia hanya memberikan kata-kata sambutan.
Aku tidak paham jalan pikiran mamalia.
Setelah upacara selesai Alicia mendekatiku,
"Dia tampan bukan?" tanya Alicia.
"Aku kira kau masih marah padaku."
"Jadi kau memang ingin aku marah, ya?" Dia melipat wajahnya.
"Melihatmu marah tidak terlalu buruk."
"Tapi aku tidak bisa terus menerus marah kepadamu karena ini hari pertama sekolah."
"Apa hubungannya?" tanyaku polos.
"Lupakan saja!"
Kurasa dia masih marah.
Kami berjalan menuju papan pemberitahuan pembagian kelas.
Kelas di sekolah ini mempunyai beberapa tingkatan. Ada 3 tingkatan, yaitu: Anfänger (pemula), Stark, dan Unver.
Tingkatan nya sesuai urutan, Anfänger untuk pemula. Berarti mereka akan diajari dasar-dasar dalam kekuatan.
Stark untuk tingkat menengah, dan Unver bisa disebut untuk yang sudah ahli. Alicia masuk kelas Unver sementara aku Anfänger, perbedaan kasta yang sangat jauh ya?
Tapi memang ini yang aku inginkan. Menjadi pusat perhatian itu melelahkan. Bagiku ini adalah yang terbaik, menghindari segala sesuatu yang merepotkan.
"Sayang sekali ... kita tidak sekelas .... " Alicia terlihat sedih.
"Sudahlah, tidak perlu bersedih. Lagipula bukankah aku yang seharusnya bersedih disini?"
"Benar juga ya? Apakah kau akan baik-baik saja?"
"Jangan khawatir. Selama tidak merepotkan, aku akan baik-baik saja."
"Itulah yang aku khawatirkan .... "
Aku menatapnya malas, menghembuskan napas berat. "Jangan terlalu peduli, nanti kau bisa mati."
"Apa-apaan itu? Jika kau memang tidak ingin diperhatikan bilang saja. Jangan mengada-ada. Sudahlah, jaga dirimu!" Setelah mengatakan itu, Alicia pergi meninggalkan ku.
Dia masih terlalu naif. Tidak tau bagaimana cara dunia ini bekerja. Yah ... tidak perlu dipusingkan, aku juga masih memiliki urusan.
"Nah .... "
Sekarang giliranku masuk kelas. Semoga kelasku isinya sekumpulan kutu buku yang selalu diam membaca saat di kelas. Atau mungkin sekumpulan anti-sosial lebih baik?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Renn.
anjirr mamaliaa wkkw
2023-04-03
0
✿͜͡ռǟռǟ♛
melelehkan dan membutuhkan niat
2022-12-30
0
Hendro Irawan
Sip
2022-10-09
0