Aku berjalan agak tergesa di sepanjang lorong yang menghubungkan lobi istana dengan aula tempat singgasana Raja Avanindra berada.
Abner di sebelahku mencoba untuk menyamakan langkahnya. Baginya ini bukan hal yang sulit, karena memang dia orang sangat serius dan selalu melakukan pekerjaan dengan cepat.
"Sebelumnya aku minta maaf padamu karena sikapku yang agak meremehkan. Aku tidak tau kalau kau adalah orang yang sangat berbakat."
"Tipikal manusia ... huh ... kau jadi terlihat seperti penjilat." Aku sedikit menyindirnya.
Abner memaksakan senyum diwajahnya, terlihat sangat tidak alami.
"Aku akan menjelaskan apa yang aku dapatkan padamu. Laporkan lah apa yang akan kau dengar mulai saat ini kepada raja."
Menjelaskan semuanya di depan raja adalah suatu yang tidak ingin kulakukan. Terlebih itu sangat merepotkan.
"Kenapa aku? Bukankah kau yang mendapatkan informasi itu?"
"Kurasa aku tidak perlu menjelaskan alasannya. Kau yang harus bekerja sekarang. Karena sedari tadi kau hanya pelanga-pelongo seperti orang idiot saja."
"Walaupun kau ini berbakat, aku tetap seniormu. Tunjukkanlah sedikit rasa hormatmu padaku."
"Tidak ada kata senioritas dalam kamusku. Sudahlah. Cukup dengarkan apa yang akan kukatakan."
Aku menjelaskan semua yang kulihat dan dengar dalam ingatan si pembunuh masal itu.
Saat aku sampai pada bagian jumlah korban yang dibunuh menyerupai angka hitung mundur, Abner sangat kaget seakan baru menyadari sesuatu.
"Kau benar. Mengapa kita tidak memerhatikan angka yang sangat aneh ini?"
"Dan juga, kita harus lebih waspada mulai dari sekarang terhadap negara Utara."
Di dalam aula, Raja Avanindra sudah duduk di singgasananya dengan anggun, menunggu hasil dari penyelidikan kami.
"Bagaimana hasil penyelidikan kalian? Membuahkan hasil?" Suaranya bergema memenuhi seluruh aula.
Tanpa sadar, kami meneguk air liur kami sendiri.
Terkadang beliau benar-benar mempunyai wibawa seorang raja.
Setelah itu Abner melaporkan segala yang kami temukan dalam penyelidikan. Tidak. Lebih tepatnya yang aku temukan.
Raja segera memahami situasinya ketika mendengar tentang pembunuhan masal hitung mundur dan pria yang membunuh si pelaku adalah orang dari negara Utara.
"Jadi kau mengetahui wajah pria itu?" Raja bertanya pada Abner.
"Tidak yang mulia. Aray yang melihatnya." Dia melirikku.
"Benar, Yang Mulia. Saya juga berpikir bahwa hitungan mundur itu menuju pada sebuah acara yang akan dilaksanakan negara Utara, dan kemungkinan besar itu adalah serangan besar-besaran pada negara kita."
Walaupun opiniku tidak diminta, lebih baik aku mengutarakannya.
"Jadi begitu. Untuk sekarang hanya informasi ini yang dapat kami sampaikan kepada anda, Yang Mulia." Abner menundukkan kepalanya.
"Kerja kalian sangat patut dipuji. Ini bukanlah informasi recehan ... terima kasih." Raja Avanindra mengangguk puas.
Abner yang baru dipuji oleh sang raja terlihat sangat bahagia, matanya berbinar.
Sementara aku merasa biasa saja.
"Baiklah, Aray. Sudah saatnya aku mengenalkan para anggota pletonmu. Kalian, masuklah!" Raja mengarahkan pandangannya pada pintu masuk aula.
Aku segera menoleh kearah yang sama dengannya.
Dua anak laki-laki dan dua anak perempuan. Kombinasi yang sangat seimbang. Mereka segera memenuhi panggilan raja, berjalan menuju singgasana agak terburu-buru.
"Baik, Raja. Kami disini." Ucap salah satu anak laki-laki.
Mereka semua segera berlutut dihadapan sang raja.
"Bagus! Perkenalkan, ini Aray. Komandan baru kalian." Dengan bangga raja menyebut namaku.
"Oh? Dia orang yang langsung menang melawan Laksamana di hari pertamanya bergabung dengan kemiliteran? Keren sekali!" teriak anak perempuan bergigi tajam yang terlihat sangat kekanakan.
Dia berdiri dan langsung melompat kearahku.
"Bodoh! Kendalikan sikapmu di hadapan raja!" Teman lelakinya yang kupikir adalah dari keluarga bangsawan, memukul kepala anak perempuan tadi dan segera mendorong kepalanya kembali menunduk kepada Raja Avanindra.
"Uhh ... sakit tau!" Perempuan itu meringis kesakitan sambil mengusap-usap kepalanya.
"Hahaha! Kalian sangat menarik ... sangat cocok untuk menjadi anggota pleton Aray!" Raja tertawa dan mengatakan sesuatu yang sangat tidak dapat dipercaya.
Dari mana cocoknya? Mereka tipe yang paling kubenci.
"Perkenalkanlah diri kalian kepadanya!" perintah raja pada keempatnya.
Keempatnya segera berbaris di hadapanku, memperkenalkan diri mereka masing-masing.
"Namaku Alisa Lalita. Alisa artinya dilindungi tuhan. Sedangkan Lalita berarti main-main dan menawan. Kemampuanku membaca pikiran orang dan mengendalikannya."
Perempuan berisik tadi menjadi yang pertama memperkenalkan dirinya.
Tetapi, nama dan kemampuannya sangat sesuai dengan kepribadiannya. Sungguh kemampuan yang mengganggu.
"Nama, Veer Vihaan. Kemampuan, menciptakan sesuatu, sekaligus seorang ahli pedang."
Selanjutnya pria yang matanya terlihat seperti terbakar sesuatu memperkenalkan dirinya.
Dia tipe orang yang sangat bersemangat. Mungkin karena hidup di lingkungan keras dan susah membuat kemampuannya tumbuh.
"Nama, Devika Kanaka. Kemampuan, menghilang."
Perkenalan yang sangat efisien. Singkat, padat, dan jelas.
Aku suka dia. Tidak terlalu banyak bicara. Hawa kehadirannya juga sangat tipis. Jadi mungkin kemampuannya didapatkan dari dirinya yang tidak ingin dilihat orang lain.
"Namaku Ramesh. Kemampuan energi alam.
Ah ... aku tidak tahan lagi. Apa-apaan dengan bocah ini? Dengan wajah kurus dan badan kurus, aku tak bisa menganggap bocah ini sebagai atasanku."
Laki-laki bernama Ramesh ini sepertinya sudah menahan rasa tidak sukanya sejak pertama kali melihatku.
Ini yang aku maksud anak bangsawan. Selalu meremehkan orang lain. Merasa golongannya adalah yang paling hebat.
Teman-temannya terkejut mendengar protes Ramesh, bersamaan melirik Raja Avanindra. Mereka takut raja akan marah.
Tetapi, raja yang baru saja dilirik sama sekali tidak terganggu dengan ocehan Ramesh, tersenyum.
Mereka semakin tak paham apa yang dipikirkan raja.
Berbeda dengan Ramesh. Alisa, Veer dan Devika sudah mengetahui seberapa kuatnya diriku.
Seorang pemula yang dapat mengalahkan Laksamana Madya seorang diri. Hebatnya, pemula itu mengalahkannya hanya dalam beberapa detik.
"Ramesh, apakah kau tidak melihat pertarungan hebat di hari pertama kita bergabung dengan pasukan kerajaan?" tanya Alisa dengan raut wajah penasaran.
"Memangnya ada pertarungan seperti itu?" Ramesh membantahnya.
"Tentu saja ada!" teriak Veer sambil menempeleng kepala Ramesh.
Veer sangat ringan tangan rupanya.
"Hari itu, Komandan Aray menghabisi seorang Laksamana Madya hanya dalam beberapa detik!" jelas Alisa tidak percaya kalau Ramesh tidak melihat pertarungan tersebut.
Ramesh tetap memasang wajah bodoh seolah tidak tau apapun. Mungkin dia sedang ke kamar mandi saat aku bertarung? Bisa jadi kan?
"Jika kau tidak percaya, bagaimana kalau langsung kau coba saja bertarung dengannya." Devika yang sedari tadi diam saja memberikan saran yang sangat "Membantu".
"Kau benar. Aku tidak akan percaya sebelum mencobanya sendiri." Dan dengan bodohnya orang ini menerima sarannya begitu saja.
"Hahaha ... kalian memang yang terbaik!" Tiba-tiba Raja Avanindra tertawa.
Abner yang sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri kekuatanku hanya mampu menutupi wajahnya dengan telapak tangannya, malu.
Aku menatap Ramesh rendah, berkata, "Aku tidak ingin bermain-main dengan orang lemah. Mari lakukan dengan cepat. Jika kau mampu bertahan dari tekanan gravitasi yang akan kuberikan selama 3 menit, kau menang."
Seharusnya dengan peraturan ini tidak akan membuang-buang tenagaku.
"Kau terlalu meremehkanku!"
Ramesh mengusap hidungnya.
Wajah teman-teman nya mulai terlihat cemas.
"Kalau begitu, 3 menit dimulai dari sekarang." Aku memasukkan tanganku kedalam saku celana lalu mulai menggunakan telekinesis untuk menahannya.
Ramesh yang awalnya mencoba untuk melangkah seketika membeku, tak dapat bergerak sedikitpun.
"A–apa ini? Aku tidak bisa bergerak!"
Dia mengeraskan rahangnya dan mencoba sekuat tenaga untuk lepas dari telekinesisku.
Namun, boro-boro dia bergerak maju, yang ada dia malah jatuh berlutut di tempatnya berdiri.
Aula istana semakin bergetar karena kekuatan telekinesisku yang kugunakan padanya.
Ramesh akhirnya sama sekali tak mampu menahan kekuatanku, telungkup menciumi lantai aula kerajaan.
"Baik, baik ... aku menyerah!" katanya sembari memukul-mukul lantai dengan telapak tangannya.
Aku melepaskan kekuatan telekinesisku.
Ramesh perlahan kembali berdiri, membersihkan pakaiannya dari debu yang terbawa dari lantai aula kerajaan.
"Jadi, bagaimana?" Yang bertanya bukan aku, melainkan Devika.
Ramesh cemberut tidak bisa menerimanya, tetapi itu menjelaskan segalanya.
"Sudah kubilang, kan? Laksamana Madya saja kalah, apalagi kau! Bergerak sedikitpun saja tidak bisa .... " Ledek Alisa.
"Jangan meledekku! Aku yakin kau akan lebih payah dariku." Ramesh tidak terima.
"Kau ini keras kepala sekali!" Veer mendekati Ramesh, memukul kepalanya.
Setelah itu mereka berempat tertawa bersama. Pemandangan yang sangat aneh. Dan mereka akan menemaniku untuk kedepannya.
Aku tidak tau ini baik atau buruk, lebih baik kubiarkan saja waktu yang menjawabnya.
"Raja!"
Tiba-tiba seorang prajurit datang berlari mendekati Raja Avanindra.
"Keadaan darurat! Ada serangan mendadak di tengah kota. Korban saat ini sudah mencapai angka 500, hampir semuanya penduduk sipil. Penyerang berjumlah 2 orang, identitas mereka belum dikonfirmasi. Kota sedang dalam kekacauan besar, gedung-gedung terbakar
habis oleh api yang sangat panas."
Prajurit itu terengah-engah setelah berlari jauh dari lokasi kejadian. Wajahnya sangat pucat, menunjukkan bahwa ia telah melihat banyak sekali kematian di depan matanya.
Kami semua bersiap siaga.
Aku menatap malas Raja Avanindra, berpikir pasti dia akan menyuruhku melakukan sesuatu.
Raja yang melihatku menatapnya segera tersenyum lalu memberikan perintah,
"Ini adalah tugas pertama kalian sebagai pleton! Lindungilah para penduduk sipil dengan segenap kekuatan! Habisi para penyusup secepatnya dan jangan beri ampun!"
Nuansa peperangan dengan cepat menyelimuti seluruh tubuhku.
Keempat orang bodoh itu gemetaran, semangat meluap-luap dari dalam jiwa mereka.
Kami tersenyum dengan cara yang berbeda-beda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
IG: _anipri
Pleton baru... keren! Nih novel semakin banyak bab semakin menarik aja.
2022-10-25
0
Z3R0 :)
woh gg pas lagunya Carol of the bel Ama suasananya
2022-05-08
0
Noor Izzat Ahmadi
ya iyalah tanpa sadar. orang tiap hari kok kita nelen air liur tanpa sadar
2022-05-05
0