Mencintaimu Tanpa Batas
Sinar mentari pagi menghangatkan bumi bahkan seluruh isinya, namun kehangatan itu seakan bermusuhan dengan tubuh lunglai seorang wanita muda yang gemetar karena rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Setiap malam dia harus tidur di sofa dalam pengaturan suhu AC yang di bawah batas suhu ruangan itu, bahkan tanpa memakai selimut.
Bobot tubuhnya kian hari semakin merosot saja karena telah berhari-hari hanya memakan nasi sisa. Tak jarang dia harus menahan rasa laparnya karena pekerjaan yang tidak ada habisnya.
"Sharen...!" Pekik suami Sharen, hingga membuat Sharen terjingkat. Walaupunl dia sedang bekerja membersihkan kamar mandi, dia harus bergegas menghampiri pria yang sudah dia nikahi selama satu tahun itu.
"Ya, Tuan." sahut Sharen dengan suara bergetar. Sapaan Tuan itu telah dia ucapkan selama satu bulan pasca kecelakaan sang suami, meskipun sapaan itu membuat hati Sharen terasa pedih saat mengucapkannya.
"Dasar wanita tidak berguna! Cuma mengerjakan itu saja lama sekali!" Sembur Rayan. Kata kasar itu keluar begitu saja dari mulut Rayan, hingga kata-kata itu sudah menjadi sarapan pagi bagi Sharen. "Mana tas kerjaku?" pintanya tanpa menatap sang istri. Tatapannya fokus pada cermin sembari merapikan dasi yang baru saja dia kenakan.
Sharen buru-buru membawa tas kerja yang hanya beberapa langkah dari posisi suaminya berdiri. "Ini Tuan", ucap Sharen lirih.
Rayan menyambar kasar tas dari tangan Sharen. Lalu dia mengayunkan langkahnya, tanpa kata pamit atau sekedar melihat wajah sendu Sharen, bahkan kaki Rayan sudah melangkah jauh meninggalkan Sharen yang masih mematung diposisinya. "Kapan ingatanmu akan pulih suamiku? Perubahan sikapmu membuatku sedih", ucap Sharen lirih.
Sudah satu bulan sejak kecelakaan itu terjadi, Rayan telah melupakan semua kenangan indah selama satu tahun pernikahan mereka. Memori Rayan hanya mengingat kejadian lima tahun kebelakang, yakni ingatan tentang kebenciannya pada Sharen.
Setiap hari Rayan memperlakukan Sharen seperti wanita yang tidak ada nilai di matanya, namun Sharen tidak pernah mengeluhkan hal itu, karena dia tahu Rayan membencinya sama seperti waktu pertama sekali mereka bertemu.
"Apakah kau benar-benar melupakan cintamu padaku?" gumam Sharen sembari duduk di lantai dengan menyandarkan punggungnya di sudut tempat tidur. Netranya mulai berkaca-kaca hingga tanpa ada yang memerintah bulir-bulir kristal itu jatuh bebas membasahi pipinya. "Sampai kapan aku harus bertahan?" Isaknya seraya mengusap kasar wajahnya.
"Sharen...!" Nafas Sharen seakan terhenti kala mendengar suara teriakan seorang wanita yang tidak pernah menyukai dirinya itu.
"Ya, Bu", sahut Sharen walaupun dia tidak ingin menjawabnya. Kaki lemahnya harus dipaksa berlari menyusul sang ibu mertua lebih tepatnya ibu tiri Rayan itu.
"Mana kopiku? Kenapa harus selalu diingatkan!" Suara cempreng sang ibu mertua selalu saja memekakkan telinga Sharen.
"Iya, sebentar Bu", sahut Sharen dengan raut wajah lesu. Langkahnya melambat saat perutnya terasa perih.
"Kenapa lama sekali? Apa kau sudah tidak punya tenaga untuk berjalan?"
Sharen melanjutkan langkahnya tanpa menyahut cibiran sang ibu mertua, karena akan semakin memperlambat pekerjaannya.
Sementara Rayan seolah tidak peduli walaupun melihat perlakuan kasar sang ibu tiri pada istrinya itu. Mulutnya tiada henti mengunyah sisa roti di dalam mulut, seolah tak terjadi apapun. Diraihnya segelas air, lalu dia minum dalam sekali tegukan.
"Aku berangkat ke kantor!" ucap Rayan tanpa menoleh ke arah ibu tirinya.
"Oke, Nak", sahut sang ibu tiri dengan lembut.
Rayan beranjak dari posisinya duduk, lalu berjalan meninggalkan ruang makan. Tak berselang lama Rey datang menghampiri sang ibu.
"Pagi, Ma. Aku mau dibuatin sandwich dong", pinta Rey tanpa menyapa Rayan.
Desy menarik nafas dan berteriak. "Sharen!" pekik Desy dengan suara lantangnya.
Tangan Sharen masih sibuk menyatukan kopi dan gula di dalam gelas. Dia semakin mempercepat tempo mengaduk, lalu gegas melangkah menuju meja makan.
"Ya, Bu", jawab Sharen sembari meletakkan gelas di atas meja.
"Lama sekali! Rey minta dibuatkan sandwich."
"Baik,.Bu", sahut Sharen di sisa tenaganya. Gegas dia kembali lagi ke dapur membuatkan sandwich. Sharen menelan salivanya kala melihat sepotong daging jatuh ke lantai. "Belum lima menit", katanya riang bak anak kecil mendapatkan jajan. Dalam sekejap sepotong daging sudah melewati kerongkongannya. Entah kenapa rasanya begitu nikmat saat memakannya dengan diam-diam.
"Aaa..." pekik Sharen kala membalikkan badan, Rey sudah berdiri tepat dihadapannya.
"Apa kau pikir aku ini setan?"
Bahkan lebih menyeramkan dari setan. Ucap Sharen di dalam batinnya.
"Apa kau sedang meng*tukiku dalam pikiranmu?"
Apa dia cenayang? Kenapa dia bisa membaca pikiranku. Sharen memaksakan senyumannya. "Sandwich ini mau di bawa sendiri atau aku antar ke meja?" tanya Sharen mengalihkan perhatian Rey. Dia tidak ingin berbicara lama dengan adik iparnya itu.
"Berikan!" rebut Rey dari tangan Sharen, kala dia mendengar derap langkah seseorang. Lalu dia buru-buru meninggalkan Sharen.
Sharen membiarkan itu terjadi, setidaknya satu pekerjaannya terbantu. Dia menyandarkan tubuh lelahnya seraya menghela nafas. "Sebentar saja", ucapnya lirih seraya memikirkan cucian pakaian yang menumpuk, karena dia pun harus mencuci pakaian milik Ibu mertua dan adik iparnya. Pernah satu kali dia menolak, akhirnya sang suami ingin mengusirnya dari rumah.
"Hufft... lebih baik aku selesaikan semua cucian itu sekarang." Sharen bangkit dari posisinya, lalu berjalan dengan langkah gontai menuju tempat mencuci pakaian.
...---...
Tanpa Sharen sadari sudah satu jam lamanya dia berada di tempat mencuci. "Ah, akhirnya selesai juga!" Sharen meregangkan otot dan lehernya, kemudian dia berjalan menuju pintu. "Aaaa...", pekiknya kaget kala melihat Rey berdiri di ambang pintu seraya tersenyum padanya. "Apa yang adik ipar lakukan di sini?" tanyanya dengan tatapan berbeda.
Bukannya menjawab Rey malah tersenyum. Namun saat Sharen akan beranjak dia menarik paksa tangan Sharen. "Aku ingin memberimu satu penawaran", ucapnya.
Sharen menghempas tangan Rey. "Sudah aku katakan ribuan kali. Aku tidak pernah tertarik dengan tawaranmu!"
"Tapi kau belum mendengarkan tawaranku yang ini." Rey terus mengekori Sharen yang berjalan meninggalkan dirinya.
"Pasti sama saja!" tukas Sharen. "Sudah jangan ikuti aku lagi, atau ibumu akan mengira aku yang menggodamu." Sharen gegas meninggalkan Rey.
"Suatu saat nanti kau pasti datang memohon padaku. Saat itu aku tidak akan berbelas kasihan lagi padamu!" seringai Rey.
Sharen bernafas lega saat sudah berada di depan pintu kamarnya. Dia membuka pintu, berjalan masuk dengan berdecak kesal. "Entah apa yang sedang adik ipar pikirkan, sorot mata jahatnya itu membuatku bergidik ngeri", gumamnya saat menutup rapat pintu.
Netra Sharen melirik pada sebuah berkas yang mencuat dari dalam laci kerja Rayan. "Dia selalu saja begini", ucap Sharen tersenyum tipis seraya berjalan mendekat ke meja. Tangannya menarik ke luar laci dan merapikan berkas Rayan. Tanpa sengaja dia membaca berkas di posisi paling atas. "Apa?" ucapnya dengan mata melotot kala membaca judul surat yang telah dibubuhi tanda tangan oleh suaminya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Maya●●●
kak ucy, aku mmpir ya. udah masuk fav
2023-10-25
0
Maya●●●
sharen kok betahya tinggal sama iblis2 itu. walaupun statusnya masih istri rayan tapi kenapa tidak angkat tangan saja.
2023-10-25
1
Maya●●●
jadi rayan amnesiaa
2023-10-25
0