"Sayang, biarkan aku menyiapkan bajumu, ya", kata Sharen dengan berani, seolah mengulang sebuah kejadian yang biasa dia lakukan di pagi hari.
Seketika Rayan mendelik mendengar ucapan Sharen, pandangannya kabur ketika bayangan masa lalu tiba-tiba terlintas. Entah apa yang dia pikirkan saat ini, hingga dia mulai melangkah menghampiri Sharen.
Tiba-tiba tangan kekar Rayan mengangkat dagu Sharen. "Apa kau ingin di usir dari rumah ini?" Pertanyaan mendominasi Rayan sontak membuat Sharen ketakutan.
"Maaf, Tuan. Saya masih mau tetap di sini", sahut Sharen. Tujuanku belum tercapai, bagaimana mungkin aku keluar dari rumah ini sekarang. Ucap Sharen di dalam batin.
"Cih, aku pikir kau sudah tidak sanggup lagi tinggal di sini!" tukasnya seraya berjalan menuju walk-in closet.
...---...
Malam ini Rayan tidak mengizinkan Sharen makan bersama di meja makan, hanya karena sikap tidak patuh Sharen yang berani memanggil dirinya dengan sebutan sayang.
Setelah semua keluarga selesai menikmati hidangan makan malam buatan Sharen, kini giliran Sharen yang makan.
"Sudah aku duga", gumamnya kala membuka wadah makanan di atas meja. "Mereka tidak punya hati, teganya memberikanku makanan sisa ini", lanjutnya bergumam. Namun perut Sharen sudah tidak bisa di ajak kompromi. Sharen mencoba ikhlas menikmati makanan yang sebenarnya tidak layak untuk di makan olehnya.
Dikeheningan ruang makan, Sharen menikmati suapan demi suapan makanan dingin yang sudah tidak utuh itu. Dentingan sendok dan garpu mulai terdengar kala makanan di piring sudah hampir habis.
Gluk. Gluk.
Sharen minum segelas air dalam sekali tegukan. "Aku kenyang sekali", katanya seraya bersandar pada kursi. Perutnya terlihat menonjol kala makanan di atas meja makan habis tak bersisa. Kemudian Sharen bangkit dari kursi makan untuk membereskan meja makan yang penuh dengan peralatan makan yang sudah selesai di pakai.
"Aku mencucinya besok saja." Sharen menyusun semua peralatan makan dan membawanya menuju washtafel. Lalu dia gegas kembali ke kamarnya.
Baru saja Sharen melangkah di anak tangga terakhir, Rey datang menyapa.
"Bagaimana?" tanya Rey dengan menaikkan alis kanannya.
Namun bukannya menjawab, Sharen malah acuh dan melewati Rey begitu saja.
"Hei!" ketus Rey. "Aku sedang bicara denganmu, atau jangan-jangan kau memang suka mencuci pakaian berulang-ulang kali setiap hari?"
Sharen menatap tajam ke arah Rey. "Ternyata benar kau pelakunya."
"Itu salahmu sendiri!" tukas Rey. "Aku sudah berbaik hati memberimu penawaran yang menarik, tapi kau malah mengacuhkanku."
Langkah Sharen yang sempat terhenti, akhirnya kembali terayun. Lagi-lagi dia mengabaikan Rey yang selalu punya niat tidak baik padanya.
"Susah kali mendapatkannya!" kesal Rey seraya mengacak kasar rambutnya. "Padahal banyak sekali wanita yang mengantri, hanya untuk bisa bersamaku", lanjut Rey bermonolog.
Sementara Sharen sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Dia menghela nafas panjang seraya membuka pintu. "Eh, ini kenapa?" tanya Sharen yang kesulitan membuka pintu kamar. Kemudian dia mengetuk pintu dan berteriak memanggil Rayan. "Tuan... Tolong buka pintunya."
Sharen mengulanginya hingga berkali-kali, bahkan hingga kulit tipis jarinya memerah dan terasa sakit. "Tuan -- " Sharen menggantung ucapannya kala mendengar pintu di buka.
"Aku pikir kau akan menginap di kamar pria lain!" sembur Rayan.
Pria lain? Tanya Sharen di dalam batinnya. Dia mencoba memahami maksud ucapan suaminya itu. Tiba-tiba Sharen teringat akan Rey, karena dia sempat mendengar suara pintu di tutup kala dirinya sedang berbincang dengan Rey. "Aku tidak pernah punya niat untuk tidur dengan pria mana pun, Tuan! Aku hanya mencintaimu!"
"Aku tidak butuh penjelasanmu!" tukas Rayan sembari berjalan. Lalu dia naik ke atas tempat tidur.
Sharen mematung diposisinya sembari menanti, barangkali Rayan akan menoleh padanya. Sudah lama dia menunggu, namun suaminya itu tidak kunjung membalikkan badannya. Sharen pun memutuskan untuk tidur di tempat biasa dia tidur.
Sementara Rayan mendengus kasar, kala dirinya membalikkan badan dan melihat istrinya sudah tertidur di sofa. Katanya mau menjelaskan, tapi kenapa dia malah tidur! Ucapnya di dalam batin.
Suasana di dalam kamar itu tetap hening hingga pagi menyapa.
Pagi ini Rayan bangun dari tidurnya lebih lama dari biasanya. Entah apa yang sedang dia pikirkan hingga netranya menelisik ke sofa, untuk mencari keberadaan istrinya. "Dia sudah bangun", ucapnya tanpa sadar. "Astaga apa yang kupikirkan! Untuk apa aku memikirkannya!" Rayan bingung dengan dirinya sendiri. Namun dia tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang terjadi padanya. Dia gegas bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi.
...---...
Di meja makan.
Tangan lembut Sharen yang telah berubah menjadi kasar, begitu sibuk menyiapkan sarapan pagi bagi semua orang di rumah mewah bergaya klasik itu. Tak pernah sekalipun Sharen peduli akan keadaannya, seolah itu adalah pengorbanan yang pantas dia berikan pada suaminya sendiri.
"Huh, hampir saja", ucapnya seraya mengusap peluhnya yang hampir saja jatuh mengenai nasi goreng di dalam bakul. "Jika tadi tidak sempat rasa asinnya akan bertambah, nih", candanya saat bermonolog, namun senyum di wajahnya seketika muncul.
"Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" tanya Desy yang datang tiba-tiba dan sempat melihat senyuman di wajah Sharen.
Baru saja Sharen akan menjawab, namun dia urungkan kala melihat tatapan tidak senang Rayan.
"Ini kopinya, Bu", ucapnya seraya menunduk.
"Apa kau tidak mendengar pertanyaanku tadi? Kenapa kau malah menyodorkanku kopi?"
Sharen menatap ibu tiri Rayan dengan tersenyum. "Tadi aku tersenyum karena semua makanan sudah terhidang dengan lengkap, Bu", jawabnya.
"Owh, begitu" sahut Desy seraya menunjukkan ekspresi tidak puas dengan jawaban Sharen. "Hm, cepat hidangkan nasi goreng buatku!" titahnya kemudian.
Sementara Rayan bersikap tidak seperti biasanya. Entah kenapa dia hanya diam, seraya menunggu sarapannya disajikan seseorang.
Sharen gegas menyajikan minas kesukaan sang suami. "Ini Tuan", ucap Sharen saat meletakkan sepiring minas dihadapan suaminya.
"Hmm..", jawab Rayan dengan deheman, namun jawaban itu cukup membuat hati Sharen bahagia.
"Pagi, Tante..." sapa suara seorang wanita yang tiba-tiba datang ke ruang makan. Sontak semua yang ada di meja makan menoleh ke sumber suara.
"Fiona...!" pekik Desy kala mengenal wanita yang datang bersama putranya itu. "Kau tambah cantik saja. Ayo, duduklah. Kami baru saja akan sarapan bersama", lanjutnya berujar.
Fiona duduk tepat di samping Rayan. Sementara Sharen yang berdiri di belakang Rayan, tidak bisa berbuat apa-apa.
"Hai, Kak Ray. Apa kabarmu?" tanya Fiona dengan lembut.
"Hm, tidak baik berbincang di meja makan!" tukas Rayan yang membuat Fiona cemberut.
"Ray -- "
"Stop!" ketus Rayan memotong ucapan sang ibu tiri. "Aku sudah selesai", ucapnya kemudian sambil bangkit dari tempat duduknya.
Fiona gegas mengekorinya. "Kak Ray, aku minta maaf", ucapnya saat langkahnya sejajar dengan Rayan.
"Aku buru-buru. Tolong jangan mengikutiku lagi!"
Fiona langsung menyambar tangan Rayan. "Aku tahu Kakak kesal padaku, tapi ada penjelasan di balik itu semua", imbuhnya dengan wajah sendu.
Rayan melepaskan pegangan tangan Fiona. "Maaf, aku sudah terlambat", katanya seraya beranjak meninggalkan Fiona.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Vincar
kasian hidup sharen
2023-10-27
0
Maya●●●
1mawar mndarat kk
2023-10-25
1
Maya●●●
buaya betina nya datang
2023-10-25
1