"Ada apa?" tanya Sharen saat pintu sudah terbuka lebar.
Fiona menatap Sharen dengan wajah bingung. "Kenapa mba Sharen marah-marah? Apa aku ada menyinggung perasaan mba?"
"Cih, ternyata selain munafik kamu juga pandai berakting ya."
"Apa maksud ucapan mba Sharen? Sungguh aku gak paham."
"Aku cuma mau mengingatkanmu, Rayan adalah suamiku!" tegas Sharen yang membuat Fiona tersentak. "Mungkin kau pernah punya masa lalu dengannya. Itu pun kalau memang ada, tapi fakta tidak akan berubah, bahwa Rayan telah menjadi suamiku!" lanjutnya dengan penuh penekanan.
Fiona membisu, entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini, hingga dia menatap Sharen dengan tatapan penuh amarah. Sesaat kemudian dia pergi tanpa pamit.
"Aku tahu niatmu yang sebenarnya bukanlah untuk membantu ingatan suamiku pulih, tapi untuk kepentinganmu sendiri", gumamnya saat bayangan Fiona tak terlihat lagi. Lalu dia gegas menutup rapat pintu. Dalam benak Sharen terpikirkan sebuah ide untuk mengajak Rayan dinner di tempat yang sering mereka kunjungi. "Aku harus bisa mengajak suamiku dinner, kalau tidak dia akan direbut wanita lain", gumamnya.
Cklek.
Suara pintu di buka membuat Sharen gugup, netranya fokus pada pintu. "Suamiku datang. Bagaimana aku harus mengatakannya? Kenapa aku gugup sekali? Aku terlihat seperti anak muda yang akan menyatakan cintanya", gumamnya.
"Ada apa?" tanya Rayan yang menyadari dirinya sedang di tatap oleh Sharen.
"Tuan. Aku ingin mengajakmu dinner di restoran tempat biasa kita makan." Ucapan itu lolos begitu saja dari mulut Sharen.
Rayan terdiam, dia tampak memikirkan ajakan Sharen. "Oke", jawabnya singkat. lalu dia berjalan menuju kamar mandi.
Mendengar jawaban Rayan, Sharen serasa tidak percaya. Apa suamiku mulai mengingat sesuatu? Tanyanya di dalam batin. Sharen sudah tidak sabar membuat ingatan sang suami pulih. Dia gegas memesan meja untuk malam nanti.
...----...
Tanpa terasa malam pun menjelang. Sharen dan Rayan sudah duduk di mobil yang sama. Mereka saling diam tanpa ada yang ingin memulai bicara.
"Ehem..." suara deheman mengiringi perjalanan mereka menuju restoran. Entah sudah berapa kali itu di dengar oleh Pak Nick, hingga membuatnya ikut berdehem.
"Kita sudah sampai den", kata pak Nick dengan sopan.
"Hm, terimakasih."
Setelah Rayan dan Sharen turun dari mobil, pak Nick gegas meninggalkan tempat itu.
"Mari Tuan", ajak Sharen pada sang suami. Dia mencoba menggenggam tangan Rayan, namun gagal karena Rayan sudah berjalan mendahului. Sharen tersenyum tipis kala mengikuti langkah Rayan. "Tuan, meja kita di sana", tunjuknya pada meja yang sudah di beri tanda reservasi.
"Hm..." Rayan berdehem seraya mengayunkan langkahnya mendekati meja yang telah di tunjuk Sharen.
Setelah mereka duduk Sharen memberikan buku menu pada Rayan. "Sayang, udang galah di sini enak lo", ucap Sharen lembut yang membuat Rayan mendelik.
Sekelebat ingatan buram terlintas dalam pikiran Rayan, seolah ucapan itu tidak asing baginya.
"Kak Ray..." panggil seseorang dengan tiba-tiba, hingga membuat Rayan kebingungan.
Suara asing mengacaukan pikiran Rayan. Dia merasakan suara yang berbeda, hingga terus bergema dalam pikirannya, tak lama kemudian semua benda dihadapannya terlihat bergoyang dan berbayang, hingga akhirnya Rayan terjatuh dari kursi.
"Tuan..!"
"Kak Ray...!"
Teriak Sharen dan Fiona hampir bersamaan. Lalu keduanya mengangkat tubuh Rayan, di bantu oleh para pramusaji.
"Ayo, kita bawa ke rumah sakit!" ucap Fiona seolah dia adalah istri Rayan.
"Dia suamiku, biar aku saja yang mengurusnya!" tegas Sharen sembari memesan taksi online.
"Jika kau memang pandai mengurus suami, dia tidak akan jadi seperti ini!" ketus Fiona.
"Bu, tolong jangan berdebat dulu. Lebih baik kita bawa bapak ini ke rumah sakit sekarang", ucap pramusaji dengan sopan.
"Iya, kami tahu!" jawab Fiona dengan kasar. "Satu hal lagi. Jangan panggil aku ibu!" lanjutnya masih dengan sikap tak ramah.
Pramusaji mengabaikan ocehan tak jelas Fiona. Dia membopong Rayan menuju taksi online yang telah di pesan Sharen.
"Terimakasih, mas", ucap Sharen dengan ramah saat Rayan sudah berada di dalam mobil. Hampir saja Fiona menyerobot masuk ke dalam mobil.
"Eits, kalau mau ikut pesan taksi online sendiri!" tukas Sharen. Dia kesal dengan sikap Fiona yang mencoba mengganggu rumah tangganya.
Fiona menendang angin kala melihat mobil yang ditumpangi Sharen dan Rayan, telah melesat jauh. "Cih, aku akan balas perbuatanmu ini!" ucap Fiona dengan raut wajah penuh emosi. Kemudian dia menghubungi Desy dan menceritakan apa yang baru saja dia alami.
...---...
Sharen menggenggan erat tangan Rayan, kala suaminya itu di bawa menggunakan brankar. "Aku harap tidak terjadi hal yang buruk padamu", ucap Sharen dengan berlinang air mata. Dia takut apa yang telah dia perbuat malah memperburuk keadaan Rayan.
"Tunggu di sini sebentar ya, bu", pinta perawat dengan sopan. Sharen pun patuh, walau dia tak tenang memikirkan keadaan Rayan.
Sudah 30 menit berlalu, bahkan perawat sudah bolak balik ke luar masuk ruang ICU, namun belum ada seorang perawat atau dokter yang mengabari keadaan Rayan.
"Dengan keluarga pasien atas nama Rayan", ucap perawat dengan suara lantang.
"Ya, saya sus."
"Suami ibu sudah sadar. Setelah kami pindahkan ke ruang perawatan, dia bisa di jenguk. Saat ini ibu urus administrasinya dulu, ya."
"Baik, Sus", jawab Sharen sembari berbalik. Lalu dia berjalan menuju bagian administrasi.
"Sharen!" pekik suara yang tak asing bagi Sharen. Dia pun menoleh ke sumber suara.
"Ini rumah sakit Bu, bukan pasar!" tegur seorang pria yang sedang mengantri.
"Iya, saya tahu. Saya panggil menantu saya, kenapa bapak yang sewot?"
"Sudah, bu. Jangan berdebat", tegur Sharen. Dia tidak mau mereka jadi tontonan pengunjung rumah sakit.
"Ini semua gara-gara kamu!" tegur Desy dengan nada keras, hingga membuat pria yang baru saja menegurnya naik pitam.
"Sus, apa di sini tidak ada security? Suara ibu tua ini mengganggu kenyamanan pasien", ujarnya.
Tak terima dengan kata tua yang dilontarkan pria itu, Desy naik pitam. Hampir saja dia bergelut dengan pria itu, jika tidak dihalangi oleh Fiona. "Tante, jangan sampai kita di usir dari sini", ucap Fiona mengingatkan.
"Ayo!" ajak Desy sembari menarik paksa tangan Sharen, saat melihatnya sudah menyelesaikan administrasi.
Sharen pun patuh saat di tarik menuju koridor rumah sakit.
"Aku ingatkan sekali lagi, jangan pernah memaksa ingatan Rayan supaya cepat pulih! Contoh Fiona, dia melakukannya dengan sangat hati-hati! Tidak sepertimu yang terlalu terburu-buru."
Mendengar ucapan Desy, Fiona sangat senang, hingga dia menatap Sharen dengan menyeringai. Tanpa Fiona sadari Sharen melihatnya. Ternyata dugaanku benar. Fiona tidak tulus membantu ingatan Rayan cepat pulih, dia hanya mau menjauhkanku dari Rayan. Ucap Sharen di dalam batin.
"Apa kau masih mendengarku?" bentak Desy.
"Iya, Bu", sahut Sharen dengan sopan, namun sebenarnya hatinya sedang berontak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Vincar
masih muda tapi pelakor
2023-11-07
0
Maya●●●
semoga rayan mengingat semuanya
2023-11-05
0
Maya●●●
fiona lagi fiona lagi
2023-11-05
0