Malam terasa begitu dingin, sedingin sikap Rayan pada Sharen. Entah sudah berapa banyak cara yang dilakukan oleh Sharen untuk menaklukkan kembali hati suaminya, namun selalu saja gagal. Sikap acuh Rayan menyulitkan Sharen mendekati suaminya itu.
Hembusan nafas Sharen memenuhi kamar sunyi yang ditempati Rayan dan Sharen itu. Netranya melirik ke arah ranjang di mana Rayan tertidur pulas. "Sepertinya dia sangat lelah", gumamnya tanpa mengalihkan pandangannya. "Padahal dia paling suka aku memijatnya saat lelah pulang dari kantor", lanjutnya bermonolog. "Selamat malam suamiku", katanya sambil memejamkan mata.
...---...
Mentari pagi sudah muncul di ufuk timur. Sharen buru-buru menuruni anak tangga, karena dia telat bangun pagi ini.
"Pagi, mba Sharen", sapa Fiona saat menuangkan nasi goreng ke dalam wadah.
"Maaf, aku telat bangun. Aku jadi merepotkanmu."
"Owh, ini tidak seberapa. Lagipula kalian sudah mengizinkan aku menumpang di sini", sahut Fiona yang membuat Sharen mendelik.
"Maksudnya kau akan lama di sini?"
Fiona menganggukkan kepalanya. "Hm, kenapa? Sepertinya mba Sharen gak suka."
"Bukan gitu... Kau salah paham. Aku mengira kau hanya berlibur ke sini", jawab Sharen sembari membersihkan wajan yang baru saja di pakai Fiona.
"Biar aku saja yang membersihkannya", pinta Fiona dengan merebut wajan dari tangan Sharen.
Dengan cepat Sharen merampasnya. "Aku akan menggunakannya. Jadi biarkan aku saja yang mencucinya."
"Untuk apa? Aku sudah menyiapkan sarapan, dan itu cukup untuk kita semua."
"Iya aku tahu. Tapi suamiku suka sarapan mie dan nasi goreng. Jadi aku akan membuatkan khusus untuknya."
Fiona terdiam beberapa saat. Dia tidak menduga selera Rayan berubah setelah menikah. "Hm, aku mau bawa ini dulu ke meja makan ya, mba", ucap Fiona sembari berjalan menuju meja makan.
Sementara Sharen sibuk menyiapkan sarapan spesial buat sang suami. Setelah beberapa menit, Sharen tersenyum puas. "Akhirnya selesai juga", katanya sembari memasukkan semua isi wajan pada wadah yang sudah dia siapkan sebelumnya.
Sharen berjalan menuju meja makan. Namun dia tersentak kaget kala melihat Fiona melayani sang suami. Dengan tersenyum Fiona memberikan sepiring nasi goreng dihadapan Rayan. Yang lebih menyedihkan Rayan tidak menolaknya, padahal Sharen tahu suaminya itu lebih menyukai sarapan yang dia buat.
"Owh, Sharen kemarilah. Kita makan bersama", tutur Fiona dengan lembut.
Rayan melirik sekilas pada apa yang di bawa oleh Sharen.
Sharen menangkap sorot mata Rayan. Dia gegas menghampiri suaminya itu. "Tuan, apakah aku harus mengganti sarapanmu dengan yang ini?" tanya Sharen seraya menunjuk bakul yang ada ditangannya.
"Tidak perlu!" ketusnya. Lalu Rayan menyantap sarapan buatan Fiona.
Sharen kecewa, karena Rayan lebih memilih sarapan buatan Fiona. Walaupun Rayan lupa ingataan tapi tidak pernah sekalipun dia menolak sarapan buatan Sharen. Dia telah mengambil kursiku, dia juga mengambil tugasku menyiapkan sarapan suamiku. Kesal Sharen di dalam batin.
"Ayo, cicipilah nasi goreng spesialku", tawar Fiona saat Sharen baru saja menempelkan bokongnya di kursi yang kosong.
"Hm, aku makan yang ini saja. Mubazir kalau tidak di makan", sahutnya sembari menyendok sarapan buatannya sendiri ke dalam piring. Sarapan yang seharusnya buat suaminya.
Namun tiba-tiba Rayan merampas piring Sharen dan menukarnya dengan piring miliknya. Tanpa sepata kata dia sudah menyantap makanan yang ada dihadapannya. Sharen tersenyum bahagia walaupun harus memakan sarapan bekas sang suami. Sementara Fiona terdiam dengan wajah kaku.
"Rey... kapan kau siap untuk bekerja?" tanya Rayan yang merasa kesal dengan adik tirinya itu, karena hampir setiap hari Rey keluar rumah tanpa tujuan yang jelas.
"Hm, bulan depan kak. Biar HRD gak repot hitung gajiku nanti", sahutnya enteng, seolah-olah dia datang ke kantor hanya sekedar mengisi absen.
"Tidak bisa! Minggu depan kau harus mulai bekerja!"
Rey tampak berfikir sejenak. Dia khawatir tidak bisa bertemu dengan para wanita cantik lagi. "Bagaimana kalau dua minggu lagi", tawar Rey.
"Keputusanku tidak bisa dirubah, jadi siapkan dirimu, minggu depan kau sudah mulai bekerja." Rayan meletakkan sendok dsn garpu di atas piring, lalu dia beranjak dari tempat duduknya.
Rey berdecak kesal mendengar ucapan Rayan yang tidak bisa dia bantah. "Suamimu itu selalu saja sesuka hatinya membuat keputusan. Dia sangat sombong sejak jadi CEO perusahaan peninggalan Papa", gerutu Rey sembari menatap tajam pada Sharen.
Sharen membalas dengan tatapan dingin. "Jika adik ipar punya kemampuan, maka bersainglah secara sehat. Jangan tahunya mengkritik orang lain dibelakangnya!"
Mendengar ucapan Sharen, sontak Desy dan Rey menatap tajam ke arahnya.
"Apa kami butuh pendapatmu? Urus saja dirimu sendiri!" ketus Desy.
"Sepertinya dia tidak sadar diri, Ma", timpal Rey.
"Ehem...", suara deheman Fiona mengalihkan perhatian Desy dan Rey. "Aku rasa mba Sharen ada benarnya juga", imbuhnya.
"Tapi - "
Sshhh.... Fiona berdesis memotong ucapan Desy. "Tante, aku belum selesai ngomong. Dengarin dulu sebentar!" pinta Fiona dengan nada kesal.
Desy juga kesal dengan sikap keponakannya yang tidak menghargai dirinya. "Aku ini adik ibumu, Fi!" tegasnya.
"Iya, aku tahu Tante. Tapi bukan berarti aku tidak bisa berpendapat kan?" Fiona menghembuskan nafasnya dengan kasar, lalu dia menatap ke arah Sharen. "Aku setuju Rey bersaing dengan Kak Rayan, asalkan Rey juga di beri posisi CEO. Jadi kita akan lihat siapa yang lebih kompoten untuk menjadi CEO!" usul Fiona.
Sharen mendelik mendengar perkataan Fiona, sementara Desy dan Rey tersenyum puas.
"Kalau seperti itu Tante setuju, Fi."
"Aku juga setuju", timpal Rey.
Fiona kembali menatap ke arah Sharen. "Mba Sharen gimana?"
"Hm, ini bukan ajang kompetisi. Tapi kesuksesan yang harus di raih dengan usaha sendiri."
Desy marah mendengar perkataan Sharen. "Kau tidak tahu apa-apa! Bahkan Ayahmu juga hanya karyawan biasa di kantor suamiku, Jadi jelas kau tidak paham dengan ucapan Fiona."
"Tante..." panggil Fiona dengan lembut. "Jangan di bahas lagi. Nanti aku coba bicarakan hal ini dengan Rayan, barangkali dia menerima usulku."
Desy menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Oke, Tante setuju", jawabnya. "Andai saja kau yang menikah dengan Rayan dan bukan wanita kampungan ini, mungkin hidup Tante akan selalu bahagia", imbuhnya kemudian.
Mendengar perkataan ibu mertua, Sharen gegas melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan.
"Sudah lihat kan, dia pergi tanpa mengatakan apapun! Di mana kesopanannya?" tukas Desy berdecak kesal.
Walaupun Sharen masih mendengar ucapan ibu mertuanya, dia tetap melanjutkan langkahnya menjauhi mereka semua. Dia hanya ibu tiri suamiku, tapi dia tetaplah ibu mertuaku. Aku tidak ingin berdebat dengannya, meskipun dia selalu merendahkan orang tuaku. Ucap Sharen menangis di dalam batinnya.
Selama satu tahun pernikahan Sharen dan Rayan, ibu mertuanya tidak pernah bersikap baik pada Sharen, namun Sharen tidak pernah melaporkan perbuatan ibu mertuanya itu pada Rayan. Setelah Rayan mengalami hilang ingatan, Desy bertindak terang-terangan memperlakukan Sharen dengan kasar di depan Rayan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
FT. Zira
satu selesai.. lanjut yang ini🤭🤭
2023-10-31
0
Vincar
ternyata lupa ingatan toh
2023-10-30
0
Maya●●●
betull
2023-10-29
0