Setelah berada di dalam kamar, Rayan gegas meraih ponselnya dan langsung menghubungi Sharen.
"Tidak aktif", ucapnya dengan lesu. "Mungkin dia sedang menelpon seseorang", lanjutnya mencoba berfikir positif. Kemudian dia menunggu hingga 15 menit berlalu. "Mungkin dia sudah selesai", katanya sembari menelpon kembali kontak Sharen. Namun hasilnya masih tetap sama, teleponnya di jawab oleh operator.
Keheningan malam menambah kegalauan hati Rayan. Dia berbaring, namun matanya tak mampu untuk terpejam. Hatinya gundah memikirkan sang istri yang tak tahu ke mana perginya.
...---...
Pagi pun menyapa, rasanya Rayan tak terlelap sama sekali, namun dia harus segera bangkit dari atas tempat tidur Rayan tak bersemangat untuk pergi ke kantor pagi ini. Tapi rapat bersama klien penting tak dapat dia hindari. Langkahnya sedikit berat kala menuruni anak tangga.
"Pagi sayang", sapa Fiona dengan suara manja, hingga membuat Rayan bergidik ngeri.
Rayan duduk di salah satu kursi makan tanpa menyahut ucapan Fiona.
"Sayang, aku membuat sarapan kesukaanmu", katanya seolah tak terjadi apapun malam itu.
Suara Fiona membuat kepala Rayan terasa sangat pusing. Ingatannya saat bersama sang istri seolah di putar dalam benaknya.
"Sayang kenapa?" Tanya Fiona panik. Dia gegas memegang kepala Rayan.
"Stop!" Tukas Rayan dengan menepis tangan Fiona. "Dan satu hal lagi, aku j*jik mendengar panggilan itu. Kau bukan istriku dan selamanya tidak akan menjadi istriku, jadi jangan bersikap seolah kau itu adalah istriku!" Tegasnya yang membuat Fiona sedih.
Fiona duduk di kursi sambil menangis. "Apa ada pria lain yang akan menjadikanku istri setelah kau merenggut kesucianku?" Tanyanya dengan terisak.
"Aku tidak pernah berniat untuk merenggutnya, kau sendirilah yang telah menjebakku!" tukas Rayan. "Aku bahkan tidak ingat apa yang terjadi."
Tangis Fiona semakin kencang hingga mengusik pendengaran Desy.
"Ada apa ini?" Tanyanya saat bergabung di meja makan.
"Tante..." panggil Fiona seraya bangkit dari kursi dan menghamburkan diri memeluk Desy. "Kak Ray gak mau tanggung jawab!" Isaknya.
Desy memeluk tubuh gemetar Fiona, lalu dia menatap tajam ke arah Rayan. "Apa kau tahu konsekuensinya jika tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatanmu?"
Rayan meletakkan gelas kosong di atas meja, tatapannya tak kala tajam dibandingkan sang ibu tiri. "Cih, apa kalian pikir aku ini b*doh?" Rayan bangkit dari tempat duduknya dan berjalan pergi meninggalkan ruang makan, tanpa melanjutkan ucapannya.
"Rayan... tunggu!" Pinta sang ibu tiri dengan berteriak, namun Rayan tak menggubrisnya.
Apa yang bisa dilakukan ibu tiriku itu? Apa dia akan melaporkanku ke kantor polisi? Tanya Rayan di dalam batinnya. Langkahnya semakin lebar kala sang ibu tirinya kembali memanggil.
Saat bayangan Rayan tak terlihat lagi, Desy pun menjatuhkan bokongnya di kursi dengan kesal. "Aku membencinya!" ucapnya dengan penuh emosi. Makanan di atas meja pun menjadi pelampiasan kemarahannya.
"Mama tenanglah", pinta Rey sembari memegang tangan Desy. "Saat ini aku sedang mendekati Manager keuangan. Sepertinya dia menyukaiku. Aku akan membuatnya berpihak padaku", lanjut Rey dengan menyeringai.
Namun Fiona menentang ide Rey. "Jangan!" katanya. "Kalau kak Ray bangkrut, nanti aku ikutan miskin dong", protesnya.
"Itu sih DL!" sahut Rey seraya menikmati sarapan paginya.
Sementara Fiona menatap Rey dengan tatapan benci. Dia berniat untuk menggagalkan rencana Rey.
Desy mengusap lembut rambut rapi Rey. "Kau memang pantas di sebut putraku, karena kau mewarisi kepintaran mamamu ini", ucapnya dengan tersenyum. "Mama akan terus mendukungmu, apapun yang ingin kau lakukan", lanjutnya memberi semangat Rey.
"Terimakasih, Ma", sahut Rey dengan tersenyum.
Heh, anak dan ibu sama saja. Mereka tidak akan mau melakukan untuk keuntungan orang lain. Sepertinya aku harus bertindak seorang diri. Ucap Fiona di dalam batin. Lalu dia menyudahi sarapan pagi dan meninggalkan ibu dan anak itu menikmati makanan mereka.
"Kau mau ke mana?" tanya Desy saat Fiona baru saja berbalik.
"Ke kamar", jawab Fiona santai.
"Apa kau gak lihat di atas meja makan belum diberesin!" tukasnya.
"Maaf Tante, aku ini bukan pembantu. Lagipula Sharen sudah gak tinggal di sini lagi, jadi Tante carilah pembantu", ucap Fiona dengan nada angkuh. Lalu dia pergi meninggalkan Desy dan Rey.
Desy mendekati Fiona dan menarik kasar rambutnya.
"Sakit Tante", erang Fiona.
"Apa kau mau aku usir dari rumah ini?" ancam Desy.
Tak ingin di usir, Fiona terpaksa menuruti semua kemauan Desy. Dia kembali duduk sembari menunggu anak dan ibu itu selesai makan.
...---...
Di kantor.
Rayan kembali di buat pusing dengan tumpukan berkas di atas mejanya. Dia pun gegas menelpon Raisa dan meminta sekretarisnya itu masuk ke dalam ruangannya.
"Permisi Pak", ucap Raisa saat kepalanya terjulur ke dalam ruangan Rayan.
"Iya, masuklah."
"Ada yang bisa saya bantu Pak?"
"Semua berkas di atas meja saya ini untuk apa?" tanyanya kala melihat resume beberapa pelamar.
Raisa mengernyitkan keningnya. Kayaknya si bos lupa. Ucapnya di dalam batin. "Ini semua pelamar yang sudah lulus seleksi dari HRD, Pak. Salah satu dari mereka akan menggantikan saya", sahutnya dengan serius.
'Menggantikan kamu?" ulang Rayan memastikan.
Raisa manggut-manggut sebagai balasan. "Iya, Pak. Sebelumnya saya sudah pernah menyampaikan pada Pak Rayan, kalau saya akan menikah. Jadi saya akan mengajukan surat pengunduran diri."
"Owh, begitu ya", sahut Rayan sakan tak setuju dengan keputusan Raisa. Lalu dia mencoba membuka lamaran paling atas, setelah itu dia lanjut pada lamaran berikutnya, hingga sampai pada lamaran paling bawah.
"Kenapa kalian hanya memilih kandidat yang cantik wajahnya?" tanya Rayan yang sempat melihat kemampuan akademik para pelamar.
"Biar Ibu makin sayang sama Pak Rayan", sahut Raisa yang membuat Rayan kembali memikirkan Sharen. Raut wajahnya pun berubah sendu. "Maaf, Pak kalau saya salah bicara", ucap Raisa dengan menunduk.
"Tidak apa-apa. Saya hanya teringat dengan istri saya saja tadi", sahut Rayan, lalu tangannya terjulur menyerahkan semua berkas lamaran. "Coba di uji lagi kemampuan mereka semua", katanya saat Raisa menerima berkas dari tangan Rayan.
"Baik, Pak. Kalau begitu saya pamit undur diri", ucap Raisa seraya berjalan ke luar ruangan.
Sepeninggal Raisa, Rayan kembali termenung memikirkan keberadaan Sharen. "Kemana dia pergi? Apa dia benar-benar meninggalkanku?" tanyanya bermonolog seraya menghela nafas panjang. Tangannya meraih ponselnya dan laptopnya di atas meja, lalu dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu ke luar.
Saat sudah berada di luar ruangannya, Raisa menatapnya dengan rasa penasaran. "Pak Rayan mau kemana?" tanyanya bingung.
"Kamu ini aneh! Kita kan ada rapat dengan klien penting pagi ini", jawabnya dengan wajah serius.
"Tapi jadwal rapatnya hari kamis Pak. Sekarang Selasa", ucap Raisa dengan hati-hati agar tidak membuat Rayan tersinggung.
"Owh, begitu ya", jawab Rayan sembari membalikkan badannya dan kembali masuk ke dalam ruangannya dengan rasa malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Maya●●●
rayan sampai lupa hari loh
2023-12-05
0
Maya●●●
hahha kasihan kau fiona
2023-12-05
0
Vincar
lah kok malah takut 😏
2023-11-20
0