Rayan buru-buru membopong tubuh Sharen ke atas tempat tidur, lalu memberinya selimut yang cukup tebal. Setelah itu dia berjalan keluar kamar untuk menemui Fiona.
Tok. Tok.
"Fi... Fiona, tolong buka pintunya!" desak Rayan disertai ketukan pintu.
Cklekk.
Dari balik pintu Fiona muncul. "Hoam, ada apa?" tanya Fiona seraya mengucek matanya.
"Istriku sakit, sepertinya dia demam tinggi. Tolong kau temani dia di kamar, aku akan mengambil alat untuk mengkompres", ucap Rayan dengan panik.
Kenapa reaksinya seperti itu? Apa dia mulai peduli pada istrinya? Tanya Fiona di dalam batin.
"Hei, kenapa melamun?" Rayan mengibaskan tangannya di depan wajah Fiona.
"Oke, aku ke sana", jawabnya malas.
"Terimakasih, Fi", ujar Rayan dengan tulus. "Kalau begitu aku akan ke bawah", lanjutnya. Kemudian dia berjalan dengan langkah lebar menuruni anak tangga menuju tempat penyimpanan kotak P3K.
Sementara Fiona, bergerak lambat menuju kamar Rayan. "Mengganggu tidurku saja!" gerutu Fiona sambil berjalan. Setelah berada di dalam kamar, dia gegas mendekati Sharen. "Waduh, kenapa kepalanya panas sekali?" Fiona kaget saat baru saja meletakkan telapak tangannya di dahi Sharen.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Rayan yang membuat Fiona terjingkat, karena kedatangan Rayan sangat tiba-tiba.
"Em, dia panas sekali."
"Tolong ukur suhu tubuhnya. Setelah itu berikan dia obat ini." Rayan memberikan thermometer dan obat pada Fiona
Fiona gegas menerimanya, lalu mengukur suhu tubuh Sharen. Tak berselang lama terdengar bunyi peringatan selesai. "39 derajat! Tinggi sekali panasnya", katanya dengan rasa khawatir. Pantas saja kak Ray panik. Ucap Fiona di dalam batin. Dia bisa bernafas lega, karena Rayan bukan sedang mengkhawatirkan Sharen. Lalu Fiona memberi Sharen makan obat.
"Selama dia sakit, tolong kau rawat dia. Aku tidak mau orang lain mengira aku menyiksanya."
"Baik, Kak Ray", jawab Fiona dengan lembut.
Namun ucapan Rayan didengar jelas oleh Sharen. Tanpa sadar air matanya mengalir.
"Mba Sharen kenapa menangis? Apa ada yang sakit?" tanya Fiona dengan penuh perhatian saat tangannya sibuk memberi kompres pada kening Sharen.
Sharen menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Rasanya sulit sekali baginya untuk membuka mata.
"Kalau begitu tidurlah. Aku akan menjagamu di sini", ucapnya dengan senyum dipaksakan. Kalau bukan karena Kak Ray, aku malas menjaga orang sakit. Bisa-bisa aku ketularan! Rutuknya dalam batin. "Hoam..." Fiona pun menguap, karena memang seharusnya dia masih tertidur lelap. Dipalingkannya wajahnya ke arah sofa. Netranya berseri menatap Rayan yang sedang berbaring di sana.
Shhh... Tiba-tiba Sharen berdesis. "Kepalaku sakit sekali", katanya sembari memegang kepalanya.
Fiona berdecak kesal kala kesenangannya terganggu oleh Sharen. "Cobalah untuk tidur", sarannya.
"Hm, tapi kepalaku pusing sekali."
"Mungkin obatnya belum bereaksi. Nanti juga mba Sharen pasti tertidur."
Sharen mencoba mengikuti saran Fiona karena dia tidak ingin mengganggu waktu tidurnya. Dan benar saja dia pun akhirnya terlelap.
Melihat Sharen tertidur pulas, Fiona naik ke atas ranjang, kemudian dia tidur disamping Sharen.
Beberapa jam kemudian Sharen terbangun karena haus. Netranya tanpa sengaja melihat Rayan menarik selimut menutupi tubuh Fiona. Dia begitu perhatian pada Fiona, apa ini menunjukkan kalau mereka pernah punya hubungan spesial sebelumnya? Sharen bertanya-tanya di dalam batin.
Setelah Rayan selesai, dia gegas kembali ke sofa dan membaringkan tubuhnya. Meski tindakan Rayan hanya sebatas menarik selimut, namun mampu mengiris hati Sharen hingga terasa begitu perih. "Apa yang harus aku perbuat, agar suamiku kembali mengingat pernikahan kami", gumamnya dengan pelan sembari menahan suara tangisnya.
Namun tiba-tiba Fiona terbangun. Sharen pun buru-buru mengusap air matanya. Tak berselang lama tangan Fiona terjulur serta menempel di kening Sharen. "Em, sepertinya panasmu sudah mulai turun. Tapi untuk memastikan, lebih baik kita ukur kembali", ucapnya sembari bangkit dari atas tempat tidur, kemudian dia mengambil Thermometer dan mengukur suhu tubuh Sharen.
"Fi, aku haus", kata Sharen dengan suara parau.
"Owh, iya sebentar aku ambilkan", sahut Fiona sembari meraih gelas di atas nakas. "Kosong", ucapnya kemudian. "Tunggu sebentar ya." Fiona beranjak pergi menuju pintu keluar.
Tak berselang lama Fiona kembali masuk ke dalam kamar. "Ini, minumlah", ucapnya seraya memberi gelas berisi air pada Sharen.
"Terimakasih", balas Sharen.
"Bagaimana suhu tubuhmu?"
"Sudah turun, sekarang di angka 37. Sekali lagi aku berterimakasih, karena kau telah merawatku dengan baik", jawab Sharen lesu.
"Sama-sama. Sekarang tidurlah lagi, ini masih jam 3 subuh."
"Emm" jawab Sharen singkat sembari tersenyum.
...---...
Mentari pagi sudah muncul di ufuk timur. Namun Sharen baru saja bangun dari tidurnya. "Eh, sudah pagi", ucapnya panik. Lalu dia gegas bangkit dari atas tempat tidur.
"Mba Sharen mau kemana?" tanya Fiona saat masuk ke dalam kamar.
"Aku belum menyiapkan sarapan."
Mendengar ucapan Sharen, Fiona tersenyum tipis. "Jangan memikirkan itu terus, sekarang pikirkan kesehatan mba saja", sahutnya dengan lembut. "Lagipula hati ini kan minggu, jadi Kak Rayan sedikit santai", lanjutnya. "Mba jangan kuatir ya, kami semua sudah sarapan kok. Aku juga sudah membelikan sarapan buatmu. Nih, bubur ayam untukmu."
"Terimakasih", sahut Sharen kala tangannya meraih kantong berisi bubur ayam.
"Kalau begitu aku tinggal, ya. Aku mau ke super market, karena stok untuk di masak sudah habis."
Sharen mengangguk lemah sebagai jawaban. Dia tidak mungkin melarang Fiona melakukan tugas yang biasa dia kerjakan itu. Setelah Fiona pergi, Sharen berjalan menuju kamar mandi.
Setelah menyelesaikan ritual mandi dan berganti pakaian, rasanya tubuh Sharen segar kembali. Dia membawa kantong pemberian Fiona menuju ruang makan.
"Kata Fiona kau sakit, tapi kau tidak terlihat seperti orang sakit. Atau jangan-jangan kau hanya berpura-pura, biar kami kasihan padamu?" tuduh Desy saat berpapasan dengan Sharen.
"Maaf, Bu. Aku mau sarapan dulu, perutku mulai terasa perih", jawabnya sembari memegang perut.
"Alasan!" kesal Desy sembari berjalan melewati Sharen.
Seolah tidak peduli dengan tuduhan sang ibu mertua, Sharen melanjutkan langkahnya berjalan menuju ruang makan.
...---...
Tak butuh waktu yang lama, bubur ayam sudah di muat dalam perut kecil Sharen. "Ah, akhirnya aku kenyang juga", katanya dengan tersenyum. Lalu dia beranjak dari tempat duduknya.
Saat Sharen berjalan keluar dari ruang makan, dia mendengar suara gelak tawa Fiona. "Fiona sudah pulang", katanya dengan mempercepat langkah kakinya. Namun netranya terbeliak kala melihat orang yang tertawa bersama Fiona. Hatinya sakit melihat pemandangan dihadapannya.
"Fi, aku ke atas dulu ya", ucap Rayan.
"Oke, Kak. Terimakasih sudah menemaniku."
Rayan hanya membalas dengan tersenyum. Lalu dia berjalan menuju lantai atas.
Saat Fiona berjalan menuju dapur, Sharen gegas menarik tangan Fiona.
"Kenapa mba menarik tanganku?" tanya Fiona kesal.
"Apa yang kau lakukan bersama suamiku? Kenapa kalian bisa pergi bersama?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Vincar
yang sabar yah Mba sharen
2023-11-03
0
Maya●●●
1 mawar untukmu kk
2023-11-02
0
Maya●●●
pasti sakit banget jadi sharen
2023-11-02
0