Tubuh lesu Sharen sudah seperti tak bertulang saja, seluruh tubuhnya luruh bersamaan dengan deraian air mata yang jatuh bebas membasahi pipinya. "Kenapa dia menginginkan perceraian kami? Apakah dia benar-benar telah melupakan cinta kami?" Tangan Sharen menekan dadanya yang mulai terasa sesak. Pandangannya semakin buram kala air matanya tak terbendung lagi.
Sharen mengurai lembaran surat cerai yang baru saja dia temukan itu. Entah sejak kapan surat itu berada di dalam laci meja kerja suaminya, namun hal itu membuat hati Sharen bak di sayat sembilu.
"Kenapa dia buru-buru ingin menceraikanku?" Sharen memikirkan berbagai kemungkinan alasan sang suami melakukannya. "Tidak! Ini tidak boleh terjadi!" Sharen mengusap kasar air matanya. "Aku harus menanyakan hal ini, setelah suamiku pulang ke rumah." Sharen gegas meletakkan kembali surat dalam genggamannya pada posisinya semula, agar tampak tidak seperti pernah di sentuh. Kemudian dia melanjutkan pekerjaannya seolah tidak melihat apapun.
"Sharen...!" pekik suara wanita yang tiada hari tanpa mencari dirinya. Hidup ibu tiri Rayan benar-benar digantungkan pada Sharen.
"Iya, Bu", sahut Sharen lemah saat dia keluar dari dalam kamarnya, lalu dia menuruni anak tangga dengan langkah terburu-buru.
"Dari mana saja kau? Aku sudah memanggilmu sedari tadi, apa kau mulai berpura-pura budeg?"
Suara cempreng ibu tiri Rayan ini sungguh memekakkan telinga. "Maaf Bu. Tadi aku baru selesai mencuci pakaian."
"Mencuci apa? Coba lihat keluar, kenapa semua pakaian masih kotor?"
Sharen mengernyitkan keningnya. "Kotor?" ulang Sharen. Netranya tidak sengaja melihat ke arah senyuman penuh arti sang adik ipar. Apa adik ipar melakukan sesuatu? Tanya Sharen di dalam batinnnya. Dia gegas pergi melihat cuciannya dan benar saja, semua pakaian berserakan di bawah. Sharen memungutnya dan mencuci ulang semua pakaian.
...---...
Sharen baru saja selesai mencuci ulang semua pakaian. Rasanya tubuh lelahnya susah tidak kuat lagi, jika harus memasak makan siang untuk semua orang yang ada di dalam rumah.
"Istirahat sebentar sepertinya tidak apa-apa", gumamnya. Namun tanpa dia sadari matanya terpejam, hingga dia pun tidur pulas.
Tok. Tok.
Suara ketukan pintu membuat Sharen terbangun. "Apa ini sudah pagi?" ucap suara paraunya kala netranya mengerjap sambil melihat kesekeliling ruangan.
Diraihnya ponsel di atas nakas hanya untuk memastikan sudah pukul berapa saat ini. "Masih jam 11", ucapnya, lalu dia mencoba tidur kembali. Namun seketika netranya mendelik, bahkan kepalanya seakan di hantam benda keras. "Habislah aku. Ini jam 11 siang." Sharen panik seraya bangkit dari tempat tidur. Dia berjalan dengan langkah lebar menuju pintu keluar.
"Dasar pemalas!" sembur Desy kala Sharen baru saja membuka pintu. "Apa kau sangat santai, hingga punya waktu untuk tidur?"
"Maaf, Bu. Tadi aku sangat kelelahan."
"Cih, kau selalu beralasan. Cepat siapkan makan siang!"
Sharen mengangguk seraya berjalan keluar dari dalam kamar, tangannya bergerak cepat menutup pintu. Apa mereka tidak akan makan, jika aku tidak memasak? Gerutu Sharen di dalam batin. "Aduh...!" pekik Sharen. Kakinya seperti ada yang menjegal, hingga membuatnya hampir jatuh terjerambab.
"Sorry...!"
Sharen menoleh ke sumber suara. Hatinya mendongkol kala sosok yang sedari tadi mencari gara-gara dengannya sedang tersenyum meledek padanya. Jika saja aku tidak buru-buru, akan aku maki dia. Ucap Sharen di dalam batin.
...---...
Setelah satu jam, aroma masakan menyeruak masuk ke dalam penciuman ibu tiri Rayan. Dalam hitungan detik dia sudah duduk di meja makan.
"Cepat sajikan, aku sudah lapar", katanya dengan tidak sabar.
Tak berselang lama Rey pun datang dan ikut duduk di kursi makan. "Berikan saja padaku lebih dulu!" titah Rey, namun tangannya sudah lebih dulu menyambar piring dari tangan Sharen.
"Kenapa kau tidak sabaran!" bentak Desy. "Aku ini Mamamu, harusnya kau menghormatiku!" Desy tiada henti menasehati putranya yang tampak tidak peduli dengan ucapannya. "Biarlah, daripada tekanan darahku akan naik, jika meladeni anakku satu-satunya ini."
Sharen pun memberikan piring yang lain pada Desy. Dia pun ikut duduk makan di meja makan, mungkin karena terlalu lapar, Ibu dan anak itu tidak melarang Sharen duduk di meja makan yang sama.
...----...
Waktu berlalu begitu cepat, hingga Rayan pulang ke rumah dengan wajah kusut.
"Malam, Tuan", sapa Sharen dengan lembut. Dia ingin kelembutan yang dia tunjukkan membuat suaminya itu mengingat hubungan mereka sebelumnya.
Seperti biasanya Rayan tidak menyahut atau bahkan sekedar menoleh, namun Sharen tetap melanjutkan ucapannya. "Tuan, air hangat sudah ada. Apa Tuan akan mandi sekarang?"
"Menyingkirlah! Aku tidak butuh perhatian palsumu itu!"
Hati Sharen terhenyak mendengar ucapan kasar suaminya, namun dia pantang menyerah. "Aku tidak berpura-pura, Tuan. Aku benar-benar tulus melakukannya, karena aku mencintaimu!"
"Cih, jangan katakan cinta jika kau tidak tahu apa makna sebenarnya!" tukas Rayan. "Sudah cukup cuma papamu yang mengkhianati papaku. Aku tidak sudi melihat sikap sok manismu didepanku, karena kau tidak jauh berbeda dengan papamu."
Sharen membisu, namun dalam pikirannya dia tiada henti memikirkan cara agar suaminya mau mendengarkannya. "Maaf, Tuan. Mungkin ada kesalahpahaman antara Papaku dan Papa Tuan", imbuhnya.
Rayan menyibukkan dirinya, seolah tak tertarik dengan ucapan Sharen. "Hmm..." jawabnya berdehem.
"Papa Tuan tiada, itu semua terjadi bukan karena papaku. Tapi ada yang sengaja menyebar fitnah, hingga Papaku tertuduh sebagai pelakunya. Tuan sudah mengetahui hal itu dua tahun yang lalu, tapi Tuan tidak mau memberitahuku pelaku sebenarnya." Sharen mencoba untuk membuat Rayan mengingat kejadian itu, namun karena dia tidak memiliki bukti, ucapannya seolah sia-sia saja.
Rayan bersidekap dengan tatapan datar. "Sudah selesai bicaranya?" tanyanya.
"Mungkin saat ini Tuan mengira ucapanku hanya omong kosong. Tapi aku berjanji bahwa aku akan membuktikan kebenarannya pada Tuan", ujarnya.
Rayan pergi begitu saja meninggalkan Sharen yang masih mematung diposisinya. Dia terus berjalan menuju kamar mandi tanpa sepata kata.
"Mungkin saat ini pikiran suamiku masih kacau, karena ingatannya yang hilang. Kalau begitu aku harus membuatnya mengingat kenangan manis kami. Tapi bagaiamana caranya, ya?" tanya Sharen seraya berfikir. "Owh, iya. Lebih baik aku mencoba membawanya ke tempat kenangan indah kami di mulai", lanjut Sharen bermonolog.
Baru saja Sharen melangkah menuju pintu keluar. "Ah, aku lupa menanyakan tentang surat cerai itu. Tapi sepertinya dia tidak akan mau di ajak bicara lagi." Sharen pergi keluar kamar. Dia berjalan mondar mandir hanya untuk memikirkan cara dia bertanya pada sang suami.
Hampir 5 menit lamanya dia berfikir, namun tak ada satu katapun yang terlintas dalam pikirannya, akhirnya dia mengurungkan niatnya bertanya tentang surat cerai. Tiba-tiba pintu kamar mandi di buka, Sharen pun menoleh. Lalu dia melakukan sama seperti saat dia dan suami saling cinta.
"Sayang...aku akan menyiapkan bajumu", katanya dengan berani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
mama Al
suaminya amnesia ya
2023-11-10
0
mama Al
aku mampir
2023-11-10
0
Putra Al - Bantani
suka....
lamgsung subcribe kak
2023-11-07
0