Menghancurkan Keluarga Mantan Suami
"Selamat Siang, benar ini rumah Nyonya Arumi?" tanya lelaki yang berseragam Polisi, di depan rumah Arumi.
"Benar, Pak, ada apa ya?" tanya Arumi dengan wajah yang terheran, baru pertama kali ini ada petugas kepolisian yang ingin bertemu dengannya.
"Kami dari kantor kepolisian, membawa surat penangkapan atas nama Nyonya Arumi Wijayanti, bisakah kami bertemu dengan beliau?" tanya Polisi itu sambil menyerahkan surat penangkapan.
"Maaf, saya adalah Arumi Wijayanti, atas dasar tuntutan apa ya, Pak?kenapa saya di bawa ke Kantor Polisi?" kata Arumi dengan nada terkejut, tapi dibuat setenang mungkin, walau dia sekarang hanya seorang Ibu Rumah Tangga, tak berarti ilmu yang dia pelajari dulu semasa bangku kuliah hilang begitu saja. Arumi meras tidak bersalah, jadi dia meras tenang dan tidak menunjukkan perlawanan.
"Lebih baik nyonya ikut kami ke Kantor Polisi agar lebih jelasnya lagi," ucap petugas kepolisian itu seakan tidak ingin Arumi mengulur waktu.
"Tapi sebelumnya boleh saya menghubungi suami dan pengacara saya?" pinta Arumi. Dia ingin sekali mendapat dukungan dari sang suami dan juga dari pengacara keluarganya.
"Maaf, itu bisa nyonya lakukan nanti di Kantor Kepolisian, yang terpenting nyonya Ikut kami terlebih dahulu," tutur Polisi itu lagi dengan nada sedikit menekan. Arumi dengan terpaksa mengikuti kedua polisi itu ke kantor polisi, dia penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Sesampainya di kantor Polisi, alangkah terkejutnya, Arumi melihat Yoga--suaminya duduk di kursi berhadapan dengan seorang Polisi yang bertugas mencatat pengaduan lewat Laptop.
"Mas Yoga, mas kok ada disini, ada apa, Mas?" tanya Arumi yang terkejut, melihat suaminya sudah datang duluan.
"Maaf, Nyonya Arumi, silakan ikuti kami ke ruang sebelah dan dengar penjelasan kami," sahut Polisi yang membawa Arumi tadi. Melihat Yoga yang hanya diam tatkala Meila bertanya, semakin membuat Arumi penasaran, diikutinya polisi itu menuju ke salah satu ruangan, yang berbeda dengan tempat Yoga berada.
"Silakan duduk Nyonya," titah Polisi pada Arumi. Arumi dengan patuh mengikuti instruksi sang polisi.
"Maaf ... Nyonya, kami mendapat pengaduan bahwa anda menggelapkan uang perusahaan Arkana Group, dimana Anda menduduki posisi Presiden Direktur sebelum Tuan Yoga. Apakah benar Anda sebelum Tuan Yoga, menjabat sebagai Presiden Direktur?" selidik Polisi memberi pertanyaan pada Arumi.
"Benar, Pak. Saya yang memimpin Perusahaan Arkana Group sebelum Tuan Yoga, karena Perusahaan itu milik ayah saya, yang sekarang sudah meninggal. Tapi Maaf siapa yang sudah melaporkan pengaduan ini, Pak? dan kenapa Saya tidak boleh didampingi pengacara Saya?" tanya Arumi dengan wajah yang serius. Dia bingung mengapa dirinya sampai mendapat surat penangkapan atas suatu tindak kejahatan.
"Maaf Nyonya, yang membuat laporan ini adalah Tuan Yoga Ardana," jawab Polisi itu.
Duaarrrr ....
Arumi sangat terkejut dengan kata-kata Polisi itu, tak disangkanya yang melaporkan pengaduan adalah suaminya sendiri.
"Apa, Pak? Saya tidak salah dengar?" pekik Arumi dengan nada yang agak tinggi karena terkejut, dia tidak menyangka jika Yoga yang membuat laporan pengaduan itu.
"Maaf, Nyonya, kami hanya menindak lanjuti laporan pengaduan pihak pelapor saja, selebihnya itu bukan hak kami untuk lebih tahu secara mendetail, kami harap Nyonya mau bekerja sama dengan kami, agar lancar semua proses penyidikan." sahut Polisi itu yang diketahui bernama Bramastiyo, biasa di panggil Bram.
"Kalau begitu bolehkah saya menghubungi pengacara keluarga Saya, Pak?" tanya Arumi lagi.
"Silakan, Nyonya. Kami beri waktu, kami juga menyediakan tim pengacara buat Nyonya jika Nyonya membutuhkannya."
jawab Bram.
"Terima Kasih Pak, " jawab Arumi dengan napas lega. Segera dia mengambil ponselnya untuk menghubungi Pak Sasongko, seorang lawyer keluarga Arumi sejak ayah Arumi-- Tuan Adhi Wijaya hidup. Lama Arumi menekan nomer Pak Sasongko, tapi sambungan sibuk ,tidak bisa dihubungi. Pikiran Arumi menjadi kalut, pikirannya benar -benar kacau, pengacara handal milik keluarganya tidak bisa dihubungi.
"Bagaimana Nyonya, bisa kami bantu?" tanya Bram. Melihat Arumi kebingungan, diapun menawarkan bantuan.
"Mmm ... begini, Pak. Pengacara keluarga saya tidak bisa dihubungi, bisa saya minta bantuan, memakai jasa tim pengacara dari kepolisian?" tanya Arumi lagi.
"Baik Nyonya, akan kami usahakan, silakan anda menunggu di sini,"
"Boleh Saya pergi ke Toilet, Pak?" tanya Arumi.
"Silakan, di dari sini ke kanan lalu lurus, ada tulisan toilet," jawab Bram, menunjukkan posisi letak toilet.
"Terima kasih Pak," Segera Arumi keluar dari ruangan pemeriksaan, niatnya dia mau menemui Yoga, suaminya. Arumi mempercepat langkahnya menuju tempat dia bertemu dengan Yoga tadi.
"Mas, Yoga ... tunggu ...!" teriak Arumi yang melihat Yoga hendak keluar dari Kantor kepolisian. Yoga yang mendengar teriakan Arumi, hanya diam berlalu, tak digubrisnya teriakan istrinya itu.
"Mas ... Mas Yoga ... tunggu ...," teriak Arumi lagi dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya.
Yoga yang tidak enak dilihat oleh para petugas kepolisian yang lewat pun, terpaksa menghentikan langkahnya, dia melepas kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung, tapi tidak menengok ke arah Arumi, tatapannya angkuh lurus ke depan.
" Mas ... Mas Yoga ... Mas tolong, apa maksud semua ini? beri tahu Arumi, Mas ...!" seru Arumi dengan nafas ngos-ngosan.
"Maaf, silakan Anda menanyakan semua pada pengacara Saya," jawab Yoga angkuh. Arumi yang mendengar jawaban Yoga semakin terkejut, ada apa dengan suaminya itu, kemarin dia masih bersikap manis dan romantis, sedangkan hari ini seperti orang asing yang tidak saling kenal.
"Mas ... ini Aku Arumi Mas, istrimu ... tolong Mas, jangan begitu ... salah apa aku Mas, tolong beritahu biar aku memperbaiki diri lagi Mas, aku sudah mengikuti semua maumu dan Aku sudah mematuhi semua perintahmu, kurang apa aku, Mas? hingga kamu begitu tega padaku?" ucap Arumi yang mulai tak bisa membendung air matanya yang jatuh, walau demikian Yoga sama sekali tidak bergeming.
"Jemput sekarang, bodoh!" pekik Yoga di ponselnya, dia tak mendengarkan perkataan Arumi, tapi sibuk menelpon seseorang yang ternyata adalah supirnya, karena tak lama kemudian datang mobil hitam mewah menghampiri Yoga.
Melihat Yoga yang hendak memasuki mobil, Arumi segera menghapus air matanya dan berupaya menghentikan Yoga. Baru pertama Arumi lihat, dan alangkah terkejutnya di dalam mobil itu duduk seorang wanita cantik yang sepertinya dia kenal, tapi beda penampilan.
" Mas ... Mas ... tunggu, Mas..." teriak Arumi lagi, tapi tak digubris Yoga. Sementara wanita yang ada di dalam mobil tersebut tersenyum penuh kemenangan, Arumi yang menatap wanita itu pun menjadi ingat dengan senyumannya, dia adalah Gisel--- teman kuliah Arumi.
Arumi semakin tak mengerti, shock, marah, kecewa dan bingung menjadi satu dia pun hanya bisa berdiri terpaku berurai air mata. Siapa lagi yang akan menolongnya, dia sudah tak memiliki siapapun, ibunya meninggal karena sakit liver. Setelah ibunya tak berapa lama ayahnya Tuan Alex menyusul meninggal dunia.
Arumi adalah anak semata wayang, tak memiliki saudara lagi. Kedua orangtuanya tidak memberitahu apakah dia memilik keluarga lain, karena selama ini, kedua orang tuanya tidak pernah mengajaknya mengikuti acara keluarga besar seperti teman-teman yang lain. Pak Sasongko satu- satunya orang yang bisa membantu dan Arumi anggap sebagai pamannya itu tidak bisa dihubungi.
"Maaf, Nyonya ... ternyata Anda di sini, kami sudah mencari Nyonya sedari tadi, silakan Nyonya mengikuti kami. Mohon kerjasamanya, dan berhubung anda sudah secara sengaja keluar, maka kami akan menangkap anda." Bram pun memborgol kedua tangan Arumi, yang masih berdiri seperti patung, pandangannya kosong, hanya air matanya yang sedari tadi jatuh bercucuran.
"Mari, Nyonya." Bram pun membawa Arumi masuk kembali ke kantor polisi, dengan borgol di tangannya. Arumi hanya diam pasrah, tak ada jawaban dari mulutnya saat Polisi mencecarnya dengan pertanyaan tentang penggelapan uang yang di lakukannya.
Arumi seperti mayat hidup tatkala, Polisi wanita membawanya ke sel tahanan. Mulai hari ini Arumi menjadi penghuni Sel tahanan Polisi sampai sidang kasusnya di gelar di Pengadilan Negeri. Arumi tak punya harapan lagi, sambil mengelus perutnya yang masih rata, dia hanya di dampingi oleh pengacara dari tim Kepolisian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Yenii Eva
arumi kadang meila
2023-11-01
1
Eka Arti
coba tak ikutin alurnya
2023-09-09
0
Eka Arti
pembaca pertamakah??
2023-09-09
0