"Ups, maaf, Tuan." Royan menengadahkan kepalanya menatap Andrew. Andrew menunduk lalu berjongkok di depan Royan. Yoga dan Gisel sudah cemas melihat perbuatan Royan.
"Lain kali hati-hati, kids," ucap Andrew sembari mengusap kepala Royan. Lelaki dengan hidung mancung dan lesung pipi di kedua pipinya itu, tersenyum saat melihat Royan bermain. Itu menandakan bahwa Arumi pasti ada di sekitar ruangan itu.
"Maafkan putra saya, Tuan. Maklum, dia memang suka bermain. Miiiss ... tolong ambil Royan!" Gisel berteriak memanggil Arumi.
Arumi yang mendengar Gisel memanggil namanya, segera datang menghampiri Gisel.
"Iya, Nyonya."
"Tolong, bawa Royan bermain,"ucap Gisel datar, dia tidak ingin hilang image baiknya.
Arumi tersenyum, dia menuju ke arah Royan yang ada di depan Andrew. Arumi terkejut saat melihat lelaki yang ada di depan Royan. Matanya membulat semua, dia menggigit bibir bawahnya.
Andrew tersenyum, semua orang akan mengira jika Andrew tersenyum pada Royan, padahal dia sedang tersenyum melihat Arumi yang terkejut.
"Maaf, Tuan."
"Tidak, apa-apa, Nona. Silakan," ucap Andrew memberi ruang pada Arumi untuk mengambil Royan.
Arumi mendecih kesal, dia heran kenapa dokter Andrew sampai juga di ruamh Yoga. Apa dia sengaja ingin mencari tahu tentang pekerjaan Arumi, Arumi dibikin cemas akan hal ini. Dia berharap, dokter Andrew bisa menjaga rahasianya.
"Ayo, Tuan Muda." Arumi mengajak Royan. Dengan patuh, Royan mengikuti ajakan Arumi.
Arumi melirik ke arah dokter Andrew, hanya senyum yang dia dapati. Royan dan Arumi kembali ke kamar Royan.
Yoga dan Gisel berbasa- basi dengan Andrew, mereka duduk bersama di sofa ruang tamu.
"Bagaimana menurut Tuan. Apakah kita bisa bekerja sama?" tanya Yoga.
Andrew memandang ke arah Yoga. Sebenarnya dia malas bekerja sama dengan Yoga, namun demi bisa dekat dengan Arumi, dia pun terpaksa menyetujuinya.
"Itu mudah, kita akan bekerja sama, asal ada ruangan khusus untuk perwakilan perusahaan kami di perusahaan Anda, Tuan. Kami ingin bisa mengawasi kemajuan kerja sama kita secara langsung." jawab Andrew. Dia menginginkan Yoga menyiapkan ruangan khusus untuk perwakilan perusahaan miliknya.
Yoga mencerna permintaan Andrew, dia berpikir toh yang diminta Andrew bukanlah hal yang sulit.
"Baiklah, Tuan. Kami akan menyediakan satu ruang untuk wakil dari perusahaan Anda, untuk selebihnya biarkan besok yang mengurus sekretaris saya," ucap Yoga dengan sopan.
Andrew tersenyum puas, dia memanggil Rohan sekretarisnya untuk mempersiapkan berkas-berkas yang harus mereka tanda-tangani berdua. Dengan sigap, Rohan mengambil berkas yang ada di tasnya. Yoga dan Andrew bergantian menandatangani berkas kontrak kerja sama.
Yoga terlihat sangat senang, begitu pula dengan Gisel. Mereka saling melempar senyum.
"Hem ... maaf, Tuan Yoga. Bisa tunjukkan Saya dimana toiletnya?" tanya Andrew. Yoga menganggukkan kepala, lalu dipanggilnya Arumi, yang kebetulan sedang mengambilkan air minum untuk Royan.
"Miss, tolong kamu antar Tuan Andrew ke toilet," titah Gisel pada Arumi. Arumi hanya mencebik kesal, Gisel sudah berani memerintah hal yang di luar tanggung jawabnya
"Iya, Nyonya. Mari Tuan Andrew," ucap Arumi pada Andrew. Andrew bergegas mengikuti Mayla dari belakang. Saat tiba di depan kamar mandi, Andrew menarik tubuh Arumi ikut masuk.
"A Apa -apaan ini, Tuan?" Arumi terkejut, tapi sebelum dia berteriak, Andrew sudah membekap mulut Arumi.
"Ssstt ... diamlah! Atau kamu ingin Yoga dan Gisel curiga padamu!" bisik Andrew tepat di telinga Arumi. Hembusan nafas Andrew membuat kulit Arumi meremang. Seketika Arumi meraskan getaran yang aneh, membuat tubuhnya membeku tidak bergerak, hanya kepala yang mengangguk tanda mengerti.
"Good Girl!" seru Andrew.
Andrew melepas bekapannya saat merasa Arumi sudah tenang. Mata tajam Andrew menatap lekat wanita yang ada di depannya. Tubuh mereka hanya berjarak lima senti saja.
"Dok ... dokter, tolong dok, jangan begini," lirih Arumi memohon. Dia canggung jika harus berbagi oksigen dengan Andrew.
"Biarkan begini dulu, Arumi." Tiba-tiba Andrew memeluk Arumi. Dia mencurahkan rasa rindu yang beberapa hari ini menyiksanya.
Arumi membulatkan matanya, dia sangat terkejut dengan sikap Andrew. "Oh Tuhan, bisa kah Kau selamatkan aku sekerang juga?" batin Arumi berdoa. Badannya membeku, pikirannya melayang terbuai dengan harum nafas dan parfum mahal Andrew.
"Dok ...." Arumi hendak melepaskan diri dari pelukan Andrew. Namun, bukannya terlepas tapi Andre lw semakin erat memeluk Arumi. Dia menghirup harum rambut Arumi dan wangi tubuh Arumi. Andrew selalu merasa nyaman jika Arumi di dekatnya.
"Sebentar, Arumi. Just five menits, please !" ucap Andrew memelas. Arumi tidak bisa bergerak lagi, dia menuruti permintaan Andrew. Hati dan pikiran Arumi, tidak sinkron dengan tubuhnya. Tubuh Arumi merespon dengan baik, rasa hangat yang disalurkan Andrew.
"Arumi, ada yang ingin aku katakan. Jujur selama kepergian mu aku kesepian. Ada yang hilang di hatiku, untuk itu aku mencari cara agar bisa dekat denganmu. Arumi, aku sangat mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?" ucap Andrew melepas pelukannya. Kini dia berdiri dengan lututnya, menatap Arumi
Arumi terperanjat, dia menutup mulutnya yang menganga tidak percaya dengan pernyataan cinta Andrew.
"Arumi, tolong jawab. Apapun akan aku lakukan, asal kau memberiku kesempatan untuk menjadi kekasihmu," sambung Andrew lagi.
Arumi bingung harus menjawab apa, dia sama sekali belum siap untuk membuka hatinya lagi. Namun, melihat usaha Andrew dan kebaikannya selama ini, Arumi pun tidak bisa menolak.
"Baiklah, dok. Aku menerimanya. Akan tetapi, aku masih belum bisa untuk melupakan dendamku. Aku harap dokter mau mengerti," jawab Arumi. Andrew yang mendengar jawaban Arumi pun melonjak girang. Dia memeluk Arumi dengan erat.
"Terima kasih, Arumi. Bagiku, itu sudah cukup. Kau mau menjadi kekasihku adlah hal yang sangat membahagiakan bagiku. Dan aku berjanji akan selalu membantumu," tegas Andrew lagi.
Andrew menangkup wajah Arumi, dia ingin mengecup bibir gadis yang sudah membuatnya tergila-gila.
"Bolehkah?" tanya Andrew.
Arumi mengangguk, dia memberikan kesempatan Andrew untuk mengecup bibirnya. Mereka pun saling mengecap dan bertukar saliva, hingga hanyut dalam buaian asmara yang membangkitkan nafsu.
Arumi merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana, untuk menghindari sesuatu yang lebih gawat lagi, Arumi menghentikan kegiatan mereka.
"Cukup, Dok. Aku tidak ingin, dia meminta lebih," ucap Arumi sambil melirik ke bawah, tepat di celana Andrew.
Andrew tersenyum kecut, dia menyadari kalau dia terhanyut dalam perasaan bahagia yang teramat sangat.
"Ma ... Maaf. Entah mengapa dia juga ingin ikut menyapamu?" jawab Andrew konyol.
"Sudahlah, pasti Yoga dan Gisel sudah menunggu dokter. Lebih baik dokter keluar terlebih dahulu, baru aku menyusul," ucap Arumi
Bukannya mendengarkan Arumi dan pergi dari kamar mandi, Andrew malah diam mematung.
"Kenapa lagi?" tanya Arumi tidak paham.
"Aku tidak akan pergi sebelum kau merubah panggilanmu padaku! Panggil aku 'Honey Bear'!" ucap Andrew, membuat Arumi membulatkan matanya. Dia tidak percaya, orang seperti Andrew ternyata orang yang kekanakan.
"Ah, Iya. Honey Bear," sahut Arumi, dia tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi.
"Nah begitu, My Sweety Bear," jawab Andrew konyol.
Arumi memutar matanya jengah, dia malas berdebat dengan Andrew.
"Tuan Andrew," panggil Yoga.
Andrew dan Arumi tersentak, mereka bingung karena Yoga berjalan mendekati kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments