Yoga menghampiri kamar mandi yang digunakan Andrew. Saat sampai di depan pintu, tiba-tiba Andrew keluar sembari memakai jam tangan mahalnya.
"Maaf, Tuan Andrew. Saya kira Anda mendapat masalah di kamar mandi," ucap Yoga.
"Ah, Tidak apa-apa. Oh ya, bagaimana dengan makan malamnya? Saya tidak sabar untuk merasakan masakan khas rumah," balas Andrew. Dia mencari alasan agar Yoga segera pergi, agar Arumi bisa keluar.
Andrew, Yoga dan Gisel menikmati makan malam dengan diselingi pembicaraan seputar bisnis. Suara dentingan sendok dannpiring bersahutan. Andrew sangat menyukai masakan yang dihidangkan Gisel.
"Maaf, Nyonya Gisel. Makanannya sungguh lezat, siapa yang memasak?" tanya Andrew. Gisel senang dengan pujian Andrew, itu pertanda mereka pasti bisa menjadikan Andrew sebagai ladang uang mereka.
"Masakan yang ada di sini semua masakan Bik Ratih, Tuan." Gisel secara tidak sengaja menunjukkan ketidakmampuan dia dalam memasak.
"Boleh, Saya berkenalan dengan Bik Ratih?" lanjut Andrew.
"Silakan, Tuan. Sebentar akan saya panggilkan." Gisel berdiri dari bangkunya lalu berjalan menuju dapur.
"Bik, Tuan Andrew ingin bertemu dengan Bik Ratih. Ingat bersikap sopan dan jangan menceritakan keburukan kami!" tutah Gisel.
Bik Ratih yang sedang mencuci piring menghentikan aktivitasnya, dia mengangguk tanda memahami perintah majikannya.
"Iya, Nyonya. Saya permisi dulu." Bik Inah berlalu meninggalkan Gisel untuk menemui Andrew.
Bik Ratih berjalan dengan menunduk, dia sangat menjaga attitude-nya sebagai seorang pembantu.
"Maaf, Tuan. Saya bik Ratih, ada yang bisa saya bantu?" tanya Bik Ratih sopan. Yoga menatap bik Ratih tajam, sebagai tanda kalau dia mengawasi semua tingkah laku bik Ratih.
"Hem, Bik Ratih, saya sangat suka masakan Bik Ratih. Kalau boleh, Saya ingin setiap hari bibik masakan saya makan siang, antarkan ke kantor pak Yoga. Pak Yoga, tidak keberatan bukan?" Andrew menatap Yoga untuk menekan agar diijinkan.
"Tentu, Tuan. Silakan saja, kami mengijinkan Bik Ratih untuk memasakkan makan siang untuk Anda. Bik Ratih tolong kamu layani dengan baik tuan Andrew," ujar Yoga. Dia tentu tidak akan menolak, karena bisa dipastikan jika dia menolak, maka akan mengancam kerjasamanya.
"Bagaimana, bik Ratih. Tenang saja, untuk uang akan saya kirim ke rekening tuan Yoga." Andrew mengambil buah yang ada di atas meja sembari menunggu jawaban bik Ratih.
Bik Ratih menatap ke arah Yoga, dia berdiri sembari mengaitkan kedua tangannya menjadi satu. Yoga menganggukkan kepala saat bik Ratih menatapnya.
"Tuan, sebenarnya yang memasak adalah nona Arumi. Maafkan saya,Tuan. Saya hanya membantu saja," ucap Bik Ratih menunduk.
Gisel menatap tidak percaya dengan kebodohan bik Ratih. Andai dia yang mengaku memasaknya pasti bik Inah dapat duit banyak. Gisel menggelengkan kepalanya, dia heran dengan kelakuan pembantunya itu. Mendengar nama Arumi di sebut, Gisel mendadak menunjukkan respon tidak suka.
"Bik, kamu atau Arumi sama saja. Hal terpenting di sini, Tuan Andrew menyukai masakan kalian. Bukan begitu, Tuan?" Gisel menatap sembari tersenyum manis pada Andrew. Lipstiknya yang merah menyala agak belepotan ke samping, hal itu membuat Andrew terkekeh dalam hatinya.
"Benar sekali, Nyonya Gisel. Saya harap mulai besok, Nona Arumi diijinkan mengantar makan siang ke kantor. Berhubung saya sudah merasa puas dengan makan malam ini, saya akan dengan senang hati menggelontorkan dana investasi saya ke perusahaan Anda, Tuan Yoga." Andrew berdiri diikuti Yoga.
"Terima kasih atas kepercayaan yang tuan berikan pada perusahaan kami," Yoga mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Andrew. Walau malas harus bersentuhan dengan musuh pujaan hatinya, Andrew menerima uluran tangan Yoga lalu berjabat tangan.
"Baiklah, terima kasih, Tuan Yoga. Mulai besok tolong nona Arumi diijinkan mengantar makanan ke kantor."
"Siap, Tuan. Nanti Saya akan bilang pada Arumi. Tidak perlu sungkan, sekarang kita adalah partner bisnis. Apapun yang Tuan Andrew kehendaki kalau kami bisa maka akan kami wujudkan." Gisel angkat suara, dia sangat ingin Andrew mau menjadi mesin uang untuk perusahaan suaminya.
Andrew menatap Gisel dengan senyum menyeringai, taktiknya untuk mendekati Arumi berjalan dengan mulus. Tampak di sudut dapur Arumi menatap tajam pada Andrew. Dia tidak habis pikir dengan kelakuan si dokter itu.
"Baiklah, Nyonya Gisel. Berhubung hari sudah malam dan kesepakatan kita sudah selesai, Saya permisi pulang. Untuk selebihnya besok akan kita bicarakan di kantor," ujar Andrew sembari melirik ke arah Arumi.
Arumi membuang muka, dia sangat kesal dengan Andrew. Pekerjaannya akan bertambah lagi. Beruntung Royan sudah mau ditinggal sendiri di sekolah, dengan begitu Arumi bisa pulang dan memasak untuk Andrew.
Andrew pulang dengan perasaan yang bahagia, dia ingin pagi segera tiba. Di sepenajang jalan pulang senyuman selalu menghias bibir Andrew.
"Arumi, kau tidak akan bisa jauh dariku. Apapun yang terjadi, engkau adalah wanitaku." gumam Andrew. Alunan musik milik Jenifer Lopez mengiringi pikirannya yang mendambakan Arumi.
Rohan yang duduk di supir kemudi hanya menggelengkan kepala melihat majikannya seperti ABG yang sednag jatuh cinta.
"Kenapa kau ikut tersenyum? mau mencari mati hah?" Hardik Andrew yang memergoki sekretarisny tersenyum saat melirik dirinya.
"Hahaha ... ampun, Bos! Habis melihat Anda seperti itu membuat saya ikut bahagia. Sungguh luar biasa pesona nona Arumi, mampu membuat seorang Andrew pemilik Rexy Pratama Group bertekuk lutut padanya, hahaha ...." Rohan tertawa.
"Silakan tertawa sampai puas, besok ajukan surat pengunduran dirimu, Rohan!"
Cep!
Rohan menghentikan ketawanya. Dia masih sayang dengan pekerjaannya. Rohan menahan geli dalam hatinya, namun tidak dia perlihatkan, takut majikannya akan semakin marah.
Sementara itu di dalam rumah Yoga, Gisel masuk ke dalam kamar anaknya, di mana Arumi juga ada di situ.
"Arumi, dengarkan Saya! Mulai besok kamu setelah mengantar Royan sekolah, kamu masak lalu antar ke kantor Tuan. Berikan bekal itu pada Tuan Andrew. Kamu paham?!" perintah Gisel dengan nada sedikit menekan.
"Bagaimana dengan Royan, Nyonya? Jam makan siang saya harus menjemput Royan," jawab Arumi
Gisel berkacak pinggang, dia tersulut emosinya mendengar jawaban Arumi.
"Itu urusanmu! Terserah bagaimana kau mengaturnya, yang terpenting jika kau masih ingin bekerja di sini, maka laksanakan perintahku!" Gisel menghentakkan kakinya lalu pergi meninggalkan Arumi tanpa mau mendengar Arumi berkata lagi.
Arumi masih terbengong, dia heran ada wanita yang tidak punya hati. Arumi harus berpikir untuk mengatur ulang jadwalnya. Pekerjaannya kini semakin berat. Mengurusi Royan dan kini harus mengurusi bayi besar.
Arumi mengambil ponselnya untuk menghubungi Andrew. Dia ingin protes dengan pekerjaan barunya yaitu mengantar makan siang untuk Andrew.
"Dokter, apa-apaan ini? Benar Anda menyuruh mengantar makan siang ke kantor Yoga?" Isi pesan yang dikirim Arumi pada Andrew.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments