Bab. 11. Terpesona

"Selamat datang, Non---" Yoga tak berkedip menatap gadis yang duduk di kursi tamunya. Wanita yang dia pikirkan seharian di kantor, kini berada di dalam rumahnya. Gisel heran dengan sikap Yoga.

"Mas ... apa Mas kenal wanita itu?" tanya Gisel yang berdiri di samping Yoga.

"Selamat sore, Nyonya. Nama Saya Arumi. Arumi Hapsari," ucap Arumi memperkenalkan dirinya. Sengaja nama depannya dia samakan dengan nama aslinya sedangkan nama belakang dia ubah. Arumi berharap Yoga akan mengingat dan tersiksa jika mengingat namanya.

Benar saja, Yoga dan Gisel saling berpandangan. Ada desir ketakutan yang menyelinap.

Mereka takut jika kedok mereka diketahui orang. Namun, mereka yakin jika gadis yang didepan mereka bukan Arumi istri pertama Yoga. Wajah dan penampilan Arumi yang cantik dan terpelajar, membuat mereka meyakini gadis itu bukan Arumi.

Gisel menyambut tangan Arumi. Gisel bertanya," Maaf Nona, apa suami Saya mengenalmu?" Gisel menatap cemburu pada Arumi.

Arumi hanya tersenyum, giginya yang putih dan bibirnya yang merah ranum membuatnya semakin cantik. "Tentu, Nyonya. Tuan mengenal Saya karena kami pernah bertemu sebelumnya" ucap Arumi mulai memercikkan api.

Gisel menatap tajam pada Yoga, semua karena Yoga tidak pernah menceritakan sebelumnya. Gisel mengira Yoga sengaja menjadikan Arumi sebagai pengasuh anaknya.

"Benar Mas? Kalian sudah mengenal sebelumnya?" tanya Gisel pada Yoga. Yoga nampak salah tingkah dan gugup.

"Begini, Ma. Tadi pagi saat mengantar Royan, kami kebetulan bertemu di sana. Arumi ini teman dari Miss Sandra--guru Royan," jelas Yoga pada Gisel.

Gisel menatap Arumi untuk mencari kebenaran yang diucapkan suaminya. "Benar, Nyonya. Saya memang teman Miss Sandra. Tadi pagi kebetulan Saya membantu dia untuk mengajar," balas Arumi dengan tersenyum. Dia harus bermain cantik untuk saat ini.

Yoga menghela nafas lega, dia selamat dari kecurigaan Gisel. Gisel melangkah mendekati Arumi.

"Bisa minta surat lamarannya?" tanya Gisel sembari menatap map yang dibawa Arumi.

"Oh ... iya, Nyonya. Silakan, ini berkas lamaran dan biodata Saya." Arumi menyerahkan map yang dia pegang pada Gisel. Gisel mengambil dengan kasar, lalu dibacanya biodata Arumi dan surat lamaran dengan teliti. Arumi nampak tenang, dia sudah memperbarui semua biodatanya, termasuk surat-surat yang dijadikan persyaratan.

"Baiklah, karena Saya sangat membutuhkan pengasuh, maka Saya menerimamu sekarang juga. Bik Ratiiih .... " Gisel memanggil bik Ratih.

"Iya, Nyonya ...." Bik Ratih datang dengan tergopoh-gopoh dan nafas tersengal.

"Cepat Bibik antar Arumi ke kamarnya!" titah Gisel dengan kasar.

"I ... Iya, Nyonya," jawab bik Ratih patuh.

Gisel meninggalkan Arumi begitu saja sambil menarik tangan Yoga. Arumi hanya menggeleng lemah melihat kelakuan Gisel.

"Wanita seperti itukah yang kau perjuangkan? hingga kau rela merenggut nyawa darah dagingmu sendiri, Mas?" batin Arumi menyayangkan keputusan Yoga.

"Mari, Nona. Saya antar ke kamar yang sudah disediakan untuk Nona," ucap Bik Ratih menyadarkan Arumi dari lamunannya.

"Eh Iya, Bik." Arumi mengikuti langkah bik Ratih menuju sebuah kamar dekat dapur.

Kreeek ....

Bik Ratih membukakan pintu kamar buat Arumi. "Nona ... silakan Nona berisitirahat, nanti kalau waktunya makan malam akan bibik panggil," ucap Bik Ratih lagi.

Arumi menatap ruangan yang dulu digunakan sebagai kamar jika papa dan mamanya berkunjung ke rumahnya. Arumi menengadahkan kepalanya menatap langit-langit kamar yang masih sama.

"Nona, tidak apa-apa?" tanya bik Ratih.

"Bik, jangan panggil Saya Nona, tapi panggil Arumi saja, bik," ucap Arumi menoleh ke arah bik Ratih. Bik Ratih terkejut mendengar ucapan Arumi, dia teringat akan Arumi yang dulu.

"Kenapa,Bik?" tanya Arumi menatap bik Ratih dengan tajam. Bik Ratih tergagap lalu menjawab, "Maaf, Nona. Bibik teringat akan seseorang yang dulu pernah tinggal di sini," jawab bik Ratih.

Arumi sangat tersentuh hatinya, ternyata masih ada yang peduli dengan dia. Dahulu dia mengira, Bik Ratih tidak mempedulikannya.

"Siapa dia, Bik?" Arumi menguji bik Ratih.

"Maaf, Nona ... eh ... Nak, Arumi. Nanti jika wantunya tepat akan bibik ceritakan. Lebih baik sekarang nak Arumi istirahat dulu." Bik Ratih membantu Arumi untuk menata baju dan barang yang dia bawa ke kamar.

Arumi tersenyum, dia sangat bahagia mengetahui bik Ratih tidak melupakan dirinya. Setelah selesai beberes pakaian, Arumi keluar dari kamarnya untuk mengambil air minum.

Royan yang sedang bermain bola dengan Yoga, menghentikan permainannya saat melihat Arumi.

"Hai, Miss. Anda kenapa berada di rumahku?" tanya Royan. Dia belum diberitahu oleh Yoga dan Gisel jika akan datang pengasuh baru untuknya. Pengasuh yang lama berhenti setelah mengalami patah tulang karena di dorong oleh Royan.

Setiap pengasuh yang datang selalu saja dibuat Royan tidak betah dan terluka. Apabila Royan tidak menyukai seseorang maka dia akan menunjukkan sikap yang apatis.

"Hai, jagoan. Aku di sini akan menjadi temanmu bermain, bagaimana?" jawab Arumi dengan ceria seperti anak kecil.

Royan menatap tajam ke arah Arumi, Yoga yang melihat Royan yang diam mematung enggan menjawab, sudah bisa memastikan jika Royan pasti akan membuat pengasuhnya tidak betah.

Yoga menghela nafas pasrah, dia harus mempersiapkan diri untuk mencari pengasuh yang baru jika Arumi ditolak juga oleh Royan.

"Kau bisa bermain bola?" tanya Royan dengan ketusnya.

Arumi yang mendengar pertanyaan Royan tersenyum lalu menjawab, "Tentu, dan aku pun bisa menjadi keeper yang baik untukmu," jawab Arumi. Dia harus bisa berusaha mengambil hati Royan. Pembalasannya berawal dari Royan.

Royan tersenyum lalu mengajak Arumi bermain bersama di play ground khusus Royan bermain. Yoga terperangah tidak percaya saat melihat Royan sengaja menggandeng tangan Arumi. Yoga mengikuti kedua orang yang berjalan beriringan layaknya ibu dan anak.

Arumi mengikat rambutnya dengan kuncir yang melingkar di pergelangan tangannya. Setelah mengikat rambut, Arumi memakai helm pengaman dan sarung tangan yang sudah tersedia.

"Baiklah, sudah siap. Ayo kita main, bersiaplah jagoan, aku akan menangkap bola yang kau tendang," ucap Arumi sembari mengacak rambut Royan.

Dari arah pintu, Yoga menyaksikan kedua orang itu bermain. Saat keringat menetes dari dahi Arumi, Yoga menatap Arumi yang terlihat menggoda sekali. Tidak disangka bagian bawah Yoga berdiri tegak. Yoga merasakan debar di dada. Royan yang berteriak senang karena bisa memasukkan bola ke gawang, tidak Yoga pedulikan.

"Papa ... Royan menang, Pa ...." Royan berlari keliling sama seperti pemain bola sesenguuhnya.

Yoga tidak merespon ucapan Royan. Pandangannya masih tertuju pada Arumi yang menunjukkan wajah cemberut.

Bibirnya yang merah mengerucut, membawa desir aneh dalam hati Yoga.

"Ya, Tuhan. Gadis ini cantik sekali," gumam Yoga dalam hati. Dia masih menatap Arumi tanpa berkedip. Fantasinya mulai mengisi otaknya yang lama tidak mendapatkan sentuhan dari wanita. Hal yang sangat dia harapkan untuk memuaskan nafsunya tidaklah mau berbagi tubuh.

Dug ...!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!