Petualangan Zaleanna

Petualangan Zaleanna

BAB 1: BANGUNAN TUA

[ Notifikasi Baru: Saatnya terkoneksi dengan semua orang di dunia. Download aplikasi dan dapatkan pengalaman baru bersama tipe impianmu! ]

Zaleanna yang sedang merebahkan diri di ranjang empuknya itu harus sedikit terganggu dengan notifikasi yang muncul di ponselnya. Dengan enggan, dia menggulir layar dan membuka notifikasi itu.

Menarik.

Tanpa berniat menimang-nimang lagi, dia mendapatkan aplikasi yang cukup menarik perhatiannya itu dan membuatnya terpasang di ponsel pintarnya. 

Cukup membosankan ketika harus terlibat dengan orang-orang yang tidak dia sukai di kehidupannya yang sekarang, mungkin akan menarik jika dia bisa mendapatkan teman baru di dunia maya, dengan hanya saling membalas pesan saja melalui ponsel.

Namun tanpa dia ketahui, keputusannya itu justru membawanya ke sebuah dunia yang begitu asing baginya dan membuatnya tetap harus terlibat dengan orang-orang untuk menjalankan misi.

Dengan antusias dan penuh harapan, dia memulai aktivitas pertamanya di aplikasi itu, dengan mencari teman untuk saling bertukar pesan.

Berhasil mendapatkannya.

Kegiatan berkirim pesan cukup berjalan lancar pada awalnya, dia juga terlihat senang bisa menemukan seseorang yang cukup menyenangkan. Hingga pada akhirnya sesuatu yang tak terduga terjadi. 

Semuanya telah berubah.

Tidak ada lagi kamar yang menjadi singgasana kenyamanannya selama ini, juga ponsel digenggamannya telah hilang.

Dia menyadari perubahan itu, akan tetapi tidak mengetahui mengapa itu bisa terjadi padanya. Kini, di depannya adalah sesuatu yang cukup terlihat menyeramkan. 

Tempat berdirinya saat ini benar-benar asing baginya.

Dia sendiri tidak begitu membenci sesuatu yang berbau horor, hobinya adalah membaca novel horor dan menonton film horor. Untuk itu, aktivitas mistis yang terjadi di dalamnya terbiasa dia lihat, jadi saat melihat bangunan itu dan menyadari dirinya berada di tempat yang terlihat aneh dia hanya cukup menyadarinya dan menerima itu.

Lebih dari itu, hal yang paling mengejutkan lainnya adalah..

Sejak kapan lima orang itu berdiri di tempat yang sama dengannya?

Zaleanna tidak sempat memikirkan banyak hal, yang jelas dia menyadari bahwa ini bukanlah dunia asalnya! 

Mungkin saja nasib baik sedang menunggunya di depan, begitulah pikirnya.

Tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi pesan masuk selayaknya di ponsel disertai dengan sebuah layar transparan muncul di depannya, disana tertulis...

[ Nama Lengkap : Zaleanna ]

[ Nama Panggilan : Alea ]

[ Status : Anggota Tim ]

Kemudian layar itu menghilang.

Dia merasa, ini saatnya untuk keluar dari zona nyaman.

Terdapat sebuah bangunan besar yang tampak kosong dan tidak terawat, bangunan itu sepertinya sudah sangat lama tidak berpenghuni. Terlihat dari bagaimana dindingnya sudah mengelupas, tiang-tiang yang terbuat dari besi sudah berkarat, dan lantai yang begitu kotor.

Mereka perlahan membawa langkahnya memasuki bangunan tua itu, tidak ada yang bersuara diantara mereka hingga akhirnya sampai pada area belakang bangunan itu. Disana, dia merasakan perasaan tidak nyaman dan merasa ada sesuatu yang mendesak rasa penasarannya. Dia melihat teman-temannya yang tengah sibuk memenuhi rasa penasaran mereka dengan menelusuri area sekitar. Saat pandangannya berkeliaran pada setiap sudut area belakang bangunan itu, pandangannya berhenti pada satu buah pohon tua yang berukuran besar yang berada tidak jauh di depannya. Perlahan, dia menghampirinya dan berhenti beberapa langkah dari letak pohon itu berada. Sesuatu sedang berusaha berbicara padanya, dia yang segera menyadari itu seketika memejamkan matanya dan menajamkan telinganya. 

Setelah cukup lama mendengarkan suara yang mendesak memasuki pendengarannya, dia menghampiri teman-temannya. “Jangan ada yang menyentuh barang-barang disini”

Dia mengatakan itu sambil menatap mata teman-temannya satu persatu, berusaha meyakinkan mereka untuk mendengarkan himbauannya.

Salah seorang dari mereka menghampirinya, “Al, ada apa?”

Dia menatapnya dan menggeleng pelan lalu menatap kembali teman-temannya. “Kalian bisa melanjutkan perjalanan, tapi ingat untuk berhati-hati”

Ravel mengela nafas lega begitu mengetahui Zaleanna baik-baik saja.

Sebagai seorang ketua, dia memiliki tanggungjawab untuk anggota timnya. Begitu melihat ada anggota yang terlihat sedang tidak dalam keadaan baik, dia akan menjadi orang pertama yang mengkhawatirkannya.  

Di bagian belakang bangunan itu, terdapat beberapa bilik toilet yang cukup luas. Anehnya lantai-lantai disana tidak terdapat keretakan sedikitpun, hanya kotor dan berdebu saja, berbeda dengan lantai yang berada di depan bangunan yang sudah retak dan terlihat berantakan. Hanya Zaleanna yang menyadari itu. 

Dia mengarahkan pandangannya ke sekitar dan mendapati tangga yang sudah rapuh dan berkarat yang menghubungkan ke bangunan di atasnya.

Rasa penasarannya membuatnya perlahan melangkah mendekati tangga itu. Setelah menapaki satu-persatu anak tangga namun tidak sampai setengah tangga itu, dia menghentikan langkahnya dan merasakan perasaan aneh yang tidak nyaman yang membuatnya enggan untuk melanjutkan langkahnya menaiki tangga itu.

“Al, hati-hati! Tangga itu kelihatannya sudah rapuh”

Teriakan Ravel membuat teman-temannya memusatkan perhatiannya padanya dan pada Zaleanna yang sedang melangkah turun dari tangga.

Karena akses untuk ke lantai atas hanya melalui tangga itu, mereka tidak memaksakan diri untuk naik ke sana. Bagaimanapun keselamatan tetap menjadi yang utama sebelum mengambil resiko apapun yang akan merugikan keselamatan diri sendiri maupun orang lain. 

Saat itu, mereka berniat mengelilingi lantai satu dari arah belakang lalu kemudian sampai di depan gedung untuk kemudian langsung melanjutkan pulang. Namun, sebuah keanehan telah terjadi yang membuat mereka saling menatap satu sama lain. Mereka masih mengingatnya dengan jelas bahwa yang membuat mereka berada di bagian belakang gedung adalah melalui akses pintu depan, namun alih-alih menemukan kembali pintu depan itu mereka kembali berada di bagian belakang gedung. Dan itu tepat di area toilet yang terdapat pohon besar. 

“Kenapa kita kembali kesini?”

“Kamu bertanya ke siapa? Semua orang disini juga merasakan kebingungan yang sama denganmu”

Para anggota saling berdebat. 

Mereka semua terlihat lelah dan frustasi, pasalnya ini sudah ketiga kalinya mereka kembali berada di tempat yang sama dan tidak berhasil menemukan pintu keluar. Bangunan itu begitu luas, sehingga berkeliling sebanyak tiga putaran sudah cukup menguras tenaga. 

Dia dengan cepat menyadari ada sesuatu yang sedang mempermainkan dirinya dan teman-temannya, tetapi itu bukan sesuatu yang berbentuk objek dan dapat terlihat. Untuk itu, dia perlahan membawa langkahnya berjalan-jalan kecil di area itu sambil melihat-lihat sekitar dengan hati-hati. Berharap apapun yang ada disana bisa memberikan jalan keluar.

Pandangannya menangkap sesuatu yang berada jauh di atas tempatnya berdiri. Saat itu dia baru menyadari bahwa ‘sejak kapan ada bukit di depannya?’. Dan tempat dimana dia berdiri menjadi dataran rendah sehingga dapat melihat apapun yang terjadi di atas bukit itu. 

Dia melangkah untuk lebih mendekat, dan menajamkan penglihatannya untuk melihat sesuatu yang cukup membuatnya penasaran dan bertanya-tanya. 

Mengapa dua orang itu duduk di depan perapian yang membara?

Disana, terlihat dua orang yang tengah duduk santai di depan api yang berkobar. Api itu sangat merah dan terlihat mengepulkan asap panas. Tetapi, ekspresi orang-orang itu terlihat biasa saja, seakan panasnya api tidak berarti apa-apa untuk mereka. Padahal cuaca sedang tidak dalam keadaan mendung atau hujan tetapi begitu terik karena sinar matahari tepat berada di atasnya.

Disisi lain, teman-temannya sudah mengerubunginya yang sedang berdiri melamun mendongkakkan kepalanya jauh ke depan. 

“Alea!”

Lagi-lagi, Ravel terlihat begitu mengkhawatirkannya. Dia menepuk-nepuk pipi Zaleanna, dan satu temannya yang lain mengguncang-guncangkan pelan tubuhnya.

Entah itu dapat dikatakan sadar atau tidak, dia mengatakan sesuatu yang berhasil membuat teman-temannya bingung sekaligus terkejut.

“Bukannya itu sangat panas”

Ravel yang kebingungan bertanya padanya, “Apa?”

“Di depan sana, apa kalian tidak melihatnya?”, dia mengatakan itu sambil menunjuk ke arah bukit yang hanya dia yang bisa melihatnya. 

Pertanyaan Zaleanna seketika membuat bulu kuduk teman-temannya berdiri. Rasa takut telah benar-benar menghantui mereka. Sebab apa yang dikatakan Zaleanna tidak dapat dilihat oleh mereka. Dalam pandangan mereka tidak ada apapun disana, hanya ada gerbang besi berkarat yang sudah terlihat rusak dan ditumbuhi semak belukar. Tidak ada objek lain yang berada disana selain itu. 

Sesaat kemudian setelah menyadari bahwa penglihatannya berbeda dengan penglihatan teman-temannya, dia menatap nanar teman-temannya dan membuang nafas perlahan. 

Hari sudah semakin gelap, dan bangunan itu pun semakin terlihat menyeramkan. Hanya mengandalkan bantuan pencahayaan dari senter yang di bawa masing-masing oleh mereka untuk menerangi sekitar. 

Atas arahan dari Ravel, semua orang berkumpul di tengah ruangan. Mereka duduk berdekatan, membentuk sebuah lingkaran. Beberapa orang sedang menggenggam tangan satu sama lain, saling memberi kekuatan ditengah-tengah ketakutan, yang lainnya ada yang memeluk lututnya seraya menenangkan diri dengan memeluk tubuhnya sendiri, sisanya terlihat menggosok-gosokan kedua telapak tangan seraya membuat kehangatan untuk menghalau dinginnya malam yang semakin menusuk kulit. 

“Kita mau sampai kapan berada disini?”

Salah seorang dari mereka yang bernama Aurevy menatap teman-temannya, mengharapkan solusi atas pertanyaan yang saat ini sulit menemukan jawabannya.

“Mengapa mereka suka sekali membuat manusia tersesat seperti ini”

“Karena memang itulah tugasnya”

Ravel menimpali pertanyaan yang Danzel lontarkan, seketika membuat suasana diantara mereka hening seketika. Danzel yang memang terkenal suka becanda, hanya menanggapinya dengan cengengesan. Dia tau pertanyaannya itu hanya iseng, tapi dia tidak menduga akan di respon secepat itu oleh Ravel yang notabenenya terkenal serius dan tegas.

Ravel mengalihkan pandangannya pada Zaleanna, dia melihat gadis itu yang kini tengah memeluk lututnya dan menelungkupkan setengah wajahnya.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu, kemudian memposisikan dirinya dengan siap untuk berbicara dengan mereka. 

“Kita akan segera mendapat jawaban untuk masalah yang saat ini kita hadapi”

Seketika teman-temannya menatapnya, ada sebuah harapan di wajah mereka namun juga ada kekhawatiran disana. 

“Alea, apa kamu ingin menyampaikan sesuatu?”

Teman-temannya spontan melirik Zaleanna, setelah Ravel mengatakan itu padanya. 

Dia memposisikan dirinya untuk duduk bersila, raut wajahnya masih terlihat datar. Zaleanna menatap Ravel seakan meminta persetujuannya untuk bercerita, Ravel mengangguk. 

“Sesuatu telah terjadi di bangunan ini, beberapa tahun yang lalu”

Mereka menegang. 

“Tapi aku tidak bisa mengetahui itu. Jika bukan mereka sendiri yang menginginkan untuk mengatakannya, aku tidak bisa berkomunikasi lebih dulu”

“Itu artinya, selama mereka tidak mau mengatakan apapun, kita tidak akan bisa keluar dari tempat ini?”

“Hanya ada satu cara”

Mereka menantikan itu. 

“Salah satu dari kita harus mengorbankan diri”, meski dia ragu-ragu mengatakannya tetapi itulah yang harus dia katakan. Karena suara yang dia dengar itu mengatakan demikian.

“Shit! kenapa harus mempertaruhkan nyawa?”, Elzilio terlihat emosi, dia tidak terima dengan itu. 

“Ravel, ini sudah tidak benar. Kita harus keluar dari sini sekarang juga, atau mereka akan membunuh kita”

Mereka berhamburan tak tentu arah. Berlarian mencari pintu keluar, namun naas mereka tetap kembali ke tempat semula. Mereka mulai frustrasi dan menyalahkan satu sama lain.

Ravel kembali menginterupsi, menenangkan situasi yang berubah kacau itu. 

“Jika kita seperti ini, itu akan membuat mereka senang dan semakin bermain-main dengan kita. Untuk itu, dalam situasi seperti ini penting bagi kita untuk tetap menjaga akal sehat”

Meski sedikit enggan, perlahan mereka mendengarkannya.

“Dengarkan dulu Alea bicara, kita sudah hampir mendapatkan jawaban dari petunjuk yang penunggu disini katakan pada Alea”

Zaleanna menghela nafas berat, melihat teman-temannya yang sedang dikuasai emosi menatapnya tajam, perasaannya sedikit tak terima. Tentu bukan keinginan dia untuk mengatakan hal itu, tetapi dia sendiri tidak memiliki pilihan lain selain mengatakan apa adanya, dan juga tidak menduga situasi akan dengan cepat berubah kacau seperti itu. 

“Aku akan mencoba cara lain. Kalian hanya perlu berada di sekitarku dan memegang tanganku jika nanti tubuhku mulai bereaksi”

Dengan setengah tidak percaya namun juga ada setitik harapan, teman-temannya menyetujui hal itu dan menghampirinya untuk lebih dekat berada di sekitarnya. 

Dia memejamkan mata, nafasnya begitu tenang. Saat pikirannya sudah terkendali, perlahan dia mulai memasuki pintu tak kasat mata.

Terlihat orang-orang berhamburan dan berlarian ke luar dari sebuah bangunan. Begitu banyak orang yang memenuhi gedung itu hingga saling berdesak-desakkan dan membuat keributan. Seseorang terlihat berlari tergopoh-gopoh dari dalam dan mengatakan bahwa ada sesuatu yang telah terbangun dan akan membuat kekacauan. Mendengar itu, semakin paniklah mereka. 

Dalam perjalanan lintas dimensi itu dia mendengar desas-desus bangunan tua ini. Di ceritakan sebelum bangunan ini ditinggalkan, terakhir kali dipakai untuk sebuah pertunjukkan teater dan semacamnya, tiba-tiba ada seseorang yang mengatakan bahwa sesosok makhluk aneh terbangun dan mencoba menerkam mereka, rumor itulah yang menyebabkan orang-orang keluar dari gedung dan berhamburan keluar meninggalkan teater yang masih berlangsung itu. 

Tubuhnya menegang, teman-temannya lantas memegang tangannya sesuai dengan arahannya sebelumnya. 

Dalam kerusuhan itu, tubuhnya turut berdesakan dengan orang-orang. Namun dia tidak ikut berlari seperti mereka, dia hanya diam dan menatap gedung di depannya itu. 

Begitu langkahnya perlahan berjalan memasuki gedung itu, dia semakin bisa merasakan dorongan yang begitu kuat, seakan menariknya untuk masuk namun juga berusaha menendangnya keluar. 

Dalam kekalutan itu, dia bisa melihat sebuah tangan berwarna hitam pekat dan menampakkan urat nadinya, perlahan memanjang keluar dari dalam gedung itu, seperti berusaha mencapai sesuatu namun tertahan oleh sesuatu di belakangnya sehingga tangan itu hanya bergerak-gerak dan diam di tempat, tidak maju juga tidak mundur.

Matanya berusaha meneliti dengan baik apa yang sedang dia lihat itu, dan begitu fokusnya benar-benar sudah berada lebih dekat pada objek mengerikan itu, seakan ada energi yang mendorongnya menjauh. Alhasil, tubuhnya terdorong ke belakang.

Saat itu juga dia membuka mata, dan pandangannya menegang. Teman-teman disekelilingnya menatapnya khawatir dan gelisah. 

“Bagaimana?”, tanya Ravel hari-hati begitu melihatnya telah sadar.

“Ada sesuatu yang berusaha keluar dari tempat ini”, hanya itu yang bisa dia sampaikan pada teman-temannya, karena jika dia mengatakan semua yang terjadi dalam perjalanan lintas dimensi itu dia rasa teman-temannya akan sulit memahaminya, jadi dia hanya menyimpulkan garis besarnya tentang sesuatu yang terasa begitu janggal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!