BAB XVIII

KERJASAMA

HARI ini semua telah berkumpul di tengah tempat beristirahat kami selama ini. Setelah hampir sebulan bersembunyi, berpindah tempat untuk meningkatkan kemampuan, Aunty Ann -yang telah berunding dengan para ketua kelompok- memutuskan untuk menyusun strategi sekarang. Dan bila memungkinkan, rencananya kami akan memulai penyerangan besok lusa.

"Selamat petang semuanya. Seperti yang kita ketahui bahwa Dementa kini semakin mendesak kita. Jika kita tidak segera menyerangnya, maka kita dengan ketidaksiapan yang akan diserang terlebih dulu," ucapnya mengawali pertemuan. "Oleh karena itu. Seperti yang sudah di sampaikan oleh para ketua kalian, besok lusa kita akan berperang."

"Kita akan terbagi menjadi lima kelompok besar," lanjut Aunty Anna sambil menunjuk denah istana yang dia buat. Ternyata dia memiliki ingatan yang kuat.

"Kelompok Plionz, Zeonic, Afrecx akan berada di bagian depan yaitu utara. Kelompok Trisf, Loyhj, Swiqt, kalian akan menyerang dari sisi barat dan timur. Berikutnya kelompok Yitvol, Groplig dan Weslky akan menyerang dari selatan. Kelompok Cviyre dan Yihgdn, kalian akan membantu mereka yang terluka nanti. Dan terakhir kelompok Ovty dan Litrey akan masuk bersamaku melewati jalan rahasia yang ada di bawah istana tersebut."

Aunty ternyata sangat pintar mengatur strategi, gumamku melihat sosok tegas dan berwibawa yang dia tampilkan setelah larut dalam kesedihan selama sebulan akibat dari Adrian yang belum kembali juga.

Setelah berbicara panjang lebar mengenai strategi dan siasat yang akan dipergunakan, akhirnya aunty menutup pertemuan ini dan menyuruh kami semua untuk kembali ke tempat masing - masing.

"Hidup King dan Queen Roberts!"

"Hidup!"

Kami pun bergiliran meninggalkan tempat berkumpul.

"Ave, kau mau kemana?" tegur Elias yang ikut berbelok menuju tempat pelatihan. "Mau latihan bersama?"

Aku berhenti melangkah dan menatapnya. "Kau perlu istirahat, Elias. Ikutlah bersama Arvel dan yang lainnya."

"Kau juga perlu istirahat, Avera," ucapnya mengikuti nada bicaraku.

Aku menghembuskan nafas pendek. "Aku tidak membutuhkannya sekarang. What I need now is rising my class."

Dia memutar bola mata lalu memeluk bahuku. "Oke - oke. Begitu juga denganku."

"Tidak ada tingkat dalam kaummu, Elias," ujarku sambil menyamakan langkah dengannya.

"Kita sudah sampai," ucapnya tak mengacuhkan perkataanku tadi. "Sudah siap melawanku, sayang?" Dia mundur beberapa langkah dan mengubah wujudnya.

"Wait," cegahku terlambat. "Kau bahkan belum membawa baju gantimu!"

Mack, serigala yang merupakan bagian dari Elias menatapku. "Dia memang ceroboh," ucapnya datar.

"Kau benar, Mack. Dan sepertinya aku memang harus ke kamarnya lagi untuk mengambil pakaiannya nanti."

Mack mengaung dan berjalan anggun ke arahku untuk mengendus pipiku sebelum meloncat ke belakang dan memasang sikap siaga. "Lets start, dear."

"As you want." Aku tersenyum miring dan mulai membaca beberapa kata sihir. Kami bertarung hingga fajar hampir kembali ke peraduan.

"Enough," ucapku pada Mack. Serigala itu mengangguk dan berjalan ke belakang pohon. Sementara aku berlari cepat mengambil kaos dan celana pendek Elias. Dalam hitungan detik, aku telah bersandar di sisi pohon yang berlawanan dengannya. "Ini bajumu, cepat pakai!" ucapku sambil mengulurkan tanganku ke belakang.

Elias terkekeh dan mengambilnya. Tak lama dia pun keluar dan langsung memelukku.

"Kau bau, Elias. Sebaiknya kita segera pulang dan mandi," ucapku yang justru membuatnya semakin mengeratkan pelukannya.

"Tapi kau tidak. Bahkan aromamu bertambah harum hingga aku ingin memakanmu sekarang, Ave," bisiknya ditelingaku.

"Elias," dapat kurasakan hal aneh bergejolak dalam diriku.

"Hm?"

"Aku tidak mau jadi tontonan di tempat ini," bisikku lalu membalas perlakuannya.

Elias tertawa dan melepaskan pelukannya. Tetapi kemudian dia mengangkatku dalam gendongannya. "Buka portalmu."

●●●

Keesokan harinya, aku dikejutkan oleh kehadiran Adrian di tengah - tengah meja makan kayu.

"Adrian?"

"Avera. Aku perlu bicara denganmu," ucapnya lalu meminta izin pada aunty Ann sebelum berjalan ke arahku dan menarikku bersamanya.

Sesampainya di tempat sepi dia menunduk.

"Im sorry," ucapnya. "For eveything that I have done."

Aku mengulurkan tangan menyentuh pipinya. "That's not your false. Karena sebelumnya kau tak mengetahui deretan fakta yang sebelumnya di sembunyikan."

"Thanks sister," ucapnya lalu memelukku. "Semoga kau selalu bahagia bersama Elias."

"Itu pasti."

"Ave?"

Aku melepaskan pelukan Adrian dan menemukan Elias berdiri tak jauh dari kami. Kutarik tangan Adrian untuk menemui Elias.

"Im sorry," ucap Adrian.

Elias terlihat kaget namun tak urung terseyum lebar dan menepuk bahu Adrian. "I say sorry to you too."

Keduanya lalu terdiam sebelum akhirnya saling memberi pelukan persahabatan. Setelahnya, Adrian undur diri untuk latihan.

"Kapan dia datang?" tanya Elias.

Aku memdengus. "Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, Elias. Bukankah kau yang bangun lebih awal?"

Elias tersenyum geli sebelum mendekatkan wajahnya padaku. "Apa kau kecewa karena tidak melihatku di sampingmu saat kau bangun?"

Aku menatapnya datar. "Jangan bercanda. Kita harus bersiap sekarang, Elias."

Pria itu membenturkan kepalanya padaku dengan keras.

"Apa yang baru saja kau lakukan?" tanyaku kesal sambil mengusap dahiku. Jika dia manusia biasa, tentu saja aksi yang dia lakukan tadi tidak akan berefek apapun. Namun mengingat dia adalah werewolf murni, dapat kupastikan bahwa dahiku memerah sekarang.

"Kau tahu benar apa yang kulakukan tadi, Ave." Elias kembali ke posisi berdiri tegapnya. "Baiklah, kalau begitu kita latihan detik ini juga."

Kuputar bola mata. "Aku lapar dan ingin berburu, kau latihan saja dulu."

Dia mengernyit lalu memeluk bahuku. "Kau benar. Kita akan butuh banyak energi. Aku ikut denganmu."

Aku hanya bergumam dan bersiap membuka portal sebelum suaranya kembali membuatku menutup mulut kembali.

"Jangan gunakan portal!"

"Lalu?"

Dia tersenyum angkuh. "Akan kutunjukan cara lain yang lebih kau sukai."

Belum sempat membalas ucapannya, Elias telah mengangkat tubuhku dan menaruhnya di punggungnya. Kemudian mulai berlari cepat menembus hutan. Aku tertawa melihat kelakuannya ini. Kueratkan peganganku pada lehernya.

"Apa ada harimau di sini?"

Elias melirikku yang menyadar di bahunya. "Entahlah, mau coba mencari?"

Aku menggeleng. "Aku mencium bau rusa di sekitar sini. Turunkan aku, Elias."

Dia pun menuruti perkataanku. Dan kami mulai berjalan mengendap - ngendap ke arah datangnya aroma darah hewan tersebut.

Kami berdua bersembunyi di balik pohon berbeda, mengintai seekor rusa yang tengah menatap sekeliling.

"Lady's first," ucap Elias dengan mulut yang bergerak tanpa suara.

Aku mengangguk dan langsung melompat memeluk tubuh serigala tersebut dan menancapkan kedua taringku di lehernya. Setelah rusa itu mati tak bergerak, aku melepas peganganku dan Elias keluar untuk ikut menikmati buruan ini.

"Kau berubah wujud lagi?" tanyaku padanya ketika dia berubah menjadi Mack.

"Tenang saja, Avera. Dia telah membawa bajunya," jawab Mack.

"Oh," ujarku lalu mundur. Dan rusa malang itu ditelan dalam satu gigitan sekaligus olehnya. "Wow."

Dalam hitungan menit, ia telah menyelesaikan makan malamnya. Mack menatapku sebelum akhirnya sosok Elias muncul.

"Kau kelihatan senang sekali memamerkan tubuhmu padaku?" tanyaku yang kubuat sekesal mungkin untuk menutupi kekagumanku akan tubuhnya. Fokus, Ave.

Dia dengan santai berjalan mengambil pakaian yang ternyata dia sempat bawa sebelum kemari dan memakainya di depanku.

"Daripada ke orang lain," ujarnya membuatku emosi.

"Elias!" Aku bertolak pinggang. "Kalau sampai kau berani melakukannya, aku akan me-rej-"

"Hust," dengan cepat dia telah berada di depanku dan membekap mulutku. "Aku hanya bercanda, sayang."

Kulepaskan tangannya dariku. "Haha. Bercandamu sungguh lucu, sayang."

Elias menggumankan kata 'maaf' sambil mencium punggung tanganku. "Ayo, kembali." Dia lalu memutar tubuhnya.

Aku pun loncat ke atas punggungnya. Kurasa hari ini merupakan hari perburuanku yang paling berkesan selama aku hidup.

●●●

Sore hari, Elias yang kelelahan memutuskan untuk tidur sejenak setelah sesi latihan yang kami lakukan sehingga aku mengahabiskan waktu di pinggir tempat latihan sendirian.

"Ave? Kemana Elias?" tanya Adrian yang kemudian duduk di sampingku.

"Tidur."

Hening.

"Adrian, aku ingin bertanya padamu," ucapku kemudian.

"Silahkan."

"Dulu kau pernah membawaku melihat kedua orangtuaku. Apakah kau pernah bertemu mereka?"

"Belum. Mom Jes yang memberiku refleksi itu."

Aku berdehem. "Apa kau masih yakin mereka hidup setelah mendengar semua cerita yang diungkapkan oleh aunty Anna?"

Adrian menoleh padaku dan mengangkat bahunya. "Aku ragu."

Hening kembali.

"Er.. dimana kau selama sebulan ini?"

"Di rumah temanku."

"Yang menolong kita?"

"Bukan. Temanku tidak hanya satu, Ave," ucapnya.

"Oh, begitu."

"Adrian," panggil Airen dari kejauhan sambil berjalan ke arah kami.

"Hubungan kalian sudah membaik?" tanyaku.

Adrian berpaling menatap Airen yang semakin dekat. "Tidak juga. Ada satu kesalahan yang dia buat dan hingga kini belum bisa kumaafkan."

"Apa itu?"

"Kau tidak perlu tahu, Ave."

"Hey, aku kakakmu."

"Kau benar. Tapi hal ini tidak ada hubungannya denganmu," ucapnya dingin lalu beranjak dari atas rumput.

"Kenapa kau di sini?" tanya Airen tak suka sambil melirikku. Aku balas menatapnya tajam dan mendecih.

"Apakah penting dan perlu kujelaskan padamu?" tanya Adrian sinis. "Aku pergi."

"Adrian," panggil Airen yang tak dihiraukan oleh Adrian yang telah jauh melangkah. Dia lalu berpaling padaku. "Apa yang kalian bicarakan?"

"Tidak ada."

"Jangan bercanda," dia tertawa hambar dan menendang - nendang sepatuku. "Cepat katakan!"

Aku bangkit dan membuka portal. "Urusi saja urusanmu, Airen," ucapku kemudian masuk ke dalam portal dan meninggalkannya.

Keluar dari portal aku mendapati pemandangan Elias yang tengah tidur dengan pulas. Aku tersenyum melihatnya dan berjalan menghampiri tempatnya berbaring dan duduk di sampingnya.

Kusentuh alisnya, lalu turun mengusap kelopak matanya. Entah kenapa tiba - tiba aku merasakan sesak di dadaku. Memilih untuk mengabaikannya, aku ikut berbaring di sampingnya dan memeluk tubuhnya erat. Kusandarkan kepalaku di dada bidangnya.

Tiba - tiba, tangannya bergerak menarikku lebih dekat dan kedua matanya terbuka. Dari jarak sekian, aku dapat melihat dengan jelas pantulan diriku di sana.

"Hey," sapanya dengan suara serak. "Apakah sudah waktunya berangkat?"

"Belum. Hari masih sore, Elias," jawabku.

Dia mengecup dahiku lama. "Istirahatlah juga."

Aku mengangguk dan ikut tidur bersamanya. Semoga besok kemenangan berpihak pada kami.

●●●

Terpopuler

Comments

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

semoga pamannya bsa dikalahkan

2020-05-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!