DESTINY

DESTINY

BAB I

HIDUPKU

AKU berlari di bawah sinar mentari yang mulai tenggelam. Langit senja seperti ini aman untuk kugunakan sebagai waktu berburu di hutan. Tatapanku menajam ke arah rusa yang sedang memakan semak belukar. Melangkah pelan, aku menghampiri rusa itu, namun pendengaran rusa yang sangat peka membuatnya berlari mejauh dari jangkauanku. Aku mengejarnya hingga masuk lebih dalam ke hutan. Tentu saja kecepatan kaumku lebih cepat dari hewan buruanku.

"Gotcha!" Kedua tanganku menyergap tubuh rusa malang itu. Dan dengan taring yang telah memanjang, aku menggigit tepat di urat nadi lehernya. Tak ada perlawanan dari mangsaku kali ini membuat senyum puas terukir di bibirku.

Aku menikmati rasa lega yang menghilangkan kelaparanku selama dua hari ini. Setidaknya dengan darah rusa yang telah habis kuminum, aku dapat bertahan untuk tidak makan selama seminggu.

Kresek kresek..

Beranjak, aku menatap sekeliling dengan waspada. Tiba - tiba kurasakan angin bergerak kencang dari belakang. Berbalik, aku menemukan seekor serigala besar melompat ke arahku. Aku segera mengelak dan melompat ke atas pohon. Dari sini, aku dapat melihat ada satu, dua, tiga, astaga ada lima serigala mengepungku!

Kujilat darah yang menetes dari taringku. Aku menyeringai dan membuat mereka menggeram marah. Serigala - serigala itu mulai menggoyangkan pohon dan ada yang melompat dengan niat mencakarku. Aku menghindar lagi dan mulai berlari melewati batang - batang pohon besar hutan ini. Kudengar langkah kaki mereka terus mendekat. Geez, mereka pantang menyerah rupanya. Kunaikkan kecepatan dan berhasil sampai di pinggir hutan. Segera kunaiki mobil dan melaju kencang meninggalkan kelima serigala yang berdiri di tengah jalan raya -menatap kepergianku dengan lensa hitam mereka.

"See you, wolves!"

●●●

Kuparkirkan mobil sport biru ini di garasi. Setelahnya aku dengan perut yang telah kenyang berjalan masuk ke dalam rumah.

"Darimana saja, kau?" tanya Arvel begitu aku sampai di ruang keluarga.

"Makan," jawabku lalu duduk di sampingnya yang tengah menonton reality show.

"Apa yang tadi kau dapat?"

"Seekor rusa dan lima ekor serigala."

"Apa?" Dia memekik dan langsung meraih kedua bahuku. "Kau? Astaga, kenapa kau mencari masalah lagi?"

Aku menepis tangannya lalu melipat kedua tanganku di depan dada. "Aku tidak mencari masalah, mereka saja yang tiba - tiba menyerangku saat aku makan."

Arvel mendengus, "Tetap saja."

"Apanya yang 'tetap saja'?" tanyaku kesal.

"Ave, Arvel," sebelum Arvel menjawab, suara Mom yang memanggil kami terdengar.

"Pasti Mom akan menyuruhku ke supermarket," ucap Arvel.

"Supermarket?" aku mengernyit. "Untuk apa ke sana?"

"Rekan bisnis Dad akan datang nanti malam."

"Avera, Arvel," teriak Mom sekali lagi membuat telingaku sakit. Salahkan pendengaran rasku yang terlampau tajam.

"Kau saja yang temui, Mom. Aku mau pergi ke rumah Bella," Arvel bangkit dan berjalan keluar rumah sambil menenteng kunci motornya.

Aku menghela nafas dan berjalan ke dapur. "Ada apa, Mom?"

Mom menoleh, "Mana Arvel?"

"Dia keluar menemui Bella."

"Oh. Mom mau minta tolong, ini daftar belanja untuk makan malam nanti. Kau bisa kan pergi ke supermarket sendirian?" Mom menyerahkan secarik kertas yang segera kuambil.

"Tidak masalah, tapi makan malam? Kita kan tidak makan makanan manusia, Mom."

Dia tersenyum menatapku, "Kau pasti sudah dengar dari Arvel, kan? Sudah sana, cepat ya belanjanya. Ini sudah jam enam, mereka akan datang jam delapan," Mom mendorong bahuku.

"Okay, Mom," aku pun barjalan dengan cepat menuju bagasi dan mengeluarkan Portia -nama mobil kesayanganku yang berwarna biru laut. Tentu saja, aku memilih mobil ini daripada mobil sport milik Arvel yang kugunakan untuk berburu. Bergegas, kutancap gas dan menuju supermarket.

Jalanan kota, tempat keluargaku menetap memang tak pernah sepi. Aku berhenti di depan High Supermarket dan turun dari mobil. Dengan berjalan 'normal' layaknya manusia, aku memasuki bangunan besar ini. Tak butuh waktu lama untukku membeli bahan - bahan yang dibutuhkan oleh Mom, karena setiap bulan sekali Mom akan memasak untuk anak - anak yatim, dia bersamaku pergi ke sini membeli bahan masakan juga keperluan sehari - hari.

Setelah semua terkumpul dalam troli yang kudorong, aku bergegas menuju kasir untuk membayarnya. Entahlah, aku merasa tak nyaman dan ingin segera pulang. Sejak awal aku menginjakkan kaki di sini, aku merasa seperti diawasi. Selain itu, demi Tuhan! aku bahkan mencium banyak aroma manusia serigala di sekitarku. Dan aroma vampir yang sangat jarang.

"Semuanya, 50 dolar 14 sen," ucap wanita yang merupakan petugas kasir.

"Baiklah." Aku merogoh sakuku dan panik melandaku. Aku lupa membawa dompet. Gawat!

Aku menggigit bibir bawahku lalu menengok ke arah antrian yang mulai memanjang.

"Dompet-" ucapku terpotong ketika sebuah tangan mengulurkan uang ke arah wanita itu. Aku menoleh ke samping dan menemukan pria bermata hitam pekat menatapku dalam. "Thanks," gumamku pelan.

Aku meraih kantong plastik yang telah membungkus belanjaanku. Berhenti di dekat pintu supermarket, aku menunggu pria yang menolongku tadi. Tak lama, tubuh tegapnya berjalan keluar melewatiku. Segera aku meraih lengannya dan aroma yang tak asing mengusik penciumanku. Sontak aku melepas peganganku pada lengannya dan menatapnya tak percaya.

"Wolf," bisikku.

Pria dengan kemeja hijau itu menatapku datar. Tatapan yang berbeda dengan saat di depan kasir. "Ada yang bisa kubantu, nona?"

"Berikan aku nomor rekeningmu, akan kutransfer uangmu secepatnya," ucapku dingin. Kenapa mahluk di depanku ini mau repot - repot menolong musuhnya?

"Tidak perlu." Dia berjalan meninggalkanku begitu saja.

"Ya sudah." Aku mengangkat bahu tak acuh dan masuk kembali ke dalam mobil. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Aku harus cepat.

●●●

"Mom, aku pulang." Aku berteriak heboh sambil meneteng dua kantong belanja.

"Tidak perlu berteriak, Ave. Kau membuat kepala Mom pusing," ucap Mom dari arah dapur. Aku berjalan menghampirinya.

"Sorry, Mom."

"Kau terlambat lima menit, dear," ucapnya.

"Tadi ada insiden kecil. Aku ke kamar ya, Mom."

"Eh," dia menarik lenganku. "Terlambat lima menit artinya kau harus membantu Mom memasak."

"Mom," aku merengek namun Mom tetap pada pendiriannya. "Oh, baiklah."

Dia tersenyum puas dan aku dengan malas mulai nembantu Mom menyiapkan makanan untuk tamu yang dapat menjadi 'makanan' kami, jika Dad tidak melarangku dan Arvel untuk minum darah manusia lagi. Yeah, semua ini gara - gara ulah ceroboh Arvel yang hampir membuka identitas kami sekeluarga di masyarakat. See, saudaraku satu - satunya itu memang menyebalkan.

"Jangan melamun, Ave. Cuci daging sapi ini, lalu potong - potong," ucap Mom.

Aku mengangguk patuh dan membawa daging sapi tersebut ke wastafel. Aku heran pada diriku sendiri dengan bakat memasakku. Dad, Mom dan Arvel yang kadang ikut makan bersama tamu selalu memberi komentar positif terhadap masakan yang kubuat. Beda denganku yang tak mau sedikitpun mencicipi makanan manusia. Aku berfikir bahwa makan makanan dari 'makanan asli' ku adalah sesuatu hal yang lucu.

Jika aku makan masakan ini, sama saja dengan aku makan semak belukar yang dimakan rusa maupun daging mentah yang dimakan harimau. Ewh. Membayangkannya saja membuatku ingin muntah. Merasa bingung, kenapa ketiga anggota keluargaku yang termasuk vampir murni mengatakan bahwa pizza dan nasi goreng lebih enak dari darah hewan. Aku tertawa mendengar lelucon mereka.

"Setelah itu, dagingnya di apakan Mom?"

"Direbus, buat semur daging saja," jawab Mom.

Aku mengerutkan dahi bingung, "Masakan Indonesia lagi ya, Mom?"

Mom mengangguk semangat, "Ya, masakan dari negara itu terkenal lezat. Mom ingin mencoba memasak lebih banyak lagi masakan asli sana."

Menggumamkan kata 'oh', aku memulai memasak sesuai panduan dari Mom. Satu jam berlalu, semua hidangan telah tersaji di atas meja.

"Akhirnya," aku menghembuskan nafas lega. "Mom aku boleh ke kamar, kan?"

"Tentu saja, dear. Thanks sudah membantu Mom hari ini."

"My pleasure, Mom."

●●●

Pagi ini aku telah siap dengan kaos lengan panjang motif garis berwarna merah - putih, dan celana jins panjang. Serta sepatu olahraga membungkus kedua kakiku. Im ready for school.

Aku mengambil jurusan design untuk yang ketiga kalinya selama 150 tahun eksistensiku. Bosan kerap datang menghampiri, namun mau bagaimana lagi jika Dad yang memberi perintah. Kalau aku tidak patuh, dia akan menyita semua fasilitasku. Aku bergidik ngeri ketiga 30 tahun yang lalu aku membuat Dad marah besar dengan perbuatanku yang meminum darah manusia.

Salahkan Arvel yang menyita waktu dan perhatianku hingga aku kelaparan. Dan Dad tanpa mendengar penjelasanku, dengan tega membakar butik yang sudah susah - payah kurintis. Sejak saat itu, aku bertekad tidak akan membuat Dad murka. Walaupun cobaan semakin besar ketika aku harus berbaur dengan manusia di tempat kuliah nanti.

"Aku berangkat, semua!" ucapku pada Mom, Dad dan Arvel yang tengah sarapan bersama dua orang asing.

"Kemarilah sebentar, dear," ucap Mom membuatku berbalik arah menghampiri meja makan. Seketika aku mencium bau aneh di sekitarku. Aku menatap curiga ke arah dua orang asing itu.

"Ada apa, Mom?" tanyaku yang telah berdiri di samping Mom.

"Kenalkan, mereka Airen dan Adrian. Anak dari sahabat Mom yang akan tinggal sementara di sini."

"Hai, aku Airen," gadis dengan rambut hitam tersebut bangkit dari duduknya dan menarik tanganku untuk di genggamnya. "Uh, tanganmu seperti es!" Dia memekik dan spontan melepaskan tanganku.

Aku tersenyum sinis, "Avera". Pandanganku beralih pada lelaki di samping Airen. Sepertinya aroma aneh ini berasal darinya. Aku menatapnya yang fokus menyantap sarapan -sekian detik sebelum beralih pada Mom lagi. "Mom, aku berangkat."

"Tunggu, dear. Kau bisa berangkat bersama mereka. Airen ada di jurusan yang sama denganmu," ucap Mom.

Aku mengangguk malas dan menunggu keduanya selesai sarapan.

"Ayo berangkat!" Airen meraih tasnya. Disusul Adrian. Dan kami pun melangkah menuju teras.

"Kita naik mobil ini?" tanya Airen semangat.

"Yeah," Aku mengeluarkan kunci dan membuka pintu mobil. Namun sebuah tangan menghentikanku.

"Biar aku yang menyetir," ucap Adrian.

Aku tersenyum remeh, "Apa kau sudah tahu lokasinya?"

"Sudah," jawabnya dan dia dengan cepat meraih kunciku.

Untuk sekali saja aku mengalah. Mungkin dia merasa sangsi jika wanita yag mengambil alih kemudi. Aku pun berjalan memutari mobil dan duduk di sampingnya. Dengan Airen yang duduk tenang di belakang, kami melesat membelah jalanan kota.

●●●

"Kau bisa pulang dahulu tanpa menunggu kami," ucap Adrian sambil melempar kunci mobilku.

"Dan Mom akan memarahiku," ucapku sakrastik.

"Tidak akan," Dia pun menggandeng Airen untuk melangkah bersamanya. Dasar menyebalkan.

Aku menyampirkan tasku di bahu dan berjalan memasuki gedung jurusanku. Uh, aroma para manusia di sini sangat mengganggu. Bersyukurlah kalian, aku sudah kenyang hingga senin depan nanti.

Aku berjalan dengan tenang di koridor, kelas akan dimulai pukul sepuluh dan sekarang masih pukul delapan. Kuputuskan untuk menghabiskan waktu di perpustakaan saja.

Sesampainya di sana, aku berkeliling dari satu rak ke rak buku lainnya. Jujur saja, aku jadi tidak mood sekarang. Aroma werewolf tercium kuat olehku. Mungkin ada lima atau enam orang di sekitarku. Lebih baik aku keluar saja.

"Ave," Aku menoleh dan menemukan Airen berlari ke arahku. "Aku mencarimu sejak tadi."

Aku diam menunggunya berbicara lagi.

"Kau baru dari perpustakaan?" Dia melirik ruangan di belakangku. "Pantas saja aku tak menemukanmu tadi."

"Ada apa?" tanyaku akhirnya.

"Temani aku cari kelasku ya? Tadi Adrian langsung pergi begitu saja setelah dari ruang administrasi."

"Cih, saudara macam apa itu," aku mencibir.

"Dia bukan saudaraku," ekspresinya berubah sendu. "Setidaknya dia yang berfikir bahwa kami bukan saudara. Karena aku hanyalah anak adopsi. Rasanya menyakitkan, kan, Ave?"

Aku menatapnya datar, "Aku tidak peduli". Berbalik aku meninggalkannya.

"Avera, wait!" Dia berteriak dan menyusul langkahku. "Help me."

Langkahku berhenti di depan sebuah kelas. "Ini kelasmu," ucapku kemudian kembali melangkah.

"Thanks, Avera!"

●●●

Kelasku telah selesai, namun aku tidak bisa pulang. Karena tiba - tiba Airen muncul di depanku dan memintaku untuk menemaninya atau lebih tepatnya mengantarnya ke mall. Aku pasti menolaknya, jika saja Mom tidak mengirimiku pesan yang berisi ancaman. Terpaksa aku mengalah lagi hari ini.

"Aku tunggu di dalam mobil," ucapku. Dia mengangguk dan berjalan ke dalam mall.

Akhirnya aku bisa istirahat. Kurebahkan tubuhku di kursi dan memejamkan mata sejenak.

Bugh..

Aku tersentak ketika merasakan mobilku terdorong ke belakang. Kedua mataku melebar menatap sebuah mobil yang membentur bagian depan Portia. Sialan.

Bergegas aku turun dari mobil dan mengetuk pintu pengemudi dengan keras. Cukup membuat penyok sedikit. Sebenarnya aku mampu mengangkat mobil ini dan memecahnya menjadi dua tapi bayangan wajah Dad muncul otomatis di kepalaku.

"Hey, keluar kau!"

Dok dok dok.

Pengemudi itu keluar dengan gaya angkuh.

Aku menatapnya sengit, "Kau harus ganti rugi!"

"Fine. Berapa yang harus kubayar?" tanyanya dengan tersenyum miring.

"200 dolar."

Kulihat dia merogoh saku belakangnya dan mengeluarkan dompet.

"200 dolar. Selesai," Dia pun mengembalikan dompetnya ke tempat semula.

"Belum selesai." Aku menatapnya tajam. "Kau belum meminta maaf!"

"Minta maaf?" Pria itu bertanya dengan nada mencemooh. "Tidak ada dalam kamus hidupku, Nona."

"Jika begitu, aku yang akan menuliskannya di kamusmu." Aku menyeringai dan dia menatapku berani.

"Maafkan, aku," ucapnya kaku.

"Diterima."

Pria itu pucat seketika, dia terlihat bingung dan memandangku takut. "Apa yang kau lakukan?"

"Aku tak melakukan apapun."

"Kau menghipnotisku!"

"Hey, bodoh. Kalau aku menghipnotismu kau tak akan sadar saat mengucapkan maaf," aku mencibir.

"Kau? Pasti penyihir jahat! Menjauh dariku!" Dengan cepat dia kembali masuk ke dalam mobil dan meninggalkan parkiran.

Aku memandang mobilnya yang melaju dengan heran, "Penyihir? Yang benar saja. Inilah salah satu kemampuan bangsaku, human."

●●●

Terpopuler

Comments

BELLE AME

BELLE AME

Good thor lanjutlah

2020-06-09

1

nothing but regular human

nothing but regular human

Hmm, gaya nulisnya asyik niihh😇😇

2020-06-02

2

AllSbrnaa._

AllSbrnaa._

Hai kak.. bagus banget ceritanya.
Aku udah like and vote cerita kakak.
Jangan lupa mampir di ceritaku ya kak, kita saling mendukung..

-All

2020-06-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!