BAB II

KECURIGAAN

MALAM yang sunyi dan tenang seperti sekarang membuatku ingin merebahkan diri di atas tempat tidur nyaman milikku. Namun, aku harus menelan pil kekecewaan karena suara gaduh dari lantai bawah membuatku bangkit dan keluar kamar.

"Arvel, jangan berisik!" Aku berteriak kesal dan melempar sandalku ke kepalanya.

"Aw!" pekik Arvel yang kemudian berhenti berdebat dengan Adrian dan melotot padaku. "Kenapa kau melempariku?"

Aku memandangnya tajam, "Suaramu membuat kepalaku pusing, Ar! Dan kau Adrian," aku menunjuk pria di depan Arvel yang memandangku datar. "Diamlah dan jangan menanggapi si 'cerewet' Arvel itu, okay?"

Dia mendecih lalu memalingkan wajahnya. Sialan.

Aku pun turun dengan kecepatan kaumku dan berniat melemparkan pukulan ke arah lengannya. Saat tanganku hampir menyentuhnya, kurasakan tubuhku membentur sesuatu yang cukup keras.

Bugh..

"Aw," pekikku ketika tubuhku terpental ke dinding rumah. Apa yang baru saja terjadi?

"Ave!" Arvel berlari ke arahku dan membantuku berdiri. "Sialan kau, Adrian"

Aku meringis merasakan punggungku yang sepertinya memar. Ya sudahlah, tak lama nanti sakitnya akan menghilang. Kulirik Arvel yang masih menegang di sampingku.

"Kubalas kau!" Arvel berteriak sebelum melesat ke tubuh Adrian. Namun kali ini, aku dapat menahan gerakannya dan dengan cepat aku membawanya ke dalam kamarku.

"Kenapa kau membawaku ke sini?" tanyanya kesal dan berniat keluar dari kamarku. Dengan cepat aku berdiri di depan pintu.

"Don't," ucapku sambil menatapnya memohon. "He's not human."

Arvel memandangku heran. "Apa maksudmu?"

"Dia memiliki aroma yang aneh."

"Are you kidding me, huh?"

"No."

Arvel berdecak, "Aku tidak mencium apapun, Ave."

"Benarkah?" tanyaku terkejut.

"Ya," dia mengangguk. Namun kemudian keningnya berkerut. "Awalnya kupikir dia hanyalah seorang manusia, sama seperti Airen. Tapi.."

"Tapi?"

"Setelah kejadian tadi," Kedua iris Arvel berubah menjadi merah. "Aku juga ikut yakin dia bukan manusia."

"Arvel, calm down." Aku mengusap bahunya dan mengajaknya duduk bersamaku di atas tempat tidurku. "Lalu menurutmu dia dari spesies apa?"

"Entahlah," jawabnya acuh. "Aku ingin kembali ke kamar."

"Tunggu," aku mencegahnya yang akan berdiri. "Tell me. Kenapa kau bisa berdebat dengan Adrian?"

"Well. Urusan pria, little sister. Aku tidak bisa memberitahumu. Sudahlah, aku mau mengistirahatkan benakku."

Aku hanya diam dan menatap kepergiannya. Menghela nafas panjang, aku kembali merebahkan tubuhku. Semoga kali ini tidak ada gangguan lagi.

Namun baru setengah menit aku memejamkan mata, pikiranku melayang. Kubuka mata dan memandang langit - langit kamarku yang kupermak sehingga lukisan laut dan ikan menjadi fokusku. Adrian..

Siapa dia? Aroma asing, darahnya juga membuatku mual. Dan ada suatu dorongan dalam jiwaku yang ingin membuatnya pergi menjauh. Perasaan tak nyaman seolah dia adalah musuhku. Juga dia berbeda dengan Airen. Gadis itu hanya manusia biasa. Ada yang janggal di sini. Kucoba untuk memutar ulang setiap memori bersama dua bersaudara ini.

"Dia bukan saudaraku."

"Setidaknya dia yang berfikir bahwa kami bukan saudara. Karena aku hanyalah anak adopsi. Rasanya menyakitkan, kan, Ave?"

Aku ingat sekarang. Mereka tidak ada hubungan darah. Lantas Adrian masuk ke dalam kaum mana? Keningku berkerut, di dorong rasa penasaran, kuputuskan untuk turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah lemari bukuku yang lumayan besar. Jari - jariku meraba buku - buku berukuran tebal dari pinggir kiri dan berhenti di tengah. Tepat di sebuah buku berwarna merah. Kutarik sedikit buku itu dari tempatnya dan lemari buku milikku bergeser ke arah kiri.

Setelah berhenti bergeser, kedua kakiku melangkah ke dalam ruangan yang ada di baliknya. Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruangan dan menekan tombol sakelar di sisi kananku. Lampu menyala dan markas rahasiaku telah terlihat jelas sekarang.

"Mungkin buku sejarah pemberian kakek 75 tahun yang lalu akan bermanfaat," gumamku pelan sambil meneliti deretan buku yang berada di rak kecil di sudut ruangan.

Tatapanku berhenti pada buku usang berwarna cokelat kehitaman. Kuulurkan tangan dan mengambilnya.

"Journey of my life," ucapku membaca judul di muka buku. Jadi ini semacam buku harian? Aku meringis karena sebelumnya sempat mengira bahwa buku tersebut adalah buku sejarah.

Setelah meniup sisa debu dan membersihkan sarang laba - laba pada permukaannya, aku mulai membuka halaman pertama.

23 Januari 1760

Gadis itu cantik. Rambut cokelat dan mata berwarna hazel seakan menghipnotisku dalam pesonanya.

Aku terkikik geli tak menyangka bahwa kakek yang suka marah - marah gara - gara aku membuat masalah di rumahnya, memiliki sisi romantis dan puitis semacam ini. Tapi kenapa kakek memberiku hadiah ini? Bukannya sama saja dengan membuka kartu As nya?

Mengedikkan bahu tak acuh, aku kembali membacanya.

Hazella Nantha, nama yang cantik, sungguh. Werewolf memang mempunyai aroma yang kuat bahkan bertambah kuatnya karena dia adalah mateku.

Aku tersentak, jadi nenek yang telah meninggal sebelum aku lahir adalah seorang manusia serigala? Tidak. Aku menggeleng, keluarga kami adalah vampir murni. Dan seingatku -aku payah dalam mengingat nama - nama dari anggota keluarga 'besar'ku- nama nenek adalah Crystal. Yah, dia adalah seorang putri di kerajaan vampir dulu, sebelum perang yang terjadi 200 tahun yang lalu. Perang yang mengubah segalanya.

Hm.. sebaiknya aku membacanya dengan teknik melompati halaman saja.

10 Nopember 1763

Andreas, anak pertamaku akhirnya lahir. Zella begitu bahagianya hingga rona merah memoles wajahnya yang terlihat pucat setelah melahirkan.

Aku tersenyum membayangkan betapa bahagianya kakek saat itu. Andreas. Jadi Dad punya saudara selain A**unty Kate dan Uncle Hanser?

6 Mei 1775

Mereka mengetahuinya. Kami terancam. Bertahanlah Zella, Andreas. Dad menyayangi kalian.

Ada apa ini?

10 Desember 1776

Maafkan aku, sayang. Ini semua kulakukan demi kalian. Maafkan aku.

Dan aku ingat tanggal setelahnya. Di tanggal yang sama, dengan tahun berbeda, tepatnya 1778, Dad lahir. Itu artinya, kakek meninggalkan Zella dan menikah dengan nenek Crystal? Ah, harusnya aku membaca semua!

Tapi melihat halaman yang tertera di kertas, aku memilih untuk melanjutkan membaca ke halaman berikutnya.

8 Agustus 1815

Perang besar terjadi. Kaum kami berusaha mengalahkan kaum manusia serigala itu. Dan mereka licik. Witches ada di samping mereka untuk memenangkan pertempuran ini.

Witches? Penyihirkah? Apakah mereka ada? Kukira mahluk seperti mereka hanya mitos. Aku merenung sebentar sebelum menutup buku itu dengan kasar hingga membuat selembar kertas jatuh dari dalam buku. Kuambil kertas yang sudah kusam dan membacanya.

Untuk cucu kakek ternakal, Avera.

Kuputar bola mata kesal, sebelum kembali fokus pada kalimat berikutnya.

Kakek tau hidup kakek sudah tak lama lagi.

Jadi kakek sudah mempunyai firasat seperti ini? Lalu anganku melayang ke masa sehari setelah kakek memberiku hadiah, hari dimana aku melihat kakek meninggal tanpa sebab yang tepat. Hingga sekarang pun masih menjadi teka - teki di keluarga kami. Aku terdiam dan menutup mata sejenak mengenang kakek yang suka marah tetapi sangat menyayangiku. Aku pun fokus kembali pada tulisannya.

Kakek harap buku ini dapat membantumu menghadapi masa depanmu, Avera. Menemukan dirimu yang sesungguhnya.

Dan begitulah surat dari kakek berakhir. Namun aku kembali membaca kalimat terakhir. Diriku sesungguhnya? Apa maksudnya? Tentu saja aku vampir murni. Ah, kakek dengan kemampuan-membaca-masa-depan-yang-menyebalkan memang misterius. Lebih baik aku kembali tidur saja.

●●●

Flatshoes berwarna biru membungkus kedua kakiku yang tengah berjalan cepat melewati lapangan kampus. Sungguh mengesalkan! Dosen yang sudah kutunggu hampir dua jam, membatalkan janjinya untuk konsultasiku hari ini dan menundanya hingga minggu depan. Kenapa tidak bilang sejak awal?

Dert.. dert..

Tanganku merogoh ke dalam tas sambil terus berjalan, kuraih ponselku dan mengeluarkannya dari dalam tas.

Bugh..

"Aw," aku memekik dan terhuyung ke belakang.

Prak..

Ponselku! Aku menatap nanar pada benda pipih itu sebelum berjongkok memungutnya. Oh tidak, Arvel pasti akan memarahiku karena merusak hadiah darinya.

"Im sorry," suara bariton dari arah depanku membuatku mendongak. Aku menahan nafas saat lensa hitamnya menatapku intens. Pria supermarket!

"Let me help you," belum sempat aku menolak, kedua tangannya telah membantuku berdiri. "Aku akan mengganti ponselmu."

Aku mundur selangkah, sungguh aku tak tahan dengan aromanya! Seakan ada sesuatu yang bergejolak di dalam perutku. Aroma kayu manis bercampur anggur yang membuatku mual.

"Tidak perlu," ucapku sinis. "Anggap saja kita impas."

Dia menaikkan sebelah alisnya, "Impas?" Dia diam sejenak lalu terkekeh kecil. Ya ampun, kenapa tawanya begitu indah? Aku menggeleng memikirkan gagasan konyol seperti itu mampir di kepalaku. "Aku tidak mengharap imbalan dari membantumu, Nona."

"Well, terserah," aku menaikkan bahu tidak peduli. Lalu berjalan melewatinya.

"Tunggu," dia memegang lengan kananku. "Boleh aku tahu namamu?"

Kuhempaskan tangannya dariku, "Just call me Ms Vampire, Mr. Wolf."

Kulirik dirinya yang tersenyum miring, "Mengajakku bermain? Cukup mudah mendapatkan semua informasi tentangmu." Dia lalu mendekat dan berbisik lembut di telingaku, "Nice to meet you here, see you Avera Candance Foxter."

Setelah memberi kecupan ringan di pipi kananku, dia melangkah pergi menaiki mobil sport hitam yang berada di pinggir jalan.

Oh astaga, apakah dia baru saja menciumku?

●●●

"Kemana saja dirimu, Ave?" suara Arvel yang seperti menggeram -menyambutku yang memasuki rumah. Apakah dia marah?

"Maaf. Mobilku ada di kampus dan-"

"Kenapa ponselmu tak aktif? Demi Tuhan, Ave. Ini sudah jam dua pagi dan kau baru pulang."

Aku meringis, ini semua gara - gara mereka, Adrian dan Mr. Wolf.

"Ponselku rusak, lalu-"

"APA?" Arvel memekik membuat telingaku berdengung.

"Arvel, aku lelah. Biarkan aku istirahat. Aku berjanji, besok aku akan bercerita secara lengkap," ucapku dengan wajah memelas. Aku mengernyit ngilu saat luka- luka di punggungku masih berdenyut nyeri.

"Tidak bisa! Kau harus jelaskan sekarang,"

Aku berdecak dan berjalan tertatih menghampirinya. Setelah duduk dengan nyaman di sampingnya, aku menceritakan semua yang kualami mulai dari ponselku yang rusak dengan berbisik. Well, aku yakin dia masih bisa mendengar. Hal ini kulakukan agar tidak ada telinga lain yang mendengarnya.

"Lalu?" tanyanya semakin penasaran.

Lalu aku menceritakan bagian dimana aku melihat Adrian berjalan sendiri keluar area kampus. Tentu saja aku mengikutinya dari radius yang kupikir aman. Dia berjalan cukup jauh hingga saat sore berganti malam, langkahnya terhenti di depan hutan. Tak lama dia berjalan kembali memasuki hutan. Aku mengikutinya, namun tiba - tiba sosoknya menghilang.

Kutajamkan indra penciumanku dan menghirup aroma di sekitar. Tidak ada aromanya. Sial, aku kehilangan jejaknya! Kemana Adrian? Merasa gagal, kuputuskan untuk berbalik dan pulang. Selama setengah jam, aku terus berjalan dan sepertinya aku terus kembali ke tempat yang sama. Ini aneh, aku hafal benar hutan tempatku berburu ini. Namun, mengapa aku berjalan berputar - putar sepanjang waktu? Para serigala juga tak menunjukkan batang hidungnya.

"Sshh.. aku tidak mungkin tersesat," gumamku gusar. Kuputuskan untuk naik ke atas pohon dan ternyata aku benar - benar tersesat.

Setelah menimang - nimang berbagai ide yang muncul di otakku, kuputuskan untuk berlari menembus hutan dan well, aku semakin tersesat. Oh siapapun tolong aku!

Kusandarkan tubuhku pada pohon untuk beristirahat sejenak.

Kresek.. kresek..

Kedua mataku kembali membuka dan memandang sekeliling dengan waspada.

"Auu.. " terdengar suara para serigala melolong. Tak lama satu per satu serigala keluar dan muncul di depanku. Ada sekitar sepuluh werewolf yang memandangku dengan nafsu. Apakah mereka ingin membagi tubuh kecilku sebagai makan malam?

"Aw," aku melompat spontan ke atas pohon dan menatap malang pohon-tempatku bersandar telah roboh oleh cakaran serigala itu. Kurasakan perih di bagian punggung. Beraninya mereka merusak kaos favoritku! Aku menatap mereka marah dengan lensaku yang telah berubah merah.

"Kalian benar-benar.." Aku menerjang satu dari mereka dan menggigitnya hingga mati, tentu saja racunku bisa kugunakan di saat genting seperti ini. Dua serigala lain berlari ke arahku. Aku naik ke atas salah satunya dan menggigit punggungnya. Dia melolong keras sebelum menyusul temannya untuk mati. Kedelapan serigala yang tak terima itu berlari serempak ke arahku, serigala berwarna putih berhasil mendorongku tubuhku hingga terpental menubruk pohon hingga pohon tersebut ikut patah. Oh tulangku rasanya remuk.

Aku segera bangkit dan menghindar dari terjangan serigala berwarna cokelat. Mereka menyerangku lagi dan berkali - kali tubuhku terhempas ke sana - kemari. Pertarungan berlanjut hingga tersisa lima serigala di depanku saat ini. Aku sudah lelah dan bersiap melarikan diri, namun ternyata tulang pergelangan kakiku patah. Aku mendesis, dan menutup mata pasrah saat kulihat mereka berlima mulai mendekat. Rasa takut menjalar di hatiku dan tanpa sadar mulutku mengucapkan sesuatu yang membuat para serigala itu terpental dan mungkin pingsan atau mati. Aku tidak tahu dan hanya mengernyit bingung. Apa yang baru saja kulakukan?

"Auuu.." lolongan serigala kembali terdengar dan langkah kaki seseorang yang semakin dekat padaku membuatku mendongak. Pandanganku kabur saat melihat wajah yang sangat dekat denganku menatapku cemas. Kedua lensa hitamnya menatapku dalam, entahlah seperti ada berbagai emosi di dalamnya. Tangan kirinya mengusap pipiku lembut.

"Maafkan aku yang terlambat, kupastikan kau akan baik - baik saja," bisiknya yang masih sempat kudengar sebelum kegelapan meraihku masuk.

Saat aku sadar, aku telah berada di dalam mobil. Kulirik sekeliling dan menemukan seorang pria dengan wajah tegang tengah menyetir.

"Turunkan saja aku di sini," ucapku lirih.

"Tidak," dia menolaknya dengan tegas.

"Tsk. Apa susahnya untuk berhenti dan menurunkanku? Mr. Wolf, turunkan-aku-sekarang-juga!"

Citt..

Dia membanting stir dan berhenti mendadak hingga membuat tubuhku terpelanting ke depan. Syukurlah dia memakaikanku sabuk pengaman.

Kulepas sabuk pengamanku dan berniat turun, namun tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya erat.

"Lihatlah kondisimu, Nona. Aku akan mengantarmu sampai ke rumah."

"Aku baik - baik saja, Tuan- "

"Adelaise Armond, kau cukup memanggilku Elias."

Aku menaikkan alis, nama panggilannya berasal dari mana? Adelaise-Elias, aneh. Dan aku lebih aneh karena memikirkan hal kecil tak penting itu.

"Oke, Elias. Kau tak perlu mengantarku, sungguh. Kaummu hampir membunuhku dan-"

"Aku bukan mereka, aku tak mungkin melukai *mate-*ku!"

Aku berjengit mendengar suaranya yang meninggi dan apa? Mate?

"Apa maksudmu? Aku bukan *mate-*mu. Jadi biarkan aku pergi sekarang!" Aku menyentak tangannya dan dengan cepat keluar dari dalam mobil. Aku memandang sekitar dan bersyukur bahwa daerah ini sudah dekat dengan rumahku. Hanya butuh lima menit berlari. Ah sial, mungkin lima belas menit dengan kondisi kakiku sekarang.

Aku mulai berlari dengan menahan rasa sakit di tubuh, namun tiba - tiba kurasakan tubuhku terangkat dan aku berada dalam gendongan seseorang. Kedua tanganku reflek melingkari lehernya agar tidak jatuh.

"Apa yang kau lakukan?" Aku berteriak kesal padanya.

Elias hanya tersenyum sekilas sebelum berlari cepat membawaku pulang.

"Aku tidak akan mengucapkan terima kasih kepadamu, wolf," ucapku datar setelah turun dan berdiri tegak di depannya.

"Tidak masalah," dia mengedikkan bahu lalu tersenyum licik.

Aku menatapnya curiga, dia balas menatapku hangat yang justru membuatku salah tingkah. Berbalik aku membuka pintu pagar, tetapi sebuah tangan melingkari pinggangku dan dia memelukku erat. "Kuanggap hal inisebagai ucapan terima kasihmu. Jaga dirimu baik - baik, Ave."

Aku hanya menatap kosong punggungnya yang menjauh. Dengan perasaan campur aduk, aku masuk ke dalam rumah.

●●●

Terpopuler

Comments

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

klau elias bkn werewolf lalu dia siapa?

2020-05-31

1

noname

noname

siapa elias sebenarnya

2020-05-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!