Whispers of The Enchanted Realm

Whispers of The Enchanted Realm

Bisikan Dalam Mimpi

Aku terbangun dengan tubuh bersimbah keringat. Tubuhku menggigil ketakutan dan dahiku dipenuhi oleh keringat. Aku menyeka keringat di dahiku dengan punggung tanganku. Aku mengalihkan tatapanku ke seluruh penjuru kamarku.

Jantungku masih berdegup begitu cepat dan tak beraturan. Aku menatap telapak tanganku yang gemetaran. Aku menarik selimut yang tersingkap dari tubuhku dan kembali bergelung di dalam selimut.

Aku masih mengingat dengan jelas mimpiku. Sebenarnya sudah tiga kali aku mengalami mimpi yang sama. Seperti sebuah film yang selalu diputar ulang oleh alam bawah sadar ku. Namun ini bukanlah seperti film romantis yang sering aku tonton dengan teman-temanku di kampus ketika pulang kuliah, melainkan ini adalah sebuah mimpi buruk dan mengerikan yang tidak ingin aku alami dalam kehidupan nyata.

Kini aku kembali bergelung di bawah selimut dan berharap degup jantungku bisa melambat. Aku berbaring dengan tubuh meringkuk untuk meredakan rasa panik dan ketakutan yang masih belum sepenuhnya hilang akibat dari mimpi buruk yang aku alami barusan.

Aku kembali mengingat kejadian dalam mimpi itu. Di sana, aku sedang berdiri di sebuah tempat asing yang terasa begitu berbeda dengan dunia tempat tinggalku saat ini. Tempat itu seperti sebuah negeri dalam dongeng.

Di sana, aku melihat sebuah bangunan besar seperti istana yang begitu megah. Pilar-pilar yang menyangga bangunan itu begitu besar. Semua sudut di bangunan itu seolah dilapisi oleh emas. Bangunan itu tampak menyilaukan mataku. Aku mengernyitkan mataku oleh kilauan yang terpancar dari istana itu.

Kemudian aku melihat seorang pria dengan pakaian seperti jubah istana melangkah keluar dari istana itu. Pria itu menatap tepat ke arahku. Entah kenapa aku merasa tatapan pria itu seolah menembus ke dalam jiwaku. Aku membalas tatapannya dengan sorot kekaguman yang tidak aku sembunyikan.

Pria itu bertubuh tinggi dengan badan kekar. Jubahnya menjuntai hingga ke lantai tempat ia berdiri. Rambutnya yang panjang sebahu berwarna keemasan seperti bangunan tempat tinggalnya. Di bahu kirinya terdapat busur panah yang juga terbuat dari emas. Ah, apakah ini adalah tambang emas? Kenapa semua benda di sini seolah terbuat dari emas?

Pria itu masih menatap tajam ke arahku. Aku berdiri mematung di tempatku. Aku masih bingung bagaimana caranya aku bisa sampai ke tempat ini. Entahlah. Aku mengalihkan pandanganku berkeliling.

Aku melihat berbagai macam binatang yang menakjubkan. Ada rusa bertanduk emas yang menatapku dari balik pepohonan. Ada bunga-bunga indah yang belum pernah aku temukan di tempat asalku. Bahkan aku bisa melihat peri-peri kecil berterbangan dan menari-nari di balik pepohonan. Bahkan semua pohon di sini terasa seolah memiliki mata yang bisa melihatku.

Ini benar-benar negeri dongeng! Aku melihat seorang kurcaci yang melangkah keluar dari rumah pohon yang berukuran sangat besar bahkan sepertinya pohon itu jauh lebih besar dari rumahku. Kurcaci itu menatapku sekilas namun kemudian ia memalingkan wajah seolah aku adalah makhluk menjijikkan baginya.

Aku kembali menatap ke arah pria yang tadi mengenakan jubah kerajaan. Betapa terkejutnya aku ketika pria itu kini berdiri tepat di depanku! Aku bersumpah bahwa aku melihat pendar keemasan yang mengelilingi pupil matanya. Makhluk apakah ia sebenarnya? Aku yakin dia bukan manusia!

Aku melangkah mundur dengan gugup. Pria itu bergerak mendekat ke arahku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Pria ini mempesona sekaligus membuatku takut. Aku mengepalkan kedua tanganku di samping tubuhku.

"Sayangku," bisik pria itu.

Bisikan itu....

Ya, bisikan itu yang selalu hadir dalam mimpiku. Bisikan itu yang benar-benar terasa nyata. Aku bahkan tidak mampu membedakan apakah yang aku alami adalah mimpi atau kenyataan. Ini benar-benar terasa nyata.

"Cathleen," bisiknya seraya mengulurkan tangannya ke arahku.

Aku menatap ke arah tangannya yang terulur ke arahku. Mataku kembali menatap wajahnya.

"Datanglah padaku!" Kali ini bisikannya seperti perintah.

Aku mengulurkan tanganku ke arahnya. Tangan kami nyaris bersentuhan ketika mimpiku tiba-tiba berubah.

Aku tidak lagi berdiri di hadapannya. Kali ini aku berbaring di atas sebuah peti yang terasa keras. Pria itu berdiri tepat di atasku dengan pedang di tangannya. Aku mengerutkan dahiku menatap ke arahnya.

"Evander!" Jeritku ketika ia mengangkat pedang itu dan mengarahkannya tepat ke arah leherku.

Mimpiku berakhir.

Aku kembali ke duniaku sendiri. Sudah tiga kali aku mengalami mimpi buruk seperti ini. Terlebih lagi aku merasa seolah bisikan itu terdengar begitu nyata seolah bisikan itu hadir di duniaku saat ini. Aku merasakan bulu di leherku meremang mengingat kembali bisikan pria itu yang menyebut namaku.

Evander. Aku mengingat nama pria itu di dalam mimpiku. Siapa sebenarnya pria itu? Kenapa dia sepertinya menyuruhku untuk mendatanginya? Negeri apa sebenarnya yang merupakan tempat tinggalnya. Aku semakin penasaran.

Aku mencoba memejamkan mataku namun aku tak kunjung terlelap. Kilatan-kilatan tentang mimpiku selalu diputar ulang oleh otakku. Aku kembali mendengar dengan jelas suara pria itu ketika menyebut namaku. Bagaimana ia mengetahui namaku? Berbagai pertanyaan itu berkecamuk di dalam kepalaku.

Aku tidak akan bisa kembali terlelap. Aku memutuskan untuk keluar dari balik selimutku dan turun dari tempat tidurku. Aku melangkah keluar kamarku dan menuju ke dapur untuk mengambil minuman dingin.

Aku menuangkan segelas coke dan meminumnya dalam beberapa tegukan. Aku menghela nafas dalam untuk menenangkan diriku. Aku meletakkan gelas kosong itu ke atas meja makanku di dapur.

Aku kembali ke kamarku dengan perasaan yang berangsur-angsur jauh lebih tenang. Aku menutup pintu kamarku dan duduk di tepi tempat tidurku. Aku mengecek jam di ponselku. Ternyata ini masih tengah malam, batinku.

Aku tidak ingin kembali tidur. Aku takut mimpi itu kembali datang menghampiriku di alam bawah sadar ku. Aku memutuskan untuk berjalan ke arah jendela. Tirai jendela di kamarku tidak aku tutup. Aku berdiri di ambang jendela dan menatap ke arah luar.

Malam itu sinar rembulan begitu cerah. Kilau keemasannya mengingatkanku akan kilauan emas di negeri yang aku datangi dalam mimpi. Aku mendekapkan kedua tanganku di tubuhku ketika serangan panik itu kembali muncul.

"Cathleen,"

Bisikan itu...

Aku terlonjak kaget dan memekik pelan. Aku menutup tirai jendela kamarku dan aku berlari ke arah tempat tidurku. Aku naik ke atas tempat tidurku dan bersembunyi di balik selimut. Bayangan tentang pria itu kembali terbayang di balik pelupuk mataku. Semakin aku memejamkan mata, semakin jelas pula bayangan pria itu.

Aku melingkarkan tanganku memeluk lututku. Aku berbaring meringkuk di bawah selimut. Tidak! Ini hanya mimpi! Bisikan itu hanyalah mimpi buruk ku saja! Aku meyakinkan diriku sendiri.

Terpopuler

Comments

Sinta Chan

Sinta Chan

lanjut kan

2023-09-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!