"Bagaimana aku bisa mempercayaimu?" Aku memberanikan diri untuk berbicara dengan suara lantang.
Ia tersenyum alih-alih menjawab. Ia melangkah mendekatiku namun aku semakin melangkah mundur untuk menghindarinya. Akhirnya ia menghentikan langkahnya. Ia menatapku dengan tatapan takjub. Apakah pria seperti dirinya benar-benar tertarik kepada gadis miskin dan biasa saja sepertiku? Tidak mungkin.
"Jika kau memberiku kesempatan untuk bisa mengenalmu, aku akan menunjukkan pintu rahasia itu."
Pintu rahasia? Aku kembali mengingat tentang cahaya itu. Cahaya yang membawaku kemari. Cahaya yang merupakan sebuah pintu yang membuatku terdampar di tempat misterius ini.
"Tempat apa ini?" tanyaku dengan suara pelan .
"Selamat datang di Woodland Realm." Ia membungkukkan badannya dan mengulurkan tangan kanannya ke arahku.
Mungkin ini adalah kebiasaan di tempat ini. Aku seperti mengalami perbedaan budaya dan kebiasaan di sini.
"Apakah ini adalah negeri para peri?" Tanyaku tidak bisa menyembunyikan ketakjuban dalam nada suaraku.
"Lebih dari itu," jawabnya seraya tersenyum.
Berhentilah tersenyum seperti itu! Jeritku dalam hati. Senyum itu seolah membuatku ingin berlari ke arahnya. Jika saja aku tidak sedang berada di sebuah negeri yang entah berada di dimensi mana, pastilah aku akan berlari ke dalam pelukannya tanpa pikir panjang.
"Kau janji akan memberi tahuku tempat pintu rahasia itu?"
Ia mengangguk dengan mantab.
"Jika aku menolak?" tantangku dengan dagu terangkat.
Ia tertawa. Aku mengerucutkan bibirku dengan jengkel.
"Jika kau menolak tawaranku, maka kau tidak akan bisa menemukan pintu itu. Itu artinya ...," Ia sengaja tidak meneruskan kalimatnya.
"Itu artinya aku tidak bisa kembali ke rumahku," bisikku lebih kepada diriku sendiri.
Ia kembali mengangguk. Setelah mepertimbangkan beberapa saat, aku mulai merasa bahwa aku harus menyetujui kesepakatan ini bersamanya. Toh, aku membutuhkan pintu rahasia itu untuk bisa kembali pulang.
"Baiklah, aku akan ikut denganmu ke istana." Jawabku dengan mantab.
Ia tersenyum sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Aku menyukai perempuan tegas seperti dirimu."
Aku mengabaikan pujiannya. Ia kembali melangkah mendekat ke arahku. Kali ini aku tidak mundur untuk menjauhinya. Aku berdiri di tempatku menunggunya. Ia berhenti tepat beberapa langkah di hadapanku. Ia menatapku dengan tatapan kekaguman yang tidak disembunyikan. Aku membalas tatapannya.
Tenggorokanku tercekat. Ia benar-benar tampan. Ia semakin terlihat tampan dari jarak sedekat ini. Aku melihat pendar keemasan yang mengelilingi iris matanya.
"Aku Evander. Raja di Woodland Realm." ia mengucapkannya dan meraih tanganku serta mendekatkan tanganku ke bibirnya dan mencium lembut punggung tanganku.
Raja di tempat ini? Apakah ia memiliki seorang ratu yang sedang menunggunya di istananya? Entahlah, nanti akau akan segera mengetahuinya.
"Cathleen," balasku.
"Aku sudah tahu," tukasnya dan tertawa.
Aku tidak mengucapkan apa-apa. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
"Ayo, kita ke istana." Ia hendak menggandeng tanganku namun aku mengelak.
"Kau duluan saja, aku akan mengikuti mu di belakangmu."
Ia tertawa namun segera menuruti permintaanku. Ia berbalik dan melangkah dengan berwibawa. Aku berjalan mengikutinya di belakangnya. Ia tidak menoleh sekalipun ke belakang. Mungkin ia yakin aku tidak akan melarikan diri.
"Cathleen, apa kau menyukai tempat ini?" Ia bertanya tanpa menoleh.
"Hmmm..." Aku berjalan seraya melihat-lihat ke sekeliling. Sebenarnya ini memang tempat yang begitu menakjubkan. Hanya saja tempat ini terasa tidak nyata. Lalu kenapa aku bisa tersesat di temat seperti ini?
"Apakah kau menyukai tempat ini?" Ia mengulangi pertanyaannya.
"Lumayan," ujarku singkat.
Aku bisa mendengar dia menahan tawa karena mendengar jawabanku. Aku menatap punggungnya. Jubah itu terasa begitu mewah dan megah menjuntai dari atas bahunya hingga ke kaki. Mahkota di kepalanya juga semakin meyakinkan diriku bahwa pria yang sedang berjalan di depanku bukanlah manusia dari tempat asalku.
Ia tidak bertanya lagi. Kami berdua berjalan dalam keheningan. Aku tidak tahu kenapa dia tidak lagi menanyakan hal-hal sederhana seperti tadi padaku. Apakah ia menyesal telah mengajakku kemari? Entahlah. Aku merasa kami telah berjalan selama beberapa menit hingga akhirnya aku melihat istana itu berdiri megah di hadapanku dengan pendar keemasannya yang menyilaukan mataku.
Evander menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ku.
"Selamat datang di istanaku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments