"Aku harus segera kembali ke istana. Ada beberapa hal mendesak yang perlu aku bicarakan dengan Orin." Evander menjelaskannya pada kami.
Baltazar membalas tatapannya.
"Terimakasih!" ujar Baltazar padanya.
"Kau tahu, kau tidak perlu berterimakasih!" Evander tertawa ke arahnya.
Aku melihat keakraban mereka berdua. Mungkin benar ketika Evander mengatakan padaku bahwa Baltazar lebih dari seorang pengawal istana baginya. Saat ini aku benar-benar melihat kedekatan mereka berdua. Bahkan aku bisa yakin bahwa mereka berdua akan saling melindungi satu sama lain tanpa diminta.
"Bagaimanapun, tadi aku takut kau akan termakan oleh tuduhan palsu itu," lanjut Baltazar.
"Aku tidak setolol itu!" seru Evander.
Azelyn mendengus dan membuat kami bertiga kaget karena aroma sulfur yang keluar dari cuping hidungnya.
"Baltazar, tolong jaga Cathleen selama aku pergi ke istana. Nanti aku akan kembali menemui kalian. Pergilah berjalan-jalan dan tunjukkan tempat-tempat indah di Woodland padanya," jelas Evander seraya menunjuk ke arahku.
"Baiklah," balas Baltazar dan mengangguk ke arah Evander.
"Azelyn akan menemani kalian," ujarnya.
"Kapan kau akan kembali?" tanyaku ke arah Evander.
Ia memiringkan bibirnya membentuk sebuah senyum miring yang menghiasi wajah tampannya. Rasanya seolah aku tidak ingin berpisah terlalu lama dengannya.
"Tidak akan lama. Bersenang-senanglah!" Dia menepuk pundakku lalu berjalan pergi.
Aku melihatnya pergi. Setelah ia menghilang, aku menoleh ke arah Baltazar yang saat itu sedang menatapku. Aku tersenyum ke arahnya.
"Bagaimana kau bisa tertangkap begitu?" tanyaku padanya.
"Tadinya aku sedang berjaga di bagian belakang istana, tiba-tiba Dalish muncul dan menyerangku dengan sihirnya. Aku tidak sempat membalasnya. Dia kemudian memborgol tanganku dan menyerahkan ku pada sipir penjara. Entah apa yang dipikirkan Dalish hingga ia melancarkan tuduhan palsu terhadapku seperti ini."
"Sepertinya ia adalah orang yang berbahaya," bisikku.
"jangan dekat-dekat dengannya," ujarnya mengingatkan.
"Toh, aku tidak akan tinggal terlalu lama di sini." Aku mengucapkannya sambil mengangkat bahuku.
Baltazar terdiam mendengar ucapanku. Aku menoleh ke arahnya. Ia memiliki wajah yang ramah. Sama seperti kebanyakan kaum elf, ia memiliki paras yang tampan dan tidak manusiawi.
"Mungkin sebaiknya kita pergi melihat-lihat sekeliling wilayah ini," ujarnya dan tertawa bersemangat.
Aku mengangguk antusias.
Kami bertiga berjalan meninggalkan halaman penjara. Aku tidak tahu kenapa aku dan Baltazar memilih berjalan bersama Azelyn bukannya menungganginya. Mungkin itu tidak boleh dilakukan oleh pengawal istana. Naga hanya boleh ditunggangi oleh pemiliknya.
Kami mengarah ke arah taman.
"Kau terlihat begitu akrab dengan Evander," ujarku santai.
"Ya, begitulah," balasnya.
"Apakah kalian berdua bersaudara?" tanyaku kemudian.
Dia terdiam seolah memikirkan jawabannya.
"Ya, mungkin memang kami berdua adalah sepasang saudara. Aku dan dia akan saling melindungi. Kami telah terikat sumpah untuk saling melindungi meskipun dengan mempertaruhkan nyawa. Sumpah kaum elf adalah sumpah yang mengikat," jelasnya.
Aku mengangguk meskipun aku tidak benar-benar memahami apa yang dia katakan. Lantas untuk apa mereka berdua diikat oleh sumpah seperti itu, pikirku.
"Sudah berapa lama kalian menjalani kehidupan seperti ini?" tanyaku kemudian.
"Lebih lama dari yang pernah kau bayangkan."
Aku tertawa mendengar jawabannya. Dia benar-benar persis Evander.
"Kau terdengar sama persis dengannya," tawaku.
Ia tertawa mendengar ucapanku.
"Sudah berapa lama Evander menjadi raja di tempat ini?"
Kali ini pertanyaanku seolah menarik perhatiannya. Ia menatap ke kejauhan selama beberapa detik.
"Dulu kami berdua hidup bebas. Kami bebas bepergian ke manapun kami mau. Kami bebas berpetualang. Hingga suatu hari, terjadi pemberontakan di hutan yang menyebabkan kematian Raja dan Ratu kami. Sejak saat itu Evander menjadi penerus tahta. Namun, hari-hari setelah itu aku jarang melihatnya tertawa ceria. Hingga hari ini aku melihatnya kembali tertawa ketika memandangi dirimu." Ia menghentikan kalimatnya dan menatapku dengan serius.
"Bagiamana dia tahu tentang aku?" tanyaku berbisik.
"Aku tidak tahu," bisik Baltazar. "Yang aku tahu hanyalah bahwa belakangan ini dia sering menyebut namamu, hingga kemarin kau tiba-tiba muncul di sini," lanjutnya.
"Aku menemukan sebuah pintu di hutan yang tidak sengaja membawaku ke sini," lanjutku.
Ia mengangguk seolah memahami apa yang terjadi.
"Mungkin kau memang terpanggil ke tempat ini," lanjut Baltazar.
"Terpanggil? Apa maksudmu?" Aku menghentikan langkahku.
"Entahlah, aku merasa bahwa kau adalah Yang Terpilih."
Aku tidak mengerti apa yang ia katakan. Yang Terpilih? Entahlah. Terlalu banyak teka-teki yang memutari otakku saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments