Emosi yang dirasakan oleh Azelyn mengalir dengan intensitas yang begitu kuat dan memenuhi benakku dengan luapan rasa sedih yang begitu mendalam. Mustahil untuk tidak ikut merasakan kesedihannya.
Tatapanku kini terpaku ke arah wajah murka Evander yang berdiri dengan tubuh kaku menatap kekacauan yang ada di depan matanya.
"Siapa yang berani melakukan ini?" Teriaknya sekali lagi.
Tak ada jawaban yang muncul. Kami hanya bertiga di tempat ini. Tak ada orang lain yang aku lihat di sini. Apakah ini artinya ada seseorang yang sengaja melakukan hal ini untuk membuat Sang Raja murka? Siapakah yang dengan berani menantang kekuasaan Evander?
Sepertinya aku datang di tempat dan waktu yang salah. Baru beberapa saat yang lalu aku menikmati keindahan tempat ini, saat ini tiba-tiba aku seolah berdiri di tengah kekacauan.
"Apa yang terjadi?" bisikku lebih kepada diriku sendiri dibandingkan kepada mereka berdua.
"Sepertinya seseorang sengaja ingin membuatku murka." Evander nyaris mendesis ketika mengatakannya.
Suaranya membuatku ketakutan.
"K-knapa?" tanyaku tergagap.
Evander tidak menjawab. Aku mengalihkan tatapanku ke arah Azelyn yang masih tertunduk lesu menatap puing-puing dan juga cangkang telur yang tampak hancur. Aku bisa memahami kesedihannya.
"Ayo, naiklah!" Evander memberi isyarat kepadaku untuk segera naik ke punggung Azelyn.
Aku berlari ke arah mereka berdua. Azelyn tampak berusaha untuk menegakkan tubuhnya. Aku terlalu takut untuk bertanya.
"Kita harus segera kembali ke istana." Evander berkata dengan tegas dan dingin.
Aku segera naik ke atas punggung Azelyn dan duduk di atas pelana. Evander duduk di belakangku seperti tadi. Aku memasang sabuk pengamanku sendiri. Ku rasa Evander tidak akan melakukannya kali ini. Pastilah pikirannya sedang kacau kerena peristiwa yang baru saja kami lihat.
Aku merasakan Azelyn bersiap untuk terbang. Dia mengepakkan sayapnya dengan kuat. Ia kembali meraung sebelum berlari dan terbang. Kami bertiga sudah mengudara. Namun terbang kali ini terasa berbeda. Kami terbang dalam keheningan.
Aku merasakan angin menerpa wajahku. Aku mengernyitkan mata ketika angin itu terasa menampar wajahku dengan kencang.
"Maafkan aku," bisik Evander.
"Untuk apa?" Aku menoleh ke arahnya.
"Seharusnya kau bisa menikmati hari ini dengan nyaman, tapi kekacauan itu ... "
"Sudahlah, tidak apa-apa." Aku memotong kalimatnya.
Aku merasakan dirinya menghembuskan nafas dengan berat.
"Ini tidak pernah terjadi sebelumnya," ujarnya pelan. Suaranya mengisyaratkan betapa lelah dirinya.
Apakah dia menyimpan beban yang begitu berat selama ini? Mungkin beban yang ia pikul di pundaknya tidaklah mudah. Menjadi raja tidaklah semudah bayanganku.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanyaku.
"Pertama, kita harus segera kembali ke istana." Ia menghentikan kalimatnya.
"Lalu?"
"Lalu, aku akan mencari bedebah sialan ini!" Kali ini aku mendengar nada ancaman yang jelas kentara dalam suaranya.
Siapa sebenarnya sosok yang sengaja menantang Evander? Pikiran ini menghantui benakku.
Kami terbang selama beberapa menit. Kami melewati air terjun yang tadi kami lewati. Aku tahu bahwa kami hampir sampai di istana. Saat ini aku bisa melihat bagian atas istana yang berpendar keemasan. Azelyn terbang lebih cepat. Rambutku berkibar dan menampar wajahku. Aku mengernyit kesakitan.
Beberapa detik kemudian kami sudah mendarat di halaman istana. Evander turun dari punggung Azelyn dan aku segera menyusulnya. Kami disambut oleh Baltazar. Aku melihat Evander mengucapkan sesuatu padanya dan seketika wajah Baltazar menegang. Setelahnya ia berlari meninggalkan kami ke arah istana.
Aku menunggu apa yang akan terjadi kemudian. Beberapa detik setelah Baltazar menghilang ke dalam istana, terdengar bunyi terompet yang panjang dan nyaring. Mungkin ini adalah terompet darurat.
Setelah bunyi terompet itu berakhir dan disusul keheningan, aku melihat berbondong-bondong orang datang mendekat ke arah halaman istana. Rombongan itu terbagi menjadi beberapa kelompok.
Ada sekelompok orang yang berpakaian seperti pasukan pertahanan istana yang terdiri dari pria bertubuh tinggi dan kekar. Ada pula sekelompok orang berpakaian jubah berwarna hitam dengan tudung yang terpasang di kepalanya sehingga aku tidak dapat melihat wajah mereka.
Aku melirik ke arah pepohonan dan melihat hewan-hewan juga seolah berdiri dengan siaga di balik pepohonan. Bahkan para peri kecil pun berhenti terbang dan menyanyi seolah mereka tahu bahwa ada situasi yang sangat genting yang sedang terjadi.
Setelah semua orang berkumpul di halaman istana, Baltazar berjalan dengan tegap dan berdiri di belakang Evander. Apakah mungkin dia lebih dari sekedar pelayan yang menyiapkan jamuan untuk kami tadi. Jika dilihat dari posisi berdirinya saat ini, sepertinya dia adalah pengawal pribadi Evander.
"Segenap warga Woodland Realm!" Suara Evander memecah keheningan yang terjadi di halaman istana. "Saat ini aku menemukan bahwa ada seseorang yang dengan terang-terangan menentangku!" Tambahnya.
Aku menatap ke arah semua yang hadir di halaman. Mereka semua terdiam. Mungkin mereka semua merasakan kepanikan yang sama.
"Barusan ada seseorang yang sengaja merusak Lembah Naga dan menghancurkan telur naga," jelasnya.
Aku mendengar Azelyn mendesis dan mengeluarkan asap berbau belerang dari cuping hidungnya. Beberapa pria yang berpakaian seperti pengawal tampak terkejut dan terkesiap. Tatapanku beralih ke arah kelompok yang mengenakan jubah dan tudung. Aku tidak bisa melihat ekspresi wajah mereka.
"Jelas ini adalah sebuah pengkhianatan yang tidak akan bisa aku maafkan!" Seru Evander.
Tidak ada jawaban dari arah kerumunan. Mereka semua masih terdiam.
"Aku membutuhkan kekuatan para penyihir istana untuk menemukan siapa dalang di balik kekacauan ini!" Evander mengarahkan tatapannya ke arah sekelompok orang yang mengenakan jubah.
Penyihir! Ya, mereka adalah sekelompok penyihir istana. Pantas saja pakaian mereka tidak seperi pakaian yang lainnya. Mungkin setiap kelompok di sini memiliki ciri khas tersendiri.
Tatapanku kembali terpusat pada sekelompok penyihir yang sampai saat ini belum membuka tudung jubahnya. Aku penasaran seperti apa wajah mereka. Tiba-tiba seseorang dari mereka maju beberapa langkah ke depan. Mungkin dia adalah pemimpin kelompok itu.
Aku melihat ke arah penyihir yang saat ini berdiri di paling depan. Tiba-tiba penyihir itu menyingkap tudung di kepalanya. Aku membelalak ketika tudung yang tersingkap itu menampakkan sebuah wajah yang begitu cantik dengan rambut pirang terang seperti emas. Mungkin seperti inilah kecantikan elf wanita!
Wanita itu menengadahkan wajahnya. Aku melihat telinganya yang runcing khas kaum elf. Wajahnya begitu cantik dan bibirnya merah seperti bunga mawar. Tatapanku tertuju ke arah matanya yang saat itu sedang menatapku dengan sorot mata penuh kebencian! Aku merasakan tenggorokanku tercekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments