"M-menunggangi naga?" tanyaku tergagap.
Evander mengerling ke arahku kemudian tatapannya beralih ke arah naga emas itu yang saat ini sedang mengibas-ngibaskan sayapnya dan membuatku mengernyitkan mata karena silau oleh pendaran cahayanya.
"Ayo!" serunya dan meraih tanganku dengan semangat yang begitu berapi-api.
Dia berlari dan menarik tanganku. Kami berdua berlari mendekati naga itu. Kami berhenti di samping tubuh naga raksasa itu. Aku melihat naga itu dari jarak sedekat ini dan benar-benar terpana oleh keindahan sisik-sisiknya yang berkilauan. Kepala naga itu menoleh ke arah kami. Aku mencium bau asap yang berasal dari cuping hidungnya.
Naga itu mendekatkan moncongnya ke arahku dan seketika aku melangkah mundur dengan tegang.
"Tidak apa-apa!" ujar Evander dengan senyum menenangkan.
Aku mengangkat sebelas alisku ke arahnya. Ia tertawa melihat ekspresi wajahku.
"Ia tidak akan melukaimu! Iya kan, Azelyn?"
Aku menatap mereka berdua secara bergantian. Apakah Evander benar-benar mengajak naganya berbicara? Sudahlah, ini kan negeri dongeng kataku memperingatkan diriku sendiri.
"Cathleen, dia bilang dia senang bertemu denganmu!" Evander mengucapkannya dengan raut wajah bahagia yang jelas terpancar dari wajahnya.
Aku menelengkan kepalaku mendengar apa yang baru saja ia katakan.
"Kau benar-benar berbicara dengannya?" tanyaku dengan menunjuk ke arah moncong naga itu.
"Kemarikan tanganmu!" perintahnya padaku.
Aku menurut saja. Aku mengulurkan tangan kananku ke depan. Evander meraih tanganku dan menempelkannya ke bagian samping wajah naga emas itu. Aku memekik lemah saat merasakan sensasi hangat yang menjalari tanganku. Sisik naga itu terasa begitu hangat dan keras.
Tiba-tiba aku merasakan sensasi aneh yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku seperti mendengar sebuah suara dari dalam kepalaku. Tapi suara siapa yang aku dengar itu?
"Senang bertemu denganmu, Tuan Putri!"
Aku menoleh ke arah Evander dengan tatapan terpana.
"Apa ini?" tanyaku ternganga.
Evander tertawa melihat ekspresi wajahku yang mungkin tampak lucu saat ini.
"Itu adalah caranya berkomunikasi," jelasnya.
"Apakah dia akan mengerti apa yang aku katakan?" tanyaku penasaran.
"Coba saja katakan sesuatu padanya lewat pikiranmu."
Aku menuruti apa yang dikatakan Evander. Aku masih menempelkan telapak tanganku di bagian samping kepalanya dan mencoba mengirimkan pikiranku terhadapnya.
"Apakah kau tahu namaku?" Aku mencoba mengucapkan itu dalam pikiranku.
"Tentu saja, Cathleen!" Bersamaan dengan jawaban yang aku terima, aku melangkah mundur dengan kaget ketika naga itu menghembuskan nafas dari cuping hidungnya dengan suara seperti cegukan.
"K-kenapa dia?" tanyaku menoleh ke arah Evander.
"Dia tertawa, Nona!" Celetuk Evander sambil tertawa.
Aku kembali melihat ke arah naga itu.
"Jangan menyebutku dengan sebutan 'naga', panggil aku dengan namaku! Azelyn"
Aku kaget ketika mendengar suaranya di kepalaku. Padahal aku tidak menempelkan tanganku di kepalanya. Kenapa ia masih bisa berkomunikasi denganku?
"Ada apa?" tanya Evander. Sepertinya ia mengerti bahwa ada sesuatu yang membuatku bertanya-tanya.
"Aku mendengarnya berbicara padaku, padahal aku tidak menempelkan telapak tanganku padanya." Aku melihat Evander dengan pandangan bertanya.
Evander mengerutkan alisnya mendengar pertanyaanku. Ia tidak menjawab pertanyaanku melainkan menatap ke arah Azelyn.
Mereka berdua saling bertatapan. Mungkin mereka sedang berbicara lewat telepati, pikirku. Setelah beberapa menit berlalu, Evander kembali menatap ke arahku.
"Biasanya Azelyn hanya berkomunikasi denganku secara pribadi lewat telepati. Ia hanya akan mengizinkan beberapa orang di istana, selain diriku, untuk berbicara dengannya lewat sentuhan seperti yang tadi kau lakukan. Namun itu hanya tentang urusan kerajaan saja. Ia menutup pikirannya dari orang lain. Hanya denganku lah dia membuka pikirannya. Jika ia membuka pikirannya dengan dirimu, itu artinya dia menyukaimu." Jelasnya.
Aku mencoba mencerna apa yang baru saja ia jelaskan. Lalu, jika ia menyukaiku, apakah itu adalah hal yang baik atau buruk bagiku? Aku tidak tahu.
"Ayo kita terbang!" Suara Evander membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh ke arahnya. Ia tampak begitu bersemangat.
"Aku sudah memasang pelana di punggungnya, jadi kau tidak perlu khawatir. Ayo naiklah!" Ia menunjuk ke arah tali yang serupa dengan tangga yang terjuntai di bagian samping tubuh Azelyn.
Ia menyuruhku untuk memanjat dan aku menurutinya. Aku melirik ke bawah dan mendapati ia telah memanjat di bawahku. Aku terus naik hingga sampai di punggung Azelyn. Di atas sudah ada pelana yang terbuat dari bahan kuit yang begitu empuk dan nyaman. Aku duduk di pelana itu. Tak lama kemudian, Evander menyusul ku. Ia duduk tepat di belakangku.
Ia memasangkan sabuk pengaman di pahaku yang membuat pahaku terikat dengan tubuh Azelyn.
"Begini lebih aman," bisiknya di telingaku.
Entah kenapa, mendengar suaranya berbisik di telingaku seperti saat ini, membuat jantungku berdebar.
Ia meraih tanganku dan mengarahkannya untuk berpegangan ke pegangan pelana. Aku memegang pegangan pelana itu dengan begitu erat sampai buku jariku memutih. Aku mendengar Evander tertawa rendah melihat ku berpegangan begitu erat.
"Kau tidak akan jatuh!" tawanya.
"Aku hanya berhati-hati," tukasku.
"Baiklah, kita siap terbang!" serunya.
Aku merasakan adrenalinku bergejolak menyadari bahwa sebentar lagi aku akan terbang menunggangi naga! Hewan yang dulunya hanya aku baca di dalam kisah-kisah yang menemaniku selama ini. Saat ini aku benar-benar akan terbang.
Aku terhuyung ketika merasakan gerakan Azelyn, namun Evander memeluk pinggangku dari belakang. Aku merasakan jantungku berdebar-debar. Entah karena aku akan terbang atau karena pelukan Evander. Mungkin karena keduanya, batinku.
Perlahan Azelyn menegakkan tubuhnya dan ia mengeluarkan suara mirip gemuruh yang berasal dari tenggorokannya. Seketika aku melihat kobaran api yang keluar dari moncongnya.
"Ah, tampaknya dia terlalu berlebihan." Ujar Evander di telingaku.
Azelyn mengepakkan kedua sayapnya dan puff.... Kami terbang!
Angin mengibarkan rambutku dan menerpa wajahku.
"Wow!" Aku berseru kegirangan.
Aku benar-benar terbang!
Azelyn membawa kami terbang semakin tinggi dan cepat. Angin semakin menampar wajahku hingga aku mengernyitkan mata. Aku merasakan pelukan Evander semakin mengencang di pinggangku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Jantungku semakin berdebar.
Kenapa jantungku berdetak secepat ini, tanyaku dalam hati. Aku mencoba mengalihkan perhatianku dari pelukan Evander dengan melihat sekeliling. Kami sudah terbang tinggi. Aku bisa melihat burung elang yang terbang dari jarak dekat. Elang itu terbang menghindar seolah takut untuk menghalangi jalan kami.
"Apa kau menyukainya?" tanya Evander di telingaku.
"Ya," jawabku dengan antusias.
Aku merasa begitu bersemangat. Aku bahkan merasa bahagia! Selama ini hidupku terasa membosankan dan monoton, tapi hari ini aku benar-benar merasa lebih hidup dibandingkan biasanya.
Tiba-tiba aku merasakan Evander menyandarkan kepalanya di bahuku. Anehnya, aku merasa nyaman. Bagaimana jika rasa nyaman ini menjebak ku di sini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments