Kebun Buah

"Apa maksudmu?" tanyaku.

Baltazar menghentikan langkahnya dan menatapku dengan serius. Azelyn juga berhenti dan memiringkan kepalanya.

"Entahlah, aku tidak tahu pasti. Aku merasa bahwa kau datang ke tempat ini karena memang tempat inilah yang memanggilmu. Karena mustahil hutan ini mengizinkan seorang manusia untuk bisa menembus wilayah ini. Hutan ini dilindungi oleh sihir yang begitu kuat agar tidak ada yang bisa menerobosnya dari luar." Ia menjelaskannya sambil seolah berpikir dengan begitu dalam.

"Belakangan ini, aku sering sekali bermimpi tentangnya," bisikku.

Baltazar mengernyitkan dahinya dan menatapku lama.

"Maksudmu?" tanyanya.

"Aku sering sekali bermimpi tentang Evander. Aku bahkan seolah mendengarnya menyebut namaku. Seolah itu adalah suara yang begitu nyata. Hingga kemarin aku menemukan sebuah pintu yang mengarahkan aku ke sini dengan tanpa sengaja," balasku.

"Berapa kali kau bermimpi seperti itu?" tanyanya.

"Mimpi itu selalu terulang berkali-kali. Dan bisikan itu seolah terdengar begitu nyata," balasku.

"Benar saja, mungkin memang kau adalah orangnya." Ia nyaris membisikkan kalimat itu.

"Apa artinya?" Aku merasakan bulu di leherku merinding. Aku merasa seolah ini bukan hal baik bagiku.

"Entahlah," jawab Baltazar dan menoleh ke arah Azelyn.

Azelyn mengedipkan mata dengan perlahan ke arahku.

"Azelyn juga terlihat tertarik padamu," seru Baltazar.

Aku mengangguk.

"Kau bilang, hutan ini tidak dapat ditembus dari luar?" tanyaku lagi.

Ia mengangguk ke arahku.

"Dulu pernah ada peperangan antara kaum elf dengan manusia. Manusia-manusia serakah ingin menguasai hutan kami. Hingga suatu hari terjadi peperangan yang menewaskan banyak kaum elf dan membuat hutan kami mengalami kerusakan yang begitu parah. Setelah Evander naik tahta, kami mengumpulkan penyihir-penyihir terkuat untuk membuat dinding pembatas," jelasnya.

"Lalu kenapa aku bisa menemukan pintu itu?" tanyaku kemudian.

"Mungkin karena kaulah Yang Terpilih." ulang Baltazar. "Oh ya, bagaimana kelanjutan mimpimu?" tanyanya penasaran.

"Aku melihat Evander mengayunkan pedang yang diarahkan tepat ke leherku," bisikku.

Baltazar terkesiap mendengar penjelasanku. Matanya melotot dan ia mengalihkan pandangannya dariku. Aku kembali merasakan ketakutan yang mendalam ketika kembali teringat bagian akhir dari mimpiku.

"Tidak mungkin!" bisik Baltazar.

"Apa arti dari mimpi itu?" tanyaku padanya.

"Aku tidak tahu," ia menggeleng pelan. Namun aku merasa seolah ia menyembunyikan sesuatu dariku yang merupakan hal yang sudah sangat ia ketahui. Mungkin ia sengaja ingin merahasiakannya dariku.

"Sudahlah, ayo akan ku tunjukkan kau berbagai macam buah-buahan yang menakjubkan di sini!" Ia sengaja mengalihkan topik pembicaraan.

Ia berjalan dengan cepat agar aku mengikutinya. Kami bertiga sampai di tempat yang bisa kusebut dengan surga buah-buahan. Di sana ada berbagai macam jenis buah yang terlihat begitu menggiurkan.

"Kau boleh memetiknya dan memakannya dengan bebas!" serunya.

Aku berjalan dengan pandangan takjub mengelilingi tempat itu. Aku seolah merasa sedang berada di surga buah! Aku memetik sebuah apel merah yang nampak ranum dan menggigitnya. Apel ini terasa jauh lebih manis daripada apel yang ada di kotaku.

Aku kembali berjalan dan memetik anggur hijau yang berukuran besar. Aku kembali memakannya dengan lahap.

"Nampaknya kau kelaparan." Tawa Baltazar menarik perhatianku.

Aku tersenyum malu. Mungkin aku terlihat terlalu rakus, pikirku.

"Makanlah apapun yang kau suka," suara Azelyn terdengar dalam pikiranku.

"Tentu saja!" tawaku.

Baltazar menemaniku berjalan mengelilingi kebun buah itu. Ia adalah sosok yang periang.

"Ceritakan padaku tentang petualanganmu dan Evander!" bujukku.

Ia memonyongkan bibirnya dan seolah berpikir.

"Evander adalah sosok yang ceroboh. Pernah sekali ia terjatuh dari tebing hanya karena ia ingin mengejar rusa bertanduk emas yang saat itu sedang berlarian di tepi air terjun. Untunglah aku bisa membuatnya nyangkut di ranting pohon yang tumbuh di tebing dengan kemampuan sihirku." Ia tertawa mengingat kejadian konyol itu.

"Benarkah?" tanyaku tidak bisa menahan tawa .

"Apakah seorang raja bisa seceroboh itu?" tanyaku.

"Peristiwa itu terjadi ketika sebelum adanya penyerangan," ujarnya dengan nada murung. Mungkin peristiwa perang yang ia ceritakan tadi sudah mengubah banyak hal di sini.

Aku dan Baltazar mengernyit ketika tiba-tiba Azelyn meraung seolah ia kesakitan.

"Ada apa?" tanyaku ke arahnya.

"Evander terluka," Azelyn murka.

"Apa?" pekikku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!