Senja Di Batas Kota
"Dasar Anak kurang ajar!"
Plak!
Sebuah tamparan bagai kilat mendarat begitu cepat ke wajah mulus seorang gadis. Tamparan yang begitu kuat menyebabkan wajah cantik gadis tersebut tertoleh ke samping dengan mata yang melebar sempurna.
Terdapat sedikit titik darah di sudut bibirnya, mungkin karena spontan tergigit. Warna merah terlihat jelas di atas kulit putihnya yang telah tertutup helaian rambut. Matanya pun berkaca-kaca.
Tangannya terangkat, menyusup di balik rambut panjang tergerai itu untuk mengusap pipinya yang terasa panas menjalar hingga ke hati.
Sekuat hati menahan agar tak ada air mata yang menetes, gadis itu pun tampak begitu tenang. Namun siapa sangka jika di dalam hatinya saat ini sedang remuk redam.
Tak ada teriakan ataupun rengekan. Seakan itu adalah hal yang sudah biasa gadis itu jalani.
"Kamu pikir siapa dirimu hingga berani melawanku! Pokoknya kamu harus ikut denganku sekarang juga! Tugasmu di sini hanya melayani Tuan Albert dan raup banyak uang darinya!"
Bentakan Pria paruh baya di hadapannya tersebut terdengar menggema. Menusuk gendang telinga dan kembali menggores hatinya.
Lelaki di hadapannya terus menatap tajam, rahangnya mengeras. Kilat matanya yang begitu nyalang menggambarkan kemarahan yang begitu dahsyat. Apa yang sudah dilakukan gadis itu hingga lelaki dengan rambut yang sebagian telah memutih tersebut begitu murka padanya?
Gadis bernama Senja itu pun masih terpaku. Nama yang begitu indah dan memiliki berjuta makna.
Bibir Senja seakan kelu untuk mengeluarkan satu patah kalimat saja. Kata 'melayani' terasa merobek harga dirinya. Apakah dia dilahirkan serta dibesarkan hanya untuk menjalani hidup seperti ini? Menjadi wanita penghibur untuk menghasilkan uang bagi Ayahnya sendiri.
Bau alkohol samar-samar tercium bersamaan dengan hembusan angin malam yang masuk dari kisi-kisi fentilasi. Rambut serta baju yang berantakan ditambah gestur tubuh yang tak bisa berdiri tegap membuat siapa pun yang melihat mampu menilai. Jika pria yang ada di hadapannya sedang mabuk berat.
Senja menoleh dengan tatapan menantang. Dia mengerahkan semua keberanian yang ada di dirinya. Siapa lagi yang dapat melindungi dirinya saat ini selain dirinya sendiri.
"Aku lebih baik mati daripada harus menyerahkan diriku pada lelaki tua be-jat itu!" jawab Senja tegas. Tapi tatapan mata sendu itu tak dapat menutupi kepedihan hati yang kian mendera.
Dia baru saja menolak dengan mentah-mentah perintah lelaki yang dia panggil Papa. Permintaan yang tak hanya membawa dosa tetapi juga dapat menghancurkan masa depan dan harapannya.
"Apa kamu bilang? Lebih baik mati? Dasar anak bodoh, aku memberikanmu pilihan yang mudah untuk menjalani hidup, tetapi kamu justru memilih membantahku. Jangan salahkan aku jika aku berlaku kasar padamu!" Lelaki bernama Santoso itu pun mulai geram. Rasa tak sabaran menuntun langkahnya untuk maju.
Kakinya maju selangkah demi selangkah, seirama dengan langkah kaki Senja yang bergerak mundur dalam ketakutan. Beberapa kali Santoso hampir limbung hingga dia bersandar pada kursi rotan sebagai penopang tubuhnya.
Suara bassnya kembali bergema, memanggil seseorang yang sedari tadi berada di balik pintu menunggu aba-aba.
"Ma," ucap Senja meminta tolong pada Mamanya yang sedari tadi hanya mampu menatap bingung.
Senja mulai takut melihat keberadaan sosok lain yang muncul. Tubuh tinggi tegap, kulit hitam terbakar yang begitu pekat menujukkan berapa lama lelaki itu sering berada di bawah terik matahari. Senja langsung bergegas mendekati Mamanya kemudian memeluk erat tubuh ringkih itu meminta perlindungan.
Darsihlah satu-satunya yang menjadi alasan Senja untuk tetap bertahan di rumah yang bagai neraka itu. Walau dirinya kerap mendapatkan perlakuan kasar yang tak sepantasnya.
"Mas, kamu jangan kelewatan! Jangan terlalu kejam dengan anakmu sendiri. Mana ada orang tua yang menjual anaknya untuk menjadi wanita penghibur!" ucap Darsih meninggikan intonasi suaranya walau terdengar sedikit bergetar.
Darsih berusaha mengusir rasa takut yang menghantui hatinya terhadap suaminya. Suami yang krrap memukulnya hanya karena hal-hal sepele. Melihat wajah Senja yang cemas membuat rasa takut Darsih hilang entah kemana.
Darsih berjalan maju melindungi Senja di balik punggung rapuhnya. Sosoknya saat ini seperti kelinci putih yang bergetar, namun berusaha kuat melindungi anaknya dari terkaman serigala lapar.
"Diam kamu wanita bodoh! Kamu tak punya hak untuk ikut campur. Sebagai anak yang dibesarkan dengan susah payah, gadis itu memiliki kewajiban untuk membalas budi pada kita. Kedua orang tuanya. Apa itu salah? Apa kalian tega melihatku kehilangan nyawaku karena tak mampu membayar hutangku, hah!" maki Santoso penuh emosi.
"Tentu aku punya hak. Aku ibunya dan aku tak mengizinkan kamu membawanya!" debat Darsih.
"Apa susahnya hanya mengangkang dan memuaskan Tuan Albert, setelah itu pria kaya itu akan memberikan uang yang banyak. Tak hanya cukup untuk membayar semua hutang-hutangku. Tetapi juga untuk biaya hidup kita, Darsih!" sentak Santoso geram.
Kalimat yang keluar dari mulutnya begitu tajam mengiris hati. Apa susahnya dia bilang? Tentu saja itu sangat susah bagi Senja. Gadis itu bukan wanita yang begitu mudah menyerahkan harga diri pada lelaki yang bukan suaminya.
Bulir bening yang sedari tadi Senja tahan akhirnya meluncur juga. Nasib dan masa depannya yang hancur kini sudah di depan mata. Tubuhnya pun semakin bergetar memeluk Darsih semakin erat.
"Sangat susah, Mas. Karena yang hilang bukan hanya kehormatan tetapi juga harga diri dan masa depannya! Aku tidak ikhlas putriku harus bekerja hina seperti itu. Cukup Mas! Cukup kamu membuatku hidup terhina dan menderita selama beberapa tahun ini, tetapi tidak dengan putriku!" tolak Darsih tegas.
Darsih menggigit bibir bawahnya sembari menutup mata sejenak. Air matanya jatuh seketika. Tak bisakah mereka hidup bahagia walau tanpa uang seperti orang lain di luaran sana. Andai saja Santoso dapat menerima kenyataan yang ada dengan lapang dada.
Puluhan tahun menikah dengan Santoso membuat Darsih begitu mengenal suaminya itu luar-dalam.
Dulu Santoso tak seperti itu, ia pria lembut dan penyayang. Kehidupan mereka terasa semakin sempurna sejak kehadiran Senja ke pangkuan mereka. Namun semuanya berubah sejak 10 tahun yang lalu, di mana perusahaan yang Santoso miliki bangkrut akibat ditipu rekan bisnis.
Sejak kejadian itu, Santoso menjadi suami yang mudah marah. Dia yang tak tahu bagaimana membangun perusahan dari 'nol' hanya bisa menyalahkan anak istrinya atas kemalangan yang dia sebabkan sendiri.
Selain itu Santoso juga kerap mabuk-mabukan dan berjudi hingga puncaknya tiga tahun belakangan ini, lelaki itu terjerat hutang di meja judi dengan jumlah yang tak sedikit.
Setan tertawa terbahak-bahak saat bisikannya yang menyesatkan masuk ke dalam hati dan pikiran Santoso, sehingga membuat lelaki itu gelap mata.
Ini bukan pertama kalinya pria yang hampir gila tersebut berniat menjual anak mereka sebagai taruhan di meja judi. Dan berkali-kali pula gagal karena campur tangan Darsih yang selalu melindungi putrinya. Walau pada akhirnya Darsih yang harus berakhir dengan tubuh lebam.
Wanita tua bertubuh kurus itu tak peduli. Bahkan jika nyawanya harus melayang sekalipun dia tidak keberatan.
Setidaknya keselamatan putrinya adalah harga yang pantas dia dapatkan sebagai pengganti nyawanya. Sebagai seorang ibu yang mengasuh dan membesarkan dengan sepenuh hati, tentu saja Darsih tak akan pernah rela jika buah hatinya menderita.
Santoso semakin berang. Dia tak suka dibantah. Tangannya meraih vas bunga yang ada di atas meja dan menghempaskannya ke sembarang arah hingga pecah berderai setelah menyentuh dinding kokoh tak jauh dari kedua wanita itu.
Sontak Ibu dan anak itu terkejut dan langsung menghindar saat vas itu terlempar agar pecahannya tak mengenai tubuh mereka.
Mereka berdua terkesiap dengan jantung yang berdetak cepat. Nafas mereka menderu kuat dengan rasa cemas yang jelas terlukis di wajah.
"Jangan kalian pikir aku tak mampu membunuh kalian berdua saat ini juga di sini! Sekarang patuh padaku jika kalian ingin hidup selamat!" ucap Santoso kalap. Lelaki itu kembali mengambil kursi rotan dan mengangkatnya ke udara kemudian melemparnya kuat.
Brak!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Alivaaaa
hai Thor aku kesini 🥰
2024-03-09
0
Hasbi Asidiqi
baru mulai baca tapi udah mulai sengsara rasa nya kacian jadi senja....apakah senja itu arabella bayi kecil yg dilahirkan istrinya gavin....
2023-10-16
0
Ratu
dibilang apa susahnya coba kamu aja yang muasin si Albert itu!!!! hihh kesel aku
2023-10-04
0