"Ada apa denganmu? Sampai kapan kamu akan duduk di sini seperti pasien rumah sakit yang menunggu perawatan?" cibir Excel mengejek.
Lelaki bertubuh sedikit berisi dan pendek utu cukup gerah melihat Bryan yang sedari tadi duduk di hadapannya dengan wajah sendu. Tak ada gai-rah hidup dan semangat.
"Jangan meledekku," sahut Bryan kesal, dia meraih gelas minuman di hadapannya kemudian meminumnya sedikit untuk membasahi tenggorokannya yang kering.
Dingin serta asam dari cairan orange itu masuk mengalir hingga ke lambungnya yang kosong. Bryan bahkan tak sadar jika seharian ini belum menyentuh apa pun untuk masukkan ke dalam lambungnya kecuali minuman.
Pria berkulit sedikit gelap itu terkekeh. "Jangan terlalu terlena dengan perasaan, Bro. Bisa jadi seseorang yang begitu kita harapkan adalah seseorang yang bukan menjadi milik kita."
"Maksudmu?" tanya Bryan memandang tajam ke arah sahabatnya.
"Ya, bisa saja kan wanita itu bukan jodohmu melainkan jodoh orang lain. Dan kamu sudah menempat dirinya terlalu dalam di hatimu. Ayolah Bryan, kita ini laki-laki. Memiliki lebih dari satu wanita itu adalah hal yang wajar. Jika tak ada satu wanita, kita bisa mencari wanita lainnya. Iya, kan?" balas Excel memberikan pencerahan menurut versinya.
Excel sudah menikah namun belum memiliki momongan di usia pernikahannya yang menginjak dua tahun. Dia dan sang istri sepakat untuk menunda momongan agar bisa saling mengenal satu sama lain. Jika ada yang bertanya apakah mereka dijodohkan? Maka jawaban adalah iya.
Bagi pria hitam manis itu, konsep menikah adalah tinggal bersama. Tak ada kata cinta dalam kamusnya, dia tak pernah menempatkan seorang wanita di dalam hatinya begitu dalam.
"Percuma aku bercerita dengan buaya sepertimu, kamu tak akan mengerti," balas Bryan meledek.
"Bukan salahkan diriku jika wajah ini bisa membuat para wanita tergila-gila," tangkas Excel dengan penuh percaya diri. Dia merasa tersanjung dengan cibiran Bryan yang justru terdengar seperti pujian baginya. Kedua tangannya terangkat merapikan kerah baju dengan gaya angkuh.
Bryan tersenyum kecut, matanya beralih menatap sekitar ruangan kafe sekilas. Suasana kafe itu tak begitu ramai, hanya beberapa meja saja yang terisi. Satu hari telah berlalu begitu saja, masih dengan cerita yang sama. Kerinduan yang tak terbalaskan.
Musik yang mengalun lembut sangat cocok dengan suasana hatinya yang sunyi. Biasanya jam segini, gadis cantik berambut panjang itu sudah menghubunginya untuk menanyakan apakah dirinya sudah makan atau belum.
Apakah ada makanan yang ingin dia makan dan beberapa menit kemudian, makanan yang Bryan pinta akan segera datang di antar melalui kurir.
Bryan rindu semua itu. Celoteh manja dan juga omelan syarat kasih sayang. Di hati dan matanya hanya ada wanita itu. Wanita cantik yang memberi warna di hidupnya bagai senja yang memberi keindahan di langit yang redup. Sesuai dengan nama yang tersemat padanya.
~ ~ ~
Senja yang telah pulih sudah diizinkan oleh dokter untuk pulang, Ginela pun membantu untuk berkemas.
Gadis itu sangat bersemangat dan tak sabar memboyong sahabatnya untuk pulang ke rumah. Tentu saja ke rumahnya, sebab dia tak yakin jika membiarkan Senja pulang ke rumah orang tuanya. Dan tinggal sendiri di luaran bukanlah ide yang bagus untu Senja. Pikir Ginela.
Kret!
Pintu terbuka lebar. Kedua gadis itu menoleh pada Noah yang baru saja tiba. Setelan kemeja kerja bahkan masih melekat di tubuhnya membuat penampilannya begitu macho dan keren mirip CEO muda dalam cerita fiksi remaja.
"Ada apa?" tanya Senja ketus. Entah kenapa dia tak terlalu suka saat bertemu dengan pria itu. Selama dia dirawat, Noah datang beberapa kali untuk menjenguknya.
Alih-alih memberikan perhatian, Noah justru mengganggunya dengan kalimat-kalimat menyebalkan hingga membuatnya kesal. Apalagi Noah selalu mengungkit akan kalung berlian yang telah hilang.
Senja pikir Noah sudah lupa, ternyata pria yang Senja nilai pelit itu mana mungkin lupa. Malah selalu muncul seperti tukang tagih kredit panci. Berisik.
"Waw ... begitukah caramu menyambut kedatangan seseorang yang menyelamatkan nyawamu?" balas Noah dingin.
Noah maju mendekati dua gadis yang saat ini menatapnya curiga. Ginela sampai memicingkan matanya menatap kepala Noah seakan dia ingin mencari tahu isi di dalamnya.
Sementara Senja menangkap map kertas yang tergulung di tangan pria berkemeja itu dengan kening yang berkerut.
"Mau apalagi dirinya muncul di sini? Aku pikir bisa cepat pulang dan terhindar darinya. Dia sudah seperti depcolektor saja," batin Senja gusar.
"Apa kamu sedang mengungkit soal hutang budi saat ini?" timpal Ginela menanggapi ucapan Noah yang memang menjurus kesana. Terasa seperti sebuah kebaikan dengan penuh pamrih.
"Apa aku berbicara denganmu? Memangnya kamu juru bicaranya?" balas Noah dengan wajah dinginnya. Ginela sangat kesal mendengar jawaban lelaki yang tengah berdiri santai di hadapannya itu.
"Aku sahabatnya. Dan aku tak akan membiarkan pria kasar sepertimu menyakiti sahabatku!"
Ginela seperti kucing yang mengerang dan siap menancapkan kukunya yang tajam. Senyum tipis pun terbingkai di wajah tampan Noah.
Ginela di mata Noah justru lebih mirip seperti induk kucing yang tengah waspada menjaga anaknya dari gangguan mangsa.
"Aku ingin berbicara dengannya, berdua. Jadi kamu bisa tinggalkan kami sebentar!" pinta Noah yang terdengar seperti titah raja.
"Jika aku bilang tidak, kamu mau apa?" balas Ginela menantang.
Noah beralih menatap Senja yang tengah diam memperhatikan pertengkaran mereka berdua.
"Aku tak menyangka kamu memiliki kucing liar di sampingmu. Sekarang usir kucing liar ini segera!" ucap Noah pada Senja tegas.
Ginela semakin panas mendengar cibiran Noah dengan menyebutnya dengan sebutan 'kucing liar'.
"Aku!" Ginela berkacak pinggang dengan tatapan menantang. Mata wanita itu menjelit seakan ingin keluar dari tempatnya.
"Gi," ucap Senja pelan. Senja menarik lengan sahabatnya, tatapan mata Noah yang dingin membuatnya waspada.
"Suruh temanmu ini untuk keluar! Ada hal yang ingin aku bahas berdua saja, sekarang!" titah Noah kembali. Pandangan mata mereka bertemu sesaat.
"Tidak! Aku tidak akan pergi. Bagaimana jika nanti kamu menyakiti Senjaku!" celetuk Ginela yang membuat Noah memutar bola matanya jengah. Bukan sekali atau dua kali gadis itu menyebut kalimat tersebut. Kalimat yang terdengar menggelitik perutnya.
"Kalau aku ingin menyakitinya, sudah kubiarkan dia mati di tengah jalan malam itu. Aku yang menyelamatkan nyawanya, jika kamu lupa!" papar Noah mengungkit kebaikannya yang membuat Ginela terdiam.
"Jadi keluarlah segera!"
"Aku bilang tidak ya tidak!" kekeuh Ginela keras kepala.
Senja menghela napas, penolakan Ginela akan membuat suasana semakin memanas saja. Senja tahu maksud Ginela baik, tetapi melihat rahang Noah yang sudah mengeras menandakan jika saat ini lelaki itu sedang menahan emosinya.
"Gi, pergilah sebentar!" pinta Senja lembut.
"Tapi dia—"
"Tak apa, dia tak mungkin macam-macam padaku," balas Senja cepat.
Ginela menuruti keinginan Senja walau dengan terpaksa. Dia melangkahkan kakinya keluar melewati Noah. Tak lupa Ginela melemparkan tatapan tak sukanya sebelum akhirnya kembali melangkah meninggalkan tempat tersebut.
"Ada apa? Kenapa kita harus berbicara berdua seperti ini. Sepertinya perbincangan ini sangat serius."
Noah melemparkan map yang sedari tadi dia pegang ke atas ranjang. Entah apa yang ada dalam pikiran lelaki yang berwajah serius itu.
"Apa ini?" tanya Senja bingung. Tak ada jawaban dari lelaki angkuh yang kini tengah melipat kedua lengannya di dada.
Rasa penasaran mendorong dirinya untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Bola mata sayu itu langsung membulat seakan-akan hendak keluar dari tempatnya.
"Dua ratus delapan puluh juta! Mak-maksud dari slip pembayaran ini a-apa?" tanya Senja histeris. Dadanya terkesiap.
"Itu total semua hutang yang harus kamu ganti padaku. Biaya rumah sakit dan juga ganti rugi hilangnya perhiasan itu," jelas Noah.
Deg!
Darah Senja berdesir. Matanya semakin melebar dengan deru napas yang mulai berlomba. Jantungnya seakan copot dari tempat saat mendengarkannya.
Ok, masalah perhiasan hilang bisa dia kesampingkan karena itu bukan kesalahannya, dia bisa protes dan mengajukan banding. Tetapi biaya rumah sakit? Senja tak menyangka itu akan menjadi hutang yang harus dia bayar.
"A-aku, kenapa ha-harus a-aku yang mem-membayarnya," ucapan yang keluar dari mulut Senja pun terbata. Keringat dingin muncul di pelipis
Dalam hati gadis itu begitu panik, dalam otaknya saat ini langsung berputar tentang bagaimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Sementara untuk makan besok saja, dirinya tak tahu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Arsyi Gotik
harusnya kami jangan jutek sama Noah dong senja,.. gimanapun jg kan dia yg udah nolongin kamu.
2024-01-15
0
Ulfa Zumaroh
pasti senja ini adik brian klau senja adik brian berarti Brian cinta adiknya sendiri
2023-10-05
0
VYRDAWZAmut
sepertinya senja=arrabella adiknya bran 1 ibu
2023-08-27
0