"Apa? Kamu tidak sedang bercanda padaku atau sedang berhalusinasi, kan?" tanya Ginela terkejut.
Dia cukup syok mendengarkan cerita yang disampaikan sahabatnya tentang apa yang dialami beberapa jam yang lalu.
Ginela menatap ke dalam retina Senja untuk mencari kebohongan di dalam sana. Namun tak dia temui selain binar mata sendu dan keputusasaan.
Senja menunduk, menatap lantai granit putih dengan perasaan gamang. Pikirannya kembali berkelana atas perdebatan yang terjadi di antara dirinya dan Noah tadi.
"Seratus delapan puluh enam juta? Kamu pasti bohong, kan?" tanya Senja pada lelaki itu. Dia seakan tak percaya. Seumur hidup dia tak pernah melihat uang dengan jumlah sebanyak itu. Apalagi dalam bentuk perhiasan.
"Heh Nona! Apa kamu lihat wajahku ini seperti wajah penipu?" Noah mendekati Senja. Tangan Noah menyentil kening Senja hingga membuat gadis itu meringis seraya mengusap keningnya pelan.
"Apa kamu kira aku semiskin itu hingga kamu memasang wajah tak percaya padaku, humm?"
Senja menatap penampilan Noah dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dan di bagian wajah pandangan itu sedikit lebih lama terpaku, hingga setiap garis lekuk wajah Noah tak luput dari pengamatannya.
"Tampan," gumam Senja tanpa sadar. Namun masih bisa diartikan Noah melalui gerak bibirnya. Noah tersenyum jumawa.
"Aku tahu kalau aku tampan, nggak usah diperjelas lagi."
Senja tersentak. Raut wajahnya seketika berubah menjadi mengejek menutupi rasa malu. Baru kali ini Senja mendapati lelaki yang tingkat kepercayaan dirinya begitu tinggi.
"Dasar pria gila pujian," cibir Senja mengejek.
Gadis berambut panjang itu memutar bola matanya jengah sembari melangkah pergi. Namun dengan cepat Noah menahan lengannya.
"Eh ... eh, mau kemana kamu? Urusan kita belum selesai!"
Sontak otak Senja kembali teringat akan jumlah uang yang dikatakan Noah padanya barusan. Senja panik, dia menghempaskan tangan Noah kasar agar melepas tangannya.
Dia tak suka disentuh oleh orang lain, apalagi lelaki itu adalah orang yang baru satu kali dia temui. Bahkan mereka tak saling mengenal walau sebatas nama.
"Lepaskan aku! Aku mau pulang. Lagian itu bukan tanggung jawabku!
Mata mereka berdua saling beradu, Senja membalas tatapan tajam Noah dengan menantang.
"Pulang? Enak saja. Ganti dulu barang milikku yang telah hilang karenamu!" pinta Noah sangat memaksa. Noah tak cukup dermawan untuk merelakan kerugian yang dai derita begitu saja.
"Karena aku? Hey ... Tuan sok ketampanan. Apa matamu buta dan otakmu terkena amnesia? Barangmu hilang dicuri orang itu dan tak ada hubungannya denganku. Seharusnya kamu yang bertanggung jawab atas nasi bungkus yang aku miliki. Jelas-jelas itu kamu yang menginjaknya!" sungut Senja tak terima.
Gadis itu mulai terpantik api emosi. Hatinya geram melihat tingkah Noah yang terus menekannya atas hilangnya perhiasan yang dia pun tak tahu bagaimana bentuknya.
Noah kembali melangkah maju, mendekatkan tubuhnya mengintimidasi Senja hingga jarak di antara mereka pupus. Dengan jarak yang begitu dekat Senja bisa melihat tatapan Noah yang menusuk.
"Oh, jadi kamu nggak mau bertanggung jawab atas hilangnya barangku. Baiklah kalau begitu, kita langsung saja ke kantor polisi dan biar mereka yang memutuskan kamu bersalah atau tidak!" debat Noah yang masih kekeuh dengan argumentasi.
Noah menarik lengan Senja kembali untuk mengikuti langkah kakinya. Mendengar nama 'polisi' tentu saja membuat diri Senja kembali gusar. Dia kembali menahan tangan dan kakinya agar langkah kakinya terhenti. Polisi dan penjara, dua hal yang tak pernah Senja bayangin dalam hidupnya.
Noah tersenyum tipis melihat ketakutan di wajah gadis yang bersamanya itu. Dia tak benar-benar ingin membawa Senja ke polisi. Akan tetapi melihat keangkuhan yang ditunjukkan gadis itu membuat hatinya sedikit terpanggil untuk menggoda Senja hingga gadis itu memohon ampun dan meminta belas kasihan darinya.
"Celaka, jika benar dia membawaku ke kantor polisi bagaimana? Dia kan orang kaya, sangat mudah baginya mengubah fakta benar menjadi salah dan salah menjadi benar. Jika aku dinyatakan bersalah, kemana aku harus mencari uang segitu banyaknya untuk ganti rugi? Untuk makan hari ini dan besok saja aku masih pusing," pikir Senja. Dia semakin gelisah, otaknya seakan bertarung mencari jalan keluar agar bisa kabur segera.
Kaki Senja terangkat lalu menghentak kuat, menginjak kaki Noah dengan sekuat tenaga. Noah menjerit kecil merasakan kakinya yang berdenyut kencang, spontan pegangan tangannya pun terlepas.
Gadis itu tak menyia-nyiakan kesempatan yang dikirim Tuhan untuknya. Dia langsung mengambil ancang-ancang untuk berlari dengan langkah seribu.
"Aku tidak salah. Kenapa aku yang harus ganti rugi, dasar lelaki gila!" teriaknya seraya berlalu pergi.
"Dasar wanita bar-bar. Awas kalau kita bertemu lagi, akan kupastikan kau tak akan pernah bisa lari dariku! Argggghhh!" ujar Noah murka. Wajahnya semakin merah padam, kakinya yang berdenyut terasa begitu menyiksa.
Tawa Ginela pecah mendengar cerita secara lengkap dari mulut sahabatnya.
"Jangan tertawa terus! Apa kamu begitu senang melihatku menderita seperti ini?" Senja menggerutu dengan wajah yang semakin bertekuk asam.
"Bukan begitu. Aku hanya lucu saja melihat drama hidup lo. Apes banget!"
Senja menghela napas kasar. Tubuhnya terasa begitu lemas, loyo tak bertenaga. Perkataan yang dilontarkan Ginela menusuk tepat di hatinya. Melihat wajah Senja yang sedih, Ginela pun merasa bersalah.
Lidah tak bertulang miliknya tanpa sengaja menyakiti hati yang memang sudah sakit dari awal. Tak seharusnya dia tertawa seakan menertawakan penderitaan hidup sahabatnya itu. Ginela menyesal.
"Sudahlah, jangan terlalu di pikirkan. Lo pasti belum makan kan. Ayo kita makan dulu."
Senja menatap malas. Ia baru ingat jika dirinya sejak tadi belum jadi makan. Nasi yang ia miliki sudah berderai di tanah tak layak konsumi. Namun anehnya, perutnya tak lagi merasa lapar.
"Ayoklah! Nggak usah sedih terus. Wajah jelekmu itu akan semakin jelek kalau di tekuk terus," ajak Ginela memaksa, menarik lengan Senja untuk beranjak dari kursi.
"Makan apa? Kamu tadi kan pulang nggak bawa makanan?" tanya Senja polos seperti anak kecil yang merajuk.
"Ya kita ke kafelah. Lagian aku juga mau kembali ke kafe mengontrol anak-anak yang kerja sebelum kafe tutup. Mau ikut?"
Senja berpikir sejenak. dia agak ragu untuk keluar, tetapi rasa lapar membuatnya memutuskan untuk ikut.
"Oklah. Tapi aku ganti baju dulu."
"Ya sudah, tapi jangan lama! Nggak usah dandan, nggak ada yang akan lihat juga. Menu kafeku jauh lebih menggoda daripada lo!" cibir Ginela lagi.
Senja mencebikkan bibirnya seraya beranjak dari sofa. dia masuk ke dalam kamar, kemudian berganti pakaian dengan cepat sebelum akhirnya mereka berdua pergi menggunakan mobil kecil berwarna merah. Mobil seri Tiyata Kia yang Ginela beli dari hasil kerja kerasnya sendiri.
Gadis berambut sebahu itu memiliki sebuah kafe yang tidak terlalu besar, namun cukup ramai dikunjungi anak muda dan juga pegawai kantoran. Selain makanan disitu enak, tempatnya juga sangat bagus dengan menyediakan beberapa spot-spot yang cocok dan Instagramable.
Tempat itu tentu saja tak asing bagi Senja, karena dia kerap datang ke sana sebagai pelayan untuk membantu Ginela sekaligus untuk menambah penghasilannya selama dirinya tidak bekerja. Atau saat ada waktu luang di antara sela-sela waktu bekerjanya.
Setelah berganti pakaian kedua gadis itu pun mulai berangkat. Jam yang melingkar di pergelangan tangan Ginela menunjukkan pukul tiga sore.
"Kenapa kamu nggak minta bantuannya saja? Aku yakin dia pasti bakal mau membantumu," ujar Ginela memulai pembicaraan yang sedari tadi hanya ditemani kesunyian.
Senja menggelengkan kepalanya pelan. Senja cukup mengerti siapa sosok yang tengah Ginela bicarakan saat ini.
"Aku tak ingin terlalu banyak hutang budi padanya. Dia sudah cukup membantuku selama ini dan aku malu jika harus meminta tolong padanya lagi akan masalah ini."
"Tapi kalau tidak meminta bantuan padanya, kamu harus meminta bantuan pada siapa lagi? Kamu tahu sendiri papamu itu sudah diluar kendali. Bagaimana jika pak Tua itu menemukanmu dan kembali membawamu ke rumah dan mencari-cari kesempatan untuk menjualmu lagi?"
Senja tertegun, lidahnya terasa beku. Matanya hanya fokus memandang ke depan, di mana laju mobil yang masuk ke dalam lahan parkiran. Ginela turun secara perlahan yang diikuti Senja dari belakang.
"Akhirnya ketemu, apa aku bilang, pasti gadis itu akan ke sini," ucap seseorang yang tiba-tiba menahan lengannya saat dia baru saja keluar mobil. Sontak Senja menoleh. Bola matanya membesar dengan mulut yang sedikit terbuka karena kaget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Hasbi Asidiqi
ech ketemu lagi.....emang jodoh ya
2023-10-16
0
Ulfa Zumaroh
lanjut
2023-10-05
0
Sri Kusrini
semangat thor ceritanya bagus
2023-09-06
1