Tak bisa berkutik.

Cecilia tak lama menemani Senja. Masih ada pasien lain yang harus dia tangani. Tak banyak keterangan yang dapat Cecilia korek dari mulut Senja yang tertutup rapat. Sepeninggal Cecilia, Senja mencengkram kuat selimut rumah sakit yang dia kenakan.

Buku-buku jarinya pun terlihat dengan begitu jelas. Mata yang mulai memanas kini menghadirkan bulir bening yang jatuh begitu saja tanpa permisi. Tak hanya tubuhnya yang sakit, tetapi hatinya lebam. Tanpa ada satu orang pun yang mampu mengobati memarnya.

Luka yang masih basah kini kembali berdarah. Mulutnya terasa terbungkam untuk menceritakan kisah hidupnya yang mengenaskan pada orang yang baru saja dia kenal. Walau sebenarnya dirinya membutuhkan seseorang untuk tempatnya berkeluh-kesah.

"Mama, apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Kemana aku harus pergi dan bagaimana aku menjalani hidup tanpa ada kamu yang selalu menghiburku," lirih Senja terdengar begitu pilu.

Hatinya masih waswas, pikirannya masih terus memikirkan keadaan sang Ibu yang tak tahu bagaimana kondisinya saat ini.

Jika di ruangan lain dipenuhi dengan keluarga pasien, Senja justru meratapi nasib sendiri. Nasib badan yang tak pernah berpihak padanya. Terkadang Senja bertanya-tanya, apakah hidupnya akan dipenuhi penderitaan seperti ini?

'Akan ada pelangi setelah hujan' itu hanyalah pepatah yang dijadikan kalimat penenang hati saja. Pada kenyataannya, Tuhan tak menjanjikan selalu ada pelangi setelah hujan turun. Tetapi hawa dingin yang menusuk tulang akan selalu ada menyertai.

Sama seperti dirinya saat ini, kedinginan seorang diri dengan rasa sesak yang membuat dadanya seakan ingin meledak.

Kret!

Pintu kembali terbuka. Senja cepat-cepat menghapus air matanya sebelum akhirnya dia kembali menoleh.

"Kamu?"

"Ada apa?" Noah menaikkan salah satu alisnya sembari berjalan mendekat.

"Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Senja cukup kaget.

"Aku?" Noah menujuk wajahnya sendiri dan langsung dibalas Senja dengan anggukan kepala.

"Aku yang membawamu ke rumah sakit ini. Bisa dibilang, aku yang menyelamatkan nyawamu," jelas Noah.

Senja menggigit bibir bawahnya erat. Dia menundukkan pandangan matanya tak berani menatap Noah yang memilih duduk pada kursi tak jauh dari ranjangnya, seraya menatapnya dingin.

Raut wajah itu begitu datar dan sulit untuk Senja tebak. Kedua tangan itu terlipat di dada dengan bahu yang tersandar pada sandaran kursi dengan santainya.

Kecanggungan di antara mereka begitu terasa seakan ada jangkrik lewat berbunyi sebagai iklan pendukung.

"Hmm, jadi kamu yang telah menolongku? Kalau begitu terima kasih karena kamu sudah menolongku," ujar Senja malu.

Rasanya tak sopan jika bersikap acuh tak acuh pada orang yang telah menyelamatkan nyawanya.

"Hanya itu yang ingin kamu katakan? Tak ada yang lain?" balas Noah sinis. Noah menegakkan punggungnya.

Bibir pucat Senja mencebik kesal. "Lalu kamu mau apa? Apa aku harus bersujud di bawah kakimu? Atau kamu mau bayaran atas pertolonganmu?" ujar Senja yang terdengar ketus di telinga.

Gadis itu sedikit tersinggung dengan ucapan Noah yang terdengar kasar padanya. Seakan ada bayaran yang cukup besar yang harus dia ganti sebagai balas budi yang dia terima.

"Ya nggak gitu juga maksudku. Aisss ... sudahlah! Berbicara padamu membuat pita suaraku tengang." Noah menggusar rambut panjangnya ke belakang. Dia mengubah posisi duduknya agar lebih santai.

"Berikan padaku nomor atau alamat keluargamu agar aku bisa menghubungi mereka dan memberitahukan keberadaanmu. Pasalnya aku tak menemukan identitas ataupun ponsel bersamaan denganmu waktu itu," sambung Noah.

Noah langsung pada tujuannya, pria itu sedang malas memulai perdebatan di antara mereka yang mana akhirnya hanya akan menjadi pertengkaran.

Sebelah alis Noah terangkat ketika dia tak sengaja mendapati binar mata yang tadi menantang tajam kini berubah redup. Ada raut sedih dia bawa dari wajah lawan bicaranya, namun Noah tak enak mengeluarkan suara untuk bertanya.

"Tidak usah. Nanti aku sendiri yang akan menghubungi mereka langsung. Jadi kamu tak perlu repot-repot," tolak Senja. Suaranya yang ketus kini telah berubah datar.

Pandangan mata Senja beralih ke arah jendela kamar. Matahari yang begitu cerah memamerkan langit biru bagai lautan tanpa gelombang. Awan bersusun beriringan layaknya arakan pengantin bahagia yang berjalan. Tampak cerah.

"Sepertinya ada hal yang tak dapat dia ceritakan. Apa terjadi sesuatu yang cukup rumit? Sebaiknya aku bertanya langsung pada Cecilia saja," pikir Noah. Melihat kondisi Senja saat ditemukan tentu saja menghadirkan praduga di hati Noah. Tetapi dia tak mungkin bertanya langsung atas sesuatu yang bersifat sensitif.

"Sebaiknya kamu istirahat. Aku masih ada urusan yang belum selesai. Cepat pulih," pamit Noah menghentikan obrolan yang sedikit dingin.

Noah melirik benda bulat yang ada di pergelangan tangannya, kemudian lelaki itu beranjak dari kamar rawat begitu saja tanpa permisi.

"Terima kasih sekali lagi karena telah menolongku," balas Senja cepat tanpa menoleh sedikit pun. Pemandangan yang ada di balik jendela kaca bening itu jauh lebih menarik untuknya saat ini.

Ada rasa tenang setelah mengagumi ciptakan Tuhan yang begitu sempurna. Walau sesaat, kesedihan hatinya terasa terangkat begitu saja.

"Sekarang siapa yang dapat aku harapkan untuk menemaniku di rumah sakit ini? Lalu setelah pulih aku akan pulang ke mana?" Senja menghela napas. Dia benar-benar kesepian.

Gadis itu nelangsa. Dia tak memiliki rumah untuk pulang. Tak ada sanak saudara yang dia miliki membuatnya tak tahu harus meminta bantua pada siapa.

Sejak kecil Mama dan Papanya tak pernah mengajaknya pergi ke rumah keluarga layaknya orang lain. Papanya seakan enggan membawa dirinya untuk kumpul di tengah-tengah keluarga besarnya.

Itu sebabnya Senja kecil tak pernah bisa merasakan kasih sayang keluarga secara komplit di mana ada Nenek dan Kakek di dalamnya. Sementara keluarga Mamanya yang tersisa hanyalah Kakek yang sudah sakit-sakitan. Dan meninggal saat Senja berumur 12 tahun.

"Mama, bagaimana keadaanmu? Aku rindu," lirih Senja yang teramat sedih. Tangan itu kembali mengusap air matanya. Kantung mata itu kembali sembab.

"Ginela, hanya dia yang dapat aku pinta bantuan. Tetapi bagaimana kalau Papa kembali dan memaksaku untuk melakukan hal hina itu? Lalu bagaimana dengan lelaki yang cidera di kamar hotel olehku. Apa dia mati?" Senja bergelut dengan pemikiran yang tengah bersarang di benaknya.

"Tetapi aku tak punya pilihan. Aku tak mungkin tetap berada di sini dan menjadi beban untuk orang lain. Lagi pula biaya rumah sakit ini pasti sangat mahal. Pakai apa aku akan membalas budi padanya?" pikirnya lagi.

Senja melepaskan perlahan plaster yang menutupi jarum runcing yang kini ada di bawah kulitnya. Dia meringis perih saat darah mengalir keluar dari lobang bekas jarum kecil yang dia cabut.

"Sebaiknya aku pergi dari rumah sakit ini sekarang. Aku harus menghubungi Ginela bagaimana pun caranya."

Senja turun dari ranjang secara perlahan. Dia membuka pintu sendiri dan mencoba mengintip sejenak, lalu keluar.

Langkah kakinya berjalan perlahan. Mengendap-endap untuk dapat bisa pergi keluar tanpa diketahui orang lain. Dia ingin kabur.

"Kamu mau ke mana?"

Senja tersentak saat sebuah suara dari belakang mengagetkannya. Sontak dia menoleh, seorang perawat dengan seragam putih menatapnya curiga.

"Kamu pasien kamar nomor berapa? Mau kemana sampai di tempat ini?" tanyanya lagi begitu menyelidik.

Di dalam hati, Senja mulai panik. Padahal sedikit lagi ia keluar keluar dari koridor rumah sakit dan bebas berjalan ke luar.

Senja sengaja lewat pintu samping yang jarang ada yang lewat. Namun naas dia justru bertemu seorang perawat yang hendak ke ruang laundry rumah sakit.

"Sa-saya mau ke ... lobby rumah sakit. Ma-mau pinjam telepon untuk ... untuk menelpon keluarga saya," jawab Senja terbata.

"Lalu kenapa selang infus di tanganmu, kamu copot?" tanya perawat itu lagi. Tampaknya ia sedikit tak percaya dengan ucapan Senja yang begitu familiar.

"Itu ... itu karena aku merasa risih membawanya."

"Risih? Atau ingin kabur?" sentak perawat itu membuat Senja terkejut. Ucapan perawat itu begitu telak membuat Senja terpaku di tempat.

"Apa kau tak tahu, tindakanmu itu membuat para perawat menjadi repot karena harus kerja dua kali. Dan kamu pun juga bakalan merasakan sakit yang kedua kalinya, tercucuk jarum infus di tanganmu! Lain kali diamlah di kamarmu dan pinta tolong saja perawat untuk menelpon kan keluargamu. Jangan kelayapan sampai ke tempat yang jauh dari kamarmu seperti ini!" ujar perawat tersebut panjang lebar.

Perawat itu terdengar sedikit mengomel dengan tindakan Senja. Senja pun tak mampu membantah. Dia diantar kembali ke kamarnya oleh sang perawat yang memasang wajah asam.

Terpopuler

Comments

Widyanti Ningsih

Widyanti Ningsih

sudah gadis gak punya otak

2023-12-03

0

Rini akbarini

Rini akbarini

😀😀😀😀
keciduk lagiiii..
❤❤❤❤

2023-10-15

1

FiaNasa

FiaNasa

kok senja orangnya bodoh ya,,udah tau dg bersama ginela ketauan papanya malah mau balik lagi kesana,,senja tak belajar dr pengalaman malah mau ngulang lagi,,gregeten

2023-08-27

1

lihat semua
Episodes
1 Jangan jual aku Papa!
2 Berlari sejauh mungkin.
3 Nasib badan.
4 Bumerang
5 Pertemuan yang tak menyenangkan.
6 15 ribu vs 186 juta!
7 186 juta bukan 186 ribu!
8 Dijual cepat tanpa perantara.
9 Pertemuan kedua.
10 Sebatang kara.
11 Tak bisa berkutik.
12 Rasa yang tersimpan.
13 Sepenggal kisah pilu.
14 Mendadak menjadi hutang.
15 Makan hati
16 Hati yang terasa penat.
17 Kembali ke neraka.
18 Cemburu itu cinta.
19 Cinta? Kamu pikir aku percaya?
20 Hati yang menderita.
21 Tiga saudara beda watak.
22 Firasat Buruk.
23 Mimpi buruk yang terulang.
24 Buntu Akal.
25 Kesepakatan yang terjalin.
26 Akulah Senja.
27 Aku mau putus.
28 Tak rela.
29 Cinta itu menyiksa.
30 Olah raga jantung di pagi hari.
31 Panas tapi bukan api.
32 Nasehat teman.
33 Nenek tua yang ikut campur.
34 Memulai rencana.
35 Jangan sebut namanya di depanku!
36 Jiwa yang terguncang.
37 Kenyataan yang menyakitkan.
38 Maju satu langkah.
39 Cari-cari kesempatan.
40 Butir bening di ujung mata.
41 Menagih janji
42 Sepenggal kisah masa lalu.
43 Misi pertama.
44 Menang sebelum perang.
45 Sebuah lamaran.
46 Cinta yang rumit.
47 Kekhawatiran Senja.
48 Penolakan Jelita
49 Sikap yang mulai berubah.
50 Ungkapan kasih sayang.
51 Protes Yonna akan sikap Jelita.
52 Terbongkarnya Rahasia.
53 Penolakan Bryan.
54 Masalah Baru yang Muncul.
55 Tabir Masa Lalu.
56 Di Mana Dia?
57 Suara Hati Ginela.
58 Ada Apa dengannya?
59 Seandainya!
60 Terima Kasih Luka.
61 Luka Itu Perih.
62 Campur Tangan Jelita.
63 Merubah Haluan Hati.
64 Cinta Itu Luka
65 Sabar dan Tahan!
66 Balada Black Card.
67 Jatuh Dapat Bonus.
68 Penilaian Sebatas Mata.
69 Liontin Kenangan.
70 Planning Orang Tua.
71 Memulai Rencana.
72 Pagi yang Menggemparkan.
73 Tidur Bersama.
74 Sidang Dosa.
75 Jatuh Tertimpa Tangga.
76 Dilema Hati.
77 Pelampiasan Hati.
78 Singa Salah Kandang.
79 Keterkejutan Yonna.
80 Ultimatum Seorang Ibu.
81 Ayo Memulainya dari Awal!
82 Hari Pernikahan.
83 Pengakuan yang Menyesakkan Dada.
84 Menuntut Talak.
85 Hati yang membiru.
86 Mutasi.
87 Duka Nestapa.
88 Hilang sandaran hidup.
89 Ada yang panas.
90 Fakta yang Mengejutkan
91 Kenyataan itu luka.
92 Rumah tangga sakinah.
93 Liburan ke Eropa.
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Jangan jual aku Papa!
2
Berlari sejauh mungkin.
3
Nasib badan.
4
Bumerang
5
Pertemuan yang tak menyenangkan.
6
15 ribu vs 186 juta!
7
186 juta bukan 186 ribu!
8
Dijual cepat tanpa perantara.
9
Pertemuan kedua.
10
Sebatang kara.
11
Tak bisa berkutik.
12
Rasa yang tersimpan.
13
Sepenggal kisah pilu.
14
Mendadak menjadi hutang.
15
Makan hati
16
Hati yang terasa penat.
17
Kembali ke neraka.
18
Cemburu itu cinta.
19
Cinta? Kamu pikir aku percaya?
20
Hati yang menderita.
21
Tiga saudara beda watak.
22
Firasat Buruk.
23
Mimpi buruk yang terulang.
24
Buntu Akal.
25
Kesepakatan yang terjalin.
26
Akulah Senja.
27
Aku mau putus.
28
Tak rela.
29
Cinta itu menyiksa.
30
Olah raga jantung di pagi hari.
31
Panas tapi bukan api.
32
Nasehat teman.
33
Nenek tua yang ikut campur.
34
Memulai rencana.
35
Jangan sebut namanya di depanku!
36
Jiwa yang terguncang.
37
Kenyataan yang menyakitkan.
38
Maju satu langkah.
39
Cari-cari kesempatan.
40
Butir bening di ujung mata.
41
Menagih janji
42
Sepenggal kisah masa lalu.
43
Misi pertama.
44
Menang sebelum perang.
45
Sebuah lamaran.
46
Cinta yang rumit.
47
Kekhawatiran Senja.
48
Penolakan Jelita
49
Sikap yang mulai berubah.
50
Ungkapan kasih sayang.
51
Protes Yonna akan sikap Jelita.
52
Terbongkarnya Rahasia.
53
Penolakan Bryan.
54
Masalah Baru yang Muncul.
55
Tabir Masa Lalu.
56
Di Mana Dia?
57
Suara Hati Ginela.
58
Ada Apa dengannya?
59
Seandainya!
60
Terima Kasih Luka.
61
Luka Itu Perih.
62
Campur Tangan Jelita.
63
Merubah Haluan Hati.
64
Cinta Itu Luka
65
Sabar dan Tahan!
66
Balada Black Card.
67
Jatuh Dapat Bonus.
68
Penilaian Sebatas Mata.
69
Liontin Kenangan.
70
Planning Orang Tua.
71
Memulai Rencana.
72
Pagi yang Menggemparkan.
73
Tidur Bersama.
74
Sidang Dosa.
75
Jatuh Tertimpa Tangga.
76
Dilema Hati.
77
Pelampiasan Hati.
78
Singa Salah Kandang.
79
Keterkejutan Yonna.
80
Ultimatum Seorang Ibu.
81
Ayo Memulainya dari Awal!
82
Hari Pernikahan.
83
Pengakuan yang Menyesakkan Dada.
84
Menuntut Talak.
85
Hati yang membiru.
86
Mutasi.
87
Duka Nestapa.
88
Hilang sandaran hidup.
89
Ada yang panas.
90
Fakta yang Mengejutkan
91
Kenyataan itu luka.
92
Rumah tangga sakinah.
93
Liburan ke Eropa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!