"Terus kalau bukan kamu, lalu siapa yang harus membayarnya? Pasien di kamar sebelah?" cibir Noah dengan nada dingin.
Senja mencengkram erat map yang ada di tangannya, lalu beranjak dari ranjang dan berdiri di hadapan Noah. Hati kecil wanita itu mulai terusik dengan sikap dingin lelaki di hadapannya ini.
"Ya kamulah! Kan kamu yang bawa aku ke rumah sakit ini. Mana rumah sakit ini mahal lagi!" balas Senja tak mau kalah dan menantang.
"Jangan jadi wanita tak tahu terima kasih. Masi untung aku membawamu ke rumah sakit ini dan bukannya membiarkanmu di jalanan. Setidaknya kamu tidak mati mengenaskan. Sekarang bayar, ayo!" balas Noah penuh penekanan. Mereka berdua saling melayangkan tatapan permusuhan.
"Aku juga tak minta kamu untuk menyelamatkan aku. Lalu ini—"
Senja menghempaskan map yang dia pegang ke atas ranjang kemudian menjambak rambutnya sendiri dengan kasar. Dia frustasi.
Otaknya yang biasanya pintar sekarang terasa bodoh. Dia bahkan tak mampu untuk melanjutkan perkataannya. Akalnya terasa buntu. Begitu banyak masalah yang datang tiba-tiba mengeroyoknya.
"Apa bedanya dengan aku mati di jalanan dengan aku mati di tanganmu karena hutang!" rutuk Senja dalam hati. Dia sedih, menjadi si miskin membuatnya selalu dipojokkan perihal uang.
Andai dia lahir dari keluarga kaya yang tidak bangkrut, mungkin saat ini dirinya sudah melemparkan sejumlah uang di hadapan lelaki itu. Namun apa daya, kenyataan pahit telah lebih dulu menamparnya.
"Ya, kamu memang tidak memintanya, aku juga melakukan itu tak lebih karena kemanusiaan. Tapi bukan berarti semua biaya ini aku yang harus menanggungnya? Kamu punya tanggung jawab untuk dirimu sendiri. Jadi sekarang silakan bayar!" balas Noah kembali dengan santai dan hanya menambah kesakitan di otak Senja.
"Masalahnya aku nggak punya uang untuk membayar sebanyak itu!" debat Senja sengit. Dia tak lagi mampu untuk berpikir, kepalanya pun sudah berdentum kuat.
"Paling banyak aku menghabiskan uang puluhan ribu untuk berobat. Sekarang aku harus bayar hingga puluhan juta, yang benar saja!" sungutnya lagi-lagi hanya di dalam hati untuk tidak mempermalukan dirinya sendiri.
"Itu urusanmu. Jika kamu tak punya uang, kamu bisa membayarnya dengan cara lain." Noah masih cuek. Seringai tipis terbit di sudut bibirnya.
Tatapan matanya tak sengaja teralih pada kancing baju bagian tengah dada Senja yang tiba-tiba terlepas.
Senja mengikuti arah tatapan mata itu dan tersentak. Sontak dia langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada dengan wajah kesal.
"Kamu lihat apa? Jangan kamu pikir aku wanita murahan ya!" marah Senja yang salah paham. Dia pikir Noah menginginkan sesuatu dalam artian 'negatif' darinya.
Noah terkekeh. "Aku tak tertarik dengan tubuh rata seperti dirimu!"
Senja menganga mendengar ejekan Noah. Dia memperhatikan tubuhnya sendiri dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Aku tidak serata itu! Jangan sembarangan ya. Cup yang aku pakai masih diukuran standar." Senja keceplosan. Dia langsung menutup mulutnya dengan rasa malu yang menjalar di hatinya.
"Ok, dada ukuran standar," ucap Noah membeokan satu bait kata dalam kalimat yang baru saja gadis cantik itu sebutkan.
"Kau, hik!" Senja geram. Di mengangkat kedua tangannya ke udara dan mengepal di depan wajahnya.
Senja seperti sedang melihat Noah dalam ukuran kecil, dengan rasa tak sabar meremas tangannya sendiri seakan sedang menghancurkan tubuh Noah hingga menjadi begitu kecil.
Drettt! Drettt!
Ponsel di saku celana lelaki berambut hitam gradasi biru itu bergetar. Tangannya reflek meraih benda pipih tersebut. Noah sedikit mengernyit melihat nama yang tertera di layar.
Noah kembali mengalihkan pandangannya pada Senja sekilas, kemudian menekan tombol hijau di layar.
"Ada apa Sayang?" ucapnya menyapa. Suara yang sedari tadi dingin langsung berubah seratus delapan puluh persen ramah dan terasa hangat.
"Iya, sebentar lagi aku pulang. Apa ada yang kamu inginkan?"
"Apa itu kekasihnya? Suaranya yang dingin dan lantang langsung berubah. Seperti dua orang yang berbeda saja," tanya Senja di dalam hatinya.
Senja mengalihkan pandangan dengan senyum kecut di wajah. Ada rasa tak nyaman di hatinya saat mendengar nada bicara Noah yang begitu lembut penuh kasih sayang pada wanita lain. Bukan cemburu, tapi perasaan iri atas apa yang didapat orang lain. Andai dia juga memiliki seseorang yang dia cintai dan mencintainya.
Senja jadi teringat seseorang. "Sudah lama aku tak bertemu dengan Kak Bryan. Bagaimana kabarnya sekarang, ya? Aku juga tak pernah menghubunginya setelah terakhir dia menelponku," pikir Senja mengambang.
"Iya, nanti aku telpon lagi my little Girls. I miss you!" balas Noah menutup obrolan sesaat antara dirinya dengan seseorang yang ada di seberang sana.
Seseorang yang beberapa hari ini merajuk karena perhiasan berlian yang menjadi hadiahnya, dirampas maling di jalan tempo hari.
"Aku belum selesai bicara. Soal tadi."
"Soal tadi apa? Masalah rumah sakit ini?" Senja langsung menoleh. Mata mereka bertemu pandang seakan menyelami pikiran masing-masing lawan.
"Sekarang aku tak ada uang. Beri aku waktu untuk membayarnya," pinta Senja melembut. Dia juga sudah capek untuk bersitegang urat sedari tadi.
Senja hanya ingin istirahat tenang sejenak untuk mengendurkan syaraf-syaraf otaknya yang tegang selama beberapa hari. Walau nyatanya kini dia justru dihadapkan dengan permasalahan baru yang begitu mencekik lehernya.
"Aku tak butuh uangmu. Tapi aku butuh bantuanmu. Jika kamu mau membantuku, hutangmu itu aku anggap lunas dan aku juga akan memberikanmu 30juta sebagai imbalannya. Bagaimana?"
Senja terperanjat kaget mendengar nominal uang yang disebutkan lelaki itu. Nominal yang cukup besar untuk ia yang sedang miskin lahir dan batin saat ini.
"Tiga puluh juta? Bantuan apa? Jangan bilang kalau kamu mau memintaku menjadi kurir narko-ba atau jangan-jangan menculik anak untuk dijual. Tidak ... tidak! Aku tak mau, walau aku miskin tetapi aku masih takut dosa," tukas Senja. Dia curiga pada Noah.
Kepala Senja bergoyang seirama tangannya. Noah berdecak, tangannya bergerak mengambil map di atas ranjang kemudian memukul kening Senja secara cepat. Senja pun melotot kaget.
"Beraninya kamu!" marahnya seraya mengusap keningnya yang tak begitu sakit.
"Aku butuh kamu untuk menjauhkan seseorang dari saudara laki-lakiku. Buat dia mencintaimu dan wanita itu tak bisa terus menempel padanya!" jelas Noah.
Senja mengernyitkan kening. "Wanita itu siapa? Kenapa kamu memintaku menjauhkan wanita itu dari saudaramu?"
"Wanita itu dokter cantik yang merawatmu tadi. Dan aku mencintainya," jelas Noah tanpa rasa malu.
Mata Senja kembali melebar dengan mulut yang sedikit terbuka. Dia paham maksud dari lelaki yang berdiri di hadapannya saat ini.
"Cinta segitiga dari dua orang saudara. Cukup menarik, tetapi maaf ... aku tak mau ikut-ikutan dalam permainan cinta kalian," tolak gadis berambut panjang itu setelah berpikir sejenak.
Senta tak mau mempermainkan perasaan orang lain dan menanggung kifayah dari perbuatannya. Bisa saja orang itu membawa sakit hati yang telah dia lakukan dan berkeluh kesah pada Tuhannya di atas sajadah.
"Kau menolak tawaranku begitu saja?" Noah menatap Senja tak percaya. "Apa karena bayarannya kurang? Aku nggak menyangka ternyata kamu serakah juga."
"Bukan, bukan karena uang. Tetapi aku tak mau bermain api. Lagi pula apa kamu nggak malu berebut seorang wanita dengan saudaramu sendiri?"
Noah menarik dagu senja dan menekan dagu senja menggunakan jempol dan jari telunjuk pada dagu Senja dengan sedikit kasar membuat wajah gadis itu terdongak ke atas.
"Aku tak memintamu untuk mengomentari hudupku. Aku memberikanmu peluang untuk menghidupi dirimu yang menyedihkan itu. Aku hanya butuh jawaban iya atau tidak," ucap Noah penuh penekanan. Dia marah jika ada orang lain ikut campur dan berkomentar tentang hidupnya.
Noah melepaskan tangannya, Senja meraba rahangnya yang terasa nyeri. Mungkin saja saat ini telah meninggalkan tanda merah
"Aku kan sudah bilang nggak mau!"
"Yakin kamu nggak mau? Kalau begitu bayar tagihan ini sekarang juga!" Noah menghempas kuat ke atas ranjang map yang sedari tadi berada di salah satu tangannya.
Senja terkesiap. Senja merasakan seakan dirinya sedang berada di ujung tanduk saat ini, mau maju atau mundur tetap saja jawabannya hanya satu. Mati.
"Baiklah ... baiklah. Aku akan membantumu menjauhkan dokter cantik itu dari saudaramu. Tetapi perkara saudaramu itu bisa berpaling dariku dan jatuh cinta padaku itu bukan urusanku. Aku juga tak mampu menjamin perasaan orang lain. Karena aku tidak secantik itu," putus Senja akhirnya.
Noah tersenyum tipis. "Bagus. Aku juga tidak perduli masalah kalian yang penting, Ceciliaku."
Noah langsung berbalik begitu saja meninggalkan Senja yang berdecih melihat di balik punggungnya.
"Ceciliaku? Sudah punya kekasih masih saja mengincar dokter cantik itu. Tapi ... wajar saja, selain cantik dokter itu juga baik. Mana kaya dan berpendidikan. Tak seperti diriku "
Senja menghela napas panjang. Wajahnya kembali murung memikirkan nasib badan yang tidak seberuntung orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Alivaaaa
hhhh Noah nggak tau aja kalo Bryan udah jatuh cinta pada Senja 😂😂
2024-03-09
0
Ulfa Zumaroh
ngak kamu minta Noah Brian udah jatuh cinta sama senja
2023-10-05
0