Cinta Misterius
"Segera pergi dari sini!" perintah seorang pria setelah mengenakan setelan jas mahal miliknya.
Terlihat seorang wanita duduk bersimpuh di lantai dengan tubuh gemetar.
"Tapi tuan." wajah wanita itu terlihat sembab.
"Kamu tidak bisa menyenangkanku. Untuk apa masih mengharapkan imbalan." lalu pria itu menendang wanita itu hingga tersungkur di atas lantai yang dingin.
Pria itu keluar hotel dengan gagah. Meninggalkan wanita itu dengan tega. Pria itu Lalu memasuki lift dan menunggu untuk turun sampai di loby.
"Tuan!"
Seorang pria bersetelan hitam menyambutnya ketika pintu lift terbuka.
Terlihat Gavin mendengus sambil melirik pria dihadapannya itu. Lalu melewati pria yang menyambutnya itu menuju keluar loby hotel.
Terlihat pria itu panik lalu mengejarnya dan membukakan pintu mobil. Setelah Gavin sudah aman, ia ikut masuk ke mobil di bagian depan penumpang.
Terlihat wajah Gavin tidak enak dilihat. Pria bersetelan hitam itu menarik nafas dalam dalam.
Wajah Gavin terlihat suram. Untuk sejenak pria bersetelan rapi itu ragu sejenak.
"Kenapa kau mencariku sampai kesini?" tanya Gavin seraya melirik sinis pria yang duduk di kursi depan.
Pria itu pun tergagap. "Tuan muda. Tuan semalam mencari keberadaan anda. Dan saya menemukan anda di hotel."
"Jadi...papah yang menyuruhmu datang kemari?" kata Gavin tanpa melembutkan suaranya.
"Benar tuan, semalam tamu dari Shine datang. Anda tidak datang untuk menghadiri undangan dari tuan. Jadi memerintahkan saya...."
"Ckckck. Tamu dari Shine. Itu pasti Siera. Jelas jelas aku tidak ingin menikahinya tetap saja situa itu memaksa." kata Gavin menyela pria di depannya.
Pria bersetelan rapi itu tercengang.
"Aku tidak akan menikah, katakan itu kepada papah." perintah Gavin.
"Tapi tuan, tuan Wahyono akan marah besar."
"Lakukan saja perintahku." kata Gavin tanpa mau di bantah.
Mobil melaju ke sebuah perusahaan. Gavin keluar dan masuk melalui pintu loby, di sana nampak berjajar rapi para staf.
"Selamat pagi Direktur Gavin." Ucap suara serentak para staf seraya membungkukan badan.
"Pagi." Balas Gavin seraya melirik sekilas dan tetap berjalan masuk ke dalam perusahaan.
Nampak para staf itu langsung mengikuti di belakang.
Gavin memasuki lift ketika pintu ruangan kecil itu terbuka. Damian selaku asistennya pun langsung menekan tombol pada lantai 19.
"Tuan muda. Semalam tuan Wahyono benar benar kalang kabut mencari anda." kata Damian memulai percakapan.
"Apa kau yang membocorkan jika aku telah bermalam dihotel." kata Gavin dengan sarkas.
Tampak Damian terlihat resah. "Ckckck. Kau benar benar tidak bisa menjaga rahasia." decak Gavin.
Damian membeku untuk sesaat. Wajahnya terlihat pucat. "Tuan maafkan saya. Saya tidak sengaja karena tuan Wahyono mengancam saya." Kata Damian diiringi dengan suara lutut yang berdebum dengan lantai. Pria itu berlutut karena merasa bersalah.
Gavin melirik sekilas. Ia menghela nafas panjang. "Dasar tak berguna." umpatnya kasar. Bertepatan dengan pintu lift terbuka. Gavin segera meninggalkannya.
Damian tampak malu ketika dia ketahuan berlutut di lantai oleh para staf. Ia memelototinya lalu mengejar langkah Gavin yang memasuki ruangan kantor.
"Tuan." pekik Damian. Tetapi sudah terlambat untuk mengejar karena Gavin sudah menutup pintunya bertepatan dengan Damian yang hendak melangkah masuk. Pintu itu tertutup secara otomatis.
Damian merasakan hidungnya perih lalu meringis. Setelah mengusap hidungnya pria itu segera mengetuk pintu.
"Masuk!" perintah Gavin dari dalam ruangan kantor.
Damian masuk.
Gavin sudah tau jika itu adalah asistennya, tanpa melihat pun ia segera memerintahkan. "Bacakan agendaku hari ini."
Damian terkesiap.
Karena Damian tidak segera membuka mulutnya, Gavin mendongakkan wajahnya menatap Damian.
"Kenapa kau diam." bentak Gavin. Seketika Damian langsung geragapan.
Damian segera mengeluarkan i-padnya dan membacakan jadwal hari ini. Setelah beberapa saat Damian langsung menutup i-padnya. "Tuan muda. Tuan Wahyono tidak bisa melepaskan anda. Anda harus menghadiri perjamuan dari keluarga Anggoro." kata Damian seraya menghela nafas.
"Cukup. Keluarlah. Jika masih membahas hal itu akan ku lempar kau ke tengah samudra afrika." Kata Gavin tajam. Seketika Damian segera mengatupkan bibirnya.
Damian keluar dengan bahu melemah. Ia bersandar pada kursinya karena mendapatkan tekanan dari sana sini. Ia terlihat prustasi.
Kringg kringgg kringggg
Telepon kantor berdering. Damian segera mengangkatnya.
"Halo, apa Gavin ada?" tanya seseorang dari ujung telepon tanpa berbelit. Suara itu seperti suara wanita.
"Ini..."
"Saya Siera Anggoro." Kata wanita itu jujur.
Damian tampak meringis lalu melihat pintu kaca yang tertutup rapat. "Celaka. Bisa dihajar bila mengatakannya." batin Damian.
"Halo." sentak suara wanita membuat kesadaran Damian kembali.
Damian tampak menggaruk pelipisnya bingung.
Tok tok
Tampak Gavin mengetuk meja didepan Damian. Damian terkejut seraya mendongak.
"Siapkan dokumen untuk rapat siang ini." kata Gavin. Kemudian berlalu pergi.
Damian meringis, apalagi telepon itu masih tersambung dengan pihak di ujung sana.
Wanita di ujung telepon tampak puas. Karena ia mendengar langsung suara Gavin di sana. Ia dengan semangat mengangkat tangannya melihat jam.
"Katakan pada Gavin, sebentar lagi aku akan sampai." kata wanita itu lalu menutup telepon.
Damian merasa hidupnya diujung tanduk. Ia meletakkan gagang telepon ke tempatnya.
Tepat jam 11 siang rapat di adakan. Di dalam aula rapat semua para staf terlihat serius. Gavin sebagai pimpinan duduk tegap memimpin jalannya rapat.
Sementara di luar, Siera langsung masuk ke dalam ruangan Gavin setelah mendapatkan petunjuk dari para staf. Ia melihat lihat ruangan itu. Ia tersenyum kala mengingat dirinya berkenalan dengan Gavin saat pertama kalinya.
Dia dan Gavin sudah lama tidak bertemu. Kalau tidak salah ingat mereka hampir sepuluh tahun. Beruntungnya keluarga Anggoro dan Wahyono berteman. Dengan koneksinya, akhirnya Siera mendapatkan kesempatan untuk bertemu.
"Siera! Kenapa kau disini." Kata Gavin kala membuka pintu ruangannya. Ia tertegun sejenak kala mendapati seorang wanita berada di ruangannya.
Sementara Damian yang berada di belakang punggung Gavin mendelik. Ia buru buru berlari menuju ruangannya dan menyibukkan diri agar tidak mendapatkan pertanyaan sarkas dari Gavin.
Siera berbalik menatap Gavin yang berada di ambang pintu. Siera tersenyum dan mendekati Gavin. Gavin masuk dan tidak lupa menutup pintu.
"Mengajakmu makan siang, apa kau keberatan jika aku berada di ruanganmu." kata Siera.
Gavin menampakkan wajah suram. "Aku sibuk. Pergilah makan siang sendiri." kata Gavin mengabaikan Siera.
Pria itu menuju kursinya dan melanjutkan pekerjaannya.
Siera tersenyum tidak perduli dengan sikap Gavin yang acuh. Ia mendekati Gavin dan duduk di meja dekat Gavin. Melihat pria itu sibuk siera hanya memandanginya dalam diam.
Gavin merasa risih dengan Siera duduk di meja seperti itu. Ia membanting pulpennya dengan marah.
"Siera!" pekik Gavin dengan mata mendelik ke arahnya.
Wanita itu terkesiap hingga menegakkan tubuhnya.
"Aku sudah katakan. Aku tidak akan menikah denganmu." teriak Gavin dengan amarah yang meluap di dadanya.
Siera menatap Gavin yang kini berbeda. "Gavin, apa yang terjadi padamu." kata siera dengan menatap Gavin tidak percaya.
Gavin mengacuhkan pertanyaan Siera. Ia dengan kesal menekan telepon dan menyuruh keamanan untuk menyeret wanita itu keluar.
Dalam beberapa menit. Tim keamanan datang lalu membawa Siera keluar. Namun Siera menghentikan keamanan tepat berada di pintu.
"Tunggu. Aku bisa jalan sendiri." kata Siera. Tim keamanan pun melepasnya.
Sebelum benar benar keluar dari ruangan Gavin, Siera menatap lekat wajah Gavin. Gavin melengos memutus pandangan dengan Siera.
Siera menghela nafas kemudian meninggalkan ruangan Gavin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments