Bab 17

Beberapa saat kemudian Siera sudah selesai mandi. Ia keluar dari kamar dan tidak menemukan Gavin.

"Kemana Gavin?" gumamnya celingukan. Padahal saat keluar lampu di ruang kerja terlihat mati. Itu artinya Gavin tidak berada di sana.

Siera menuju ruangan tengah. Namun antara ruangan tengah dan ruang dapur hampir menyatu dia dapat mencium aroma kue yang sangat enak.

Aroma itu yang menuntunnya menuju dapur. Ia ingin bertanya pada Wati, tetapi ia tertegun kala menemukan Gavin di sana.

"Gavin!" panggil Siera.

Tampak wajah Gavin yang serius segera menoleh. Tampak di pipinya ada goresan tepung yang mengering.

Seketika Siera mengerutkan dahinya. "Apa yang kau lakukan disini." tanya Siera.

Pria itu sudah membuat adonan dan kini adonan itu sudah masuk ke dalam kukusan. Hanya tinggal beberapa menit kue itu sudah matang.

"Tidak apa apa. Kau sudah mandi?" kata Gavin lalu bertanya balik kepada Siera.

"Hum." sahut Siera berdehem.

Gavin tersenyum tipis. "Gantian aku yang mandi." kata Gavin. Pria itu melepas celemek dan meletakkan asal di sandaran kursi. Mengelus kepala Siera sebentar lalu pergi.

Siera melihat celemek yang baru saja diletakkan pria itu. "Sedang apa dia didapur. Ini gak biasanya." Gumam Siera.

Siera pun mendekati Wati yang sedang mencuci peralatan bersamaan Eri.

"Apa ini Bi?" tanya Siera ketika sebuah kukusan masih tertumpang di atas kompor dengan api yang menyala.

"Nyonya, itu tadi tuan Gavin yang membuat kue seperti kemarin." kata Wati.

"Oh." Siera mengangguk.

Sambil menunggu kue matang Siera duduk di kursi.

"Mau saya buatkan jus, nona?" tanya Eri mendekati Siera.

"Hum, jus orange." kata Siera meminta permintaan.

Eri pun segera membuat jus orange sesuai permintaan Siera.

Sementara Siera menunggu, wanita itu mengambil majalah dan membukanya.

Beberapa saat kemudian Eri pun selesai membuat jus. Lalu memberikannya di samping Siera.

Disisi lain Gavin sudah selesai mandi. Terlihat wajahnya sudah bersih. Ia kembali ke dapur dan pas dengan kematangan kue yang ia buat tadi.

Wati membantunya mengangkat kue dan memindahkan ke dalam piring besar. Setelah itu Gavin mempercantik kue itu dengan sedikit garnis ceres di atasnya.

"Bagus sekali." gumam Gavin. Kemudian ia membawanya kehadapan Siera.

"Siera, kue yang aku buang kemarin, aku menggantinya." Ujarnya.

Siera menutup majalahnya dan menatap kue yang berlapis coklat dihadapannya.

"Ini...jauh lebih baik dari yang aku buat kemarin." kata Siera.

Gavin memberikan sepotong kue di piring lalu di hadapkan kepada Siera.

"Tapi rasanya mungkin beda dari milikmu." kata Gavin.

Siera menyendok kue itu dan menyuapnya ke dalam mulut. Ada rasa legit dan ambyar di lidahnya. "Rasanya pas. Gavin kue milikmu lebih baik dari yang aku kira." kata Siera berseru.

"Hum, baguslah jika kau suka."

"Suka sekali." Balas Siera.

Wanita itu terlalu suka dengan manis manis jadi ia sangat menyukainya dan menghabiskan setengah piring.

"Ach kenyang." kata Siera.

Gavin tersenyum. "Gavin kau dari tadi melihatku saja. Apa kau tidak ingin mencicipi kue buatanmu?" tanya Siera setelah meletakkan sendok.

"Melihatmu makan, aku sudah kenyang." kata Gavin.

Terlihat Siera tersenyum malu malu.

Setelah itu Siera beralih ke ruangan tengah sementara Gavin memilih makan malam sendirian.

"Gavin, besok aku akan pergi reunian. Temen temen masa SMP ku mengundangku." kata Siera mengikuti Gavin ke teras samping seperti biasanya.

Gavin tampak duduk dan mengeluarkan rokok serta pemantiknya. Mengambil sebatang dan menyelipkannya ke dalam mulut. Menyalakannya dan menghisapnya. Setelah asap sudah memenuhi rongga mulutnya, pria itu langsung menghembuskannya keluar. Tampak asap mengepul dan menutupi wajahnya.

"Hum, kau boleh pergi tapi dengan syarat." kata Gavin.

"Syarat? Ayolah Gavin. Ini hanya pertemuan biasa. Palingan obrolan dengan temen lama yang tidak pernah ketemu. Sebagian mereka juga adalah ibu rumah tangga." kata Siera.

Jelas jelas Gavin sudah mengetahuinya. Perihal itu dia tidak memperdulikan sebagian dari temennya. Yang ia masalahkan adalah teman lelaki Siera yang saling berebut untuk menjadi pasangannya.

"Hanya syarat biasa, kenapa kau sekhawatir itu." kata Gavin santai. Ia kembali menyesap rokoknya dan menghembuskan asapnya.

"Hah." Siera melongo.

"Aku akan ikut denganmu." kata Gavin lalu mematikan puntung rokok ke dalam asbak.

"Itu syaratmu?" tanya Siera dengan ekspresi heran.

"Hum." Gavin mengangguk.

Siera kemudian tertawa.

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Gavin mengerutkan alisnya.

Siera meredakan tawanya lalu menatap Gavin. "Jangan bilang kau terobsesi denganku Gavin." Cibir Siera.

Gavin tampak melengos. Kemudian ia beranjak dari duduknya. "Jika kau tak mau dengan syaratku, jangan harap kau bisa pergi Siera." Kata Gavin lalu meninggalkan Siera di sana.

Siera merasa sikap Gavin akhir akhir ini tampak aneh. "huh, itu kan cuman reunian. Tapi Gavin udah protektif duluan." guman Siera.

Wanita itu pun menyusul suaminya untuk masuk ke dalam.

Dan keesokan harinya, sesuai permintaan Gavin jika hari itu Gavin akan mengikuti Siera pergi ke acara reunian.

Di sebuah tempat karaoke. Tampak ada sekitar 50 orang yang hadir dan itu terhitung bersama pasangannya termasuk Siera dengan Gavin.

Thomas awalnya berharap bisa menjadi pasangan Siera kali ini karena sudah bertahun lamanya pria itu menunggunya. Namun harapan itu pupus karena penolakan Siera. Begitu hal yang sama dengan yang di rasakan Banyu, pria itu adalah ketua kelas yang sejak dulu memendam rasa kepada Siera.

Semua sudah terkumpul di dalam ruangan yang memiliki ukuran 10 kali 7 meter. Mereka duduk bersama sama dan menatap ke depan.

Regan si pemilik acara bergegas maju. Ia menyampaikan sambutan dua patah kata.

"Selamat datang kawan kawanku seangkatan. Kita sudah beberapa tahun lulus dari kejuruan. Dan di tahun ini seperti biasa masih diberi kesehatan untuk tetap berkumpul. Aku sangat berterima kasih kepada kalian yang sudah meluangkan waktu untuk tetap ikut pada acara ini. Dan satu lagi berita yang sangat bagus. Di awal awal tahun kita tidak pernah kedatangan seseorang yang dulu pernah menjadi ambasador sekolah kita. Dan kali ini dia mau ikut dan bergabung di acara ini. Kita sambut teman kita yaitu Siera." kata Regan.

Semua yang di sana menyambutnya dengan tepuk tangan.

"Terima kasih." ucap Siera pelan karena tatapan semua orang tertuju padanya.

"Nah karena kita sudah lengkap mari kita mulai acaranya." kata Regan lalu ia kembali pada kursinya.

Mereka pun saling berbincang. Tak berapa lama segala minuman langsung di keluarkan. Mereka tampak satu persatu mengambil minuman itu dan lanjut mengobrol.

Thomas mencari keberadaan Siera.

"Siera." Sapa Thomas seraya membawa minumannya ssndiri.

"Thomas." Siera tersenyum ke arah Thomas membuat Gavin muak.

"Ini adalah tahun pertama kau datang di acara ini. Selamat bergabung." kata Thomas lalu mengangkat gelasnya.

"Terima kasih Thomas." sahut Siera lalu mendentingkan gelasnya dengan punya Thomas. Kemudian mereka saling menenggak minuman mereka.

Tampak Thomas melirik ke arah Gavin yang duduk di samping Siera.

"Thomas kenalkan dia adalah Gavin." kata Siera yang paham akan tatapan Thomas.

Thomas segera mengulurkan tangannya. Gavin melirik uluran tangan Thomas hingga beberapa saat akhirnya Gavin membalas uluran tangan Thomas.

"Thomas." kata Thomas.

Gavin hanya mengangguk. Kemudian mereka saling melepaskan jabatan tangan itu. Thomas lalu menatap Siera.

"Kau sekarang tampak berbeda Siera." kata Thomas.

"Masa..." kata Siera.

Thomas mangangguk. "Kau tampak lebih cantik dan lebih dewasa." sanjung Thomas.

Di samping Gavin tampak muak. "Hoek. Gombal" Gumam Gavin dalam hati. Pria itu melirik sinis ke arah Thomas lalu menenggak minumannya.

"Itu mungkin karena aku selalu dihadapkan dengan beberapa pekerjaan yang kadang belum tentu aku bisa menanganinya."

"Hum, benar. Pengaruh pekerjaan membuat orang semakin cenderung lebih dewasa." Thomas membenarkan.

Sementara Gavin terdiam. Dia menengguk minumannya tanpa mau mendengar ocehan mereka berdua. Asal dia bisa mengawasi Siera itu sudah cukup baginya.

"Dan kau sendiri, bekerja apa? Aku lihat kau semakin sibuk sekarang seperti yang aku lihat terakhir kali."

Tampak Thomas merasa malu ingin mengungkap pekerjaannya.

"Hanya sebagai pengacara biasa." kata Thomas.

"Wah hebat. Ku kira kau akan menjadi seorang dokter." kata Siera.

Saat dulu Thomas sering aktif dalam kegiatan pmr. Tak di sangka ketika dewasa ia justru menjadi pengacara.

Siera merasa kagum akan kehebatan Thomas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!